"Aku sangat tahu dan sangat mengenal ayahku. Dia tidak mungkin berhutang sebanyak itu! Ayahku adalah pria baik yang sangat menghormati wanita dan dia adalah penjagaku! Dia adalah laki-laki yang terhormat, tidak sepertimu yang melakukan berbagai upaya dan cara hanya demi berkuasa hingga kau bahkan rela menjadi suami muda seorang Theena Giolardo yang sudah tua dan bau tanah!" sungut Lea semakin membabi buta membuat kuping Jack yang mendengarnya kian memanas.
Spontan!Tangan kanan Jack langsung meraih bagian bawah wajahnya Lea dan mencengkram rahang wanita itu beberapa saat. Sementara tangan kirinya segera menarik pinggul Lea mendekat kearahnya. Hal tersebut membuat Lea terkunci dalam jangkauannya."Kau sangat liar rupanya ya! Aku ingin tahu se-liar apa dirimu melayaniku!" ucap Jack sambil mendorong Lea berbaring di atas ranjang."Tidak akan kubiarkan kau merenggutku!" teriak Lea.Hari telah menjelang senja, dan suasana di sekitar mansion itu semakin terasa tegang. Jack, dengan mata yang menyiratkan kemarahan, menghadapi Lea. Wanita muda dengan pandangan yang penuh kebencian itu terus memandangnya. Mereka berdua berdiri di ruang tamu mansion tersebut, suasana canggung dipenuhi oleh ketegangan yang nyaris terabaikan."Lea, aku sudah cukup sabar denganmu," ucap Jackie dengan suara yang bergetar karena perasaan geramnya. "Apa yang kau pikirkan? Mengapa kau terus memberontak kepadaku?"Lea menatapnya dengan mata yang penuh keberanian. "Aku tidak akan diam saja, Jackie. Aku tidak akan membiarkan diriku dikekang seperti ini. Aku akan membayar hutang ayahku dengan uangku!"Jackie menghela nafas panjang, menyadari bahwa dia tidak memiliki waktu yang cukup untuk bertengkar dengan Lea. Theena, istrinya, sedang menunggu di rumah. Tanggung jawabnya sebagai suami tak bisa dia abaikan begitu saja.Setelah melewati beberapa saat di mana keheningan terasa begitu mendalam di antara mereka, Jackie akhirnya mengambil nafas dalam-dalam dan mencoba untuk mengungkapkan sesuatu yang selama ini dia pendam."Lea," ucap Jackie dengan suara yang lembut, tetapi penuh dengan urgensi, "aku tahu kau mungkin merasa marah dan bingung. Tetapi, aku ingin kau mengerti bahwa apa yang aku lakukan adalah untuk melindungimu dan juga ayahmu."Lea menatap Jackie dengan mata yang masih penuh keberanian, tetapi dia juga merasakan gelombang kebingungan yang melintas dalam pikirannya. "Apa yang kau maksud, Jack?"Jackie mencoba untuk memilih kata-kata dengan hati-hati. "Ayahmu, Lea... Dia terlibat dalam situasi yang sangat berbahaya. Ada orang-orang yang ingin melukainya, dan mereka akan melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya. Aku... aku telah berjanji padanya untuk melindungimu, bahkan jika itu berarti aku harus melakukan hal-hal yang sulit."Lea merasakan detak jantungnya semakin cepat. Kata-kata Jackie menciptakan kebingungan baru di dalam dirinya. "Apa yang kau maksud dengan melindungiku? Mengapa aku perlu dilindungi? Dan apa hubungannya dengan ayahku?"Jackie menjawab dengan suara rendah, mencoba untuk membuat Lea memahami situasi yang rumit ini. "Lea, ayahmu terlibat dalam beberapa urusan yang sangat berbahaya. Dia terlibat dalam sesuatu yang lebih besar dari yang bisa kau bayangkan. Dia adalah pion di dalam permainan besar ini, dan aku tahu banyak hal yang mungkin tidak kau ketahui."Lea merasa dadanya terasa sesak. Ayahnya selalu tampak seperti pria biasa, bekerja keras untuk menghidupi mereka berdua. Tapi sekarang, kata-kata Jackie mengubah persepsinya tentang ayahnya."Kenapa aku harus percaya padamu?" tanya Lea dengan nada yang terdengar ragu.Jackie mengambil langkah mendekat, berusaha menunjukkan ketulusannya. "Aku tidak meminta kau untuk percaya sepenuhnya pada saat ini. Aku hanya ingin kau tahu bahwa ada alasan di balik semua ini. Aku akan melakukan yang terbaik untuk menjaga kau dan ayahmu tetap aman. Tapi aku juga butuh kerjasama dari pihakmu."Lea terdiam sejenak, berpikir tentang semua yang Jackie katakan. Dia merasa terjebak dalam situasi yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Tetapi dalam matanya, masih terpancar keteguhan."Aku akan mempertimbangkannya, Jackie," ucap Lea akhirnya. "Tapi, aku tidak akan diam begitu saja. Aku ingin tahu lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi, tentang ayahku, dan tentang mengapa semuanya menjadi seperti ini."Jackie mengangguk mengerti. "Aku berjanji akan menjelaskan semuanya padamu seiring waktu. Tapi sekarang, aku harus pergi. Theena menunggu di rumah, dan aku juga punya tanggung jawab lain."Lea mengangguk sebagai tanda pengertian. Dia merasa perlu waktu untuk memikirkan semua yang baru saja dia dengar. Jackie memberinya sedikit senyuman, lalu berjalan keluar dari ruangan dengan harapan bahwa setidaknya dia berhasil membuka sedikit celah di antara tembok yang mengelilingi hati Lea."Dengar, Lea," Jackie mencoba untuk tetap tenang, meskipun kemarahannya terus berkobar. "Aku punya urusan yang harus segera kukerjakan. Theena menunggu di rumah, dan aku tidak bisa membuatnya khawatir. Tapi aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja."Lea mengangkat alisnya dengan sinis. "Apa yang bisa kau lakukan? Mengunci aku di sini?"Jackie menggeleng, "Tidak, aku tahu aku tidak bisa melakukannya. Tapi aku punya rencana lain. Aku akan meminta Bob untuk mengetatkan penjagaan di sekitar mansion ini. Aku tidak ingin risiko apapun terjadi padamu."Lea menyeringai, "Jadi kau pikir dengan menambah penjagaan, aku akan tetap diam?"Jackie mengedarkan pandangannya, mencoba untuk menemukan kata-kata yang tepat. "Lea, aku tahu bahwa situasinya tidak ideal. Tapi percayalah padaku, ada banyak hal yang kau belum tahu. Aku tidak punya waktu untuk menjelaskan semuanya sekarang. Tapi, tolonglah, jangan membuat semuanya lebih sulit dari yang seharusnya. Tentang semua hal yang tak kau tahu, sebaiknya kau menurut saja!"Lea merenung sejenak, matanya masih menatap tajam ke arah Jackie. "Aku akan mempertimbangkannya," ucapnya akhirnya.Jackie merasa lega mendengar kata-kata itu. Dia tahu bahwa dia tidak bisa memaksa Lea untuk memahaminya, tetapi setidaknya ada harapan bahwa dia mungkin akan mendengarkannya."Jangan berani membantahku!" tegas Jack sambil melangkah ke pintu. "Aku harus pergi sekarang. Harapkan kehadiranku di sini kembali. Dan, berjanjilah padaku bahwa kau akan berpikir baik-baik."Lea mengangguk pelan, tanpa melepaskan pandangan tajamnya dari Jackie. Dalam hatinya, dia tahu bahwa pertarungan ini belum berakhir, tetapi untuk saat ini, dia setidaknya akan memberi Jack sedikit ruang untuk pergi.Dengan langkah berat, Jack meninggalkan mansion itu, berjalan menuju mobilnya dengan pikiran yang penuh kekhawatiran. Dia tahu bahwa tantangan besar masih menantinya, baik di dalam mansion itu maupun di rumah bersama Theena. Namun, satu langkah pertama telah diambil, dan dia harus terus maju, terlepas dari seberapa sulitnya situasinya.Ponselnya terus berdering membuat Jackie tak konsentrasi.Saat Jack tiba di rumah, Theena telah mempersiapkan diri untuk perjalanan mereka ke luar kota. Mereka merasa gembira dan antusias, siap untuk menghabiskan waktu bersama jauh dari hiruk-pikuk keseharian mereka."Mau kemana liburan kita nanti, Jack?" tanya Theena sambil tersenyum, matanya berbinar-binar.Jack tersenyum balik, merasakan kebahagiaan yang terpancar dari wanitanya itu. "Aku punya rencana untuk mengajakmu ke pantai yang indah di luar kota. Aku ingin kita menghabiskan hari ini dengan menikmati pemandangan laut dan beristirahat sejenak dari segala rutinitas."Theena mengangguk dengan senyum yang semakin lebar. Dia merasa beruntung memiliki seseorang seperti Jack yang selalu memikirkan cara untuk membuatnya bahagia.Perjalanan mereka berlangsung dengan lancar. Menggunakan helikopter pribadi,keduanya segera tiba di sebuah kota dimana Theena akan menggelar pertemuan bisnisnya. Setelah tiba, mereka menikmati pemandangan indah dari jendela mobil di sepanjang jalan menuju penginapan, melihat perlahan perubahan lanskap kota menjadi pemandangan pedesaan yang hijau dan asri."Sayangku, aku akan pulang cukup larut.Pastikan kau siap tempur ketika aku kembali, oke?" ucap Theena kepadanya membuat Jack tersenyum tipis di wajah tampannya."Tentu saja, Theena."Jack kemudian mengantarkan istrinya keluar dari kamar penginapan. Theena, wanita yang usianya hampir dua kali lipat dirinya itu kemudian pergi menuju pertemuan bisnisnya. Sementara Jack, dia kini terkekang dalam sangakar emas sang istri yang berpenjagaan ekstra ketat dan selalu tak bisa ditentangnya.Jackie, presdir muda ini hanya bisa pasrah dan bersiap memuaskan hasrat ranjang sang istri ketika dia kembali nanti.Pria itu hanya mengangguk, matanya sempat bertaut dengan Lea, namun segera berpaling pada Susan. “Dia hanya sampah yang sempat ku pungut, tentu tak sebanding dengan Susan, kau terlihat luar biasa malam ini,” pujinya enteng pada Susan, seakan keberadaan Lea hanyalah bayangan tak berarti.Lea merasakan dadanya diremas. Ia tertawa hambar, meneguk sisa sampanye hingga habis sebelum berkata dengan nada getir, “Jadi begitu ya? Aku berteman dengan parasit sepertimu, Susan….” Ia menatap lurus ke arah Susan, matanya berkilat penuh sakit. “Aku benar-benar bodoh.”Susan tersenyum sinis, mengangkat dagunya tinggi. “Bodoh memang cocok untukmu, Lea. Dan sekarang semua orang tahu tempatmu: jauh di bawah kami.”Lea terdiam, jemarinya gemetar saat menaruh gelas kosong di meja kecil balkon. Malam terasa makin sesak, sementara di kejauhan Jack terlihat sibuk dengan Theena—bahkan tak menyadari keberadaan Lea.Lea menatap mantan kekasihnya yang kini berdiri angkuh di samping Susan-sahabatnya. Rasa perih y
Jack menutup pembicaraan-nya dengan rahang menegang. Kata-kata hinaan yang dilontarkan keluarga Roezel di restoran masih menggerus kesabarannya. Namun, setelah beberapa hari bersama Lea di persembunyiannya, ada sesuatu yang membuat pikirannya ragu.Ia mengantar Lea kembali ke vila yang ia jadikan sarang pelariannya. Di sana, tatapannya terus memperhatikan gerak-gerik gadis itu. Bukan sikap arogan pewaris yang ia lihat, melainkan kegugupan yang sulit disembunyikan.Namun, Jack tetap keras. Ia mendesak Lea dengan kata-kata dingin.“Berhentilah pura-pura polos, Lea. Aku tahu siapa keluargamu. Darah kotor Roezel mengalir di nadimu juga.”Lea hanya menunduk, bibirnya bergetar, tapi ia tidak membalas.Jack semakin yakin gadis itu hanya pandai memainkan peran.Di ruang tamu vila mewahnya, Jack bersandar pada sofa dengan segelas wine di tangannya. Matanya menatap Lea yang berdiri kaku di depan jendela, menolak menatap balik.“Besok malam kau ikut aku ke pesta,” suara Jack terdengar rendah tap
Lea sedang membereskan meja kasir ketika cahaya sore mulai meredup. Para pengunjung sudah mulai berkurang, hanya tersisa beberapa meja yang masih asyik bercakap sambil menikmati kopi dan dessert. Lea merapikan buku pesanan, berniat segera pulang setelah seharian penuh berjibaku di dapur dan melayani tamu.Pintu restoran tiba-tiba terbuka, lonceng kecil di atasnya berdenting. Masuklah Uncle Gregory Roezel bersama istrinya, Aunt Margaret, dan putri mereka, Charlotte Roezel. Ketiganya melangkah masuk dengan gaya angkuh, seakan restoran kecil itu adalah tempat asing yang tak layak untuk keluarga sekelas mereka.Lea menegang, jari-jarinya berhenti di atas meja kasir. “Paman, Bibi… Charlotte,” sapanya datar.Margaret mengangkat alis, tatapannya menyapu seisi restoran yang masih ramai meski malam hampir tiba. “Hm. Jadi… restoran kecilmu ini belum tutup juga? Kami semua mengira kau sudah gulung tikar sejak ayahmu jatuh sakit.”Charlotte tertawa kecil, nada suaranya tajam seperti belati. “Jang
Lea tercekat, jari-jarinya gemetar saat menggenggam ponsel. Tatapan Jack menusuk dalam, dingin tapi mengandung kuasa.“Ayahmu itu… hidupnya sekarang ada di tanganku,” bisik Jack dengan nada rendah, mendekat ke telinga Lea. “Kau tahu berapa banyak dokter, obat, dan peralatan yang sudah Theena biayai untuknya. Sekali aku bicara pada dia bahwa keluargamu tidak patut ditolong… kau bisa lihat sendiri bagaimana semua itu akan berhenti.”Lea menelan ludah. Napasnya naik turun cepat, tubuhnya bergetar antara amarah dan ketakutan.“Jangan seret ayahku ke dalam permainan kotormu, Jack,” suaranya pecah, hampir berbisik.Jack tersenyum miring, lalu mendekat begitu dekat hingga Lea bisa mencium aroma parfum maskulin di tubuhnya.“Kalau begitu, kau juga jangan coba-coba seret Theena. Kau tahu siapa dia, dan apa yang bisa dia lakukan pada hidupmu.”Air mata menggantung di sudut mata Lea, tapi bukan hanya karena takut—ada bagian dari dirinya yang merasa tertarik pada bahaya yang Jack tawarkan. Sepert
Esok PaginyaMatahari menembus tirai kaca restoran keluarga Lea, memantulkan cahaya lembut ke meja kayu tua yang sudah diwarisi turun-temurun. Restoran itu masih sepi, hanya ada aroma kopi hitam dan roti panggang yang baru keluar dari oven. Lea duduk di kursi sudut, matanya sembab karena semalaman tidak tidur.Pintu berbunyi pelan ketika Jack masuk. Ia mengenakan setelan kasual berwarna abu, berbeda jauh dari aura dinginnya semalam. Senyumnya samar, tapi matanya tetap tajam.Kemarahan membara terlihat jelas di wajah tampan Jack, setelah mengetahui Lea berhasil melarikan diri dari villa yang dijaga ketat, Jack harus mengalihkan perhatian Theena sebelum berangkat ke perusahaan demi bisa sampai ke restoran di tepi lautan indah ini.Langkah Jack terus menuju ke sebuah ruangan dimana Lea berada.“Nyalimu besar sekali,” sapanya sambil melangkah mantap ke meja tempat wanita itu duduk.Lea menegakkan tubuhnya, menahan detak jantung yang tak beraturan. “Kau? Kenapa kau ke sini?”Jack duduk tan
Setelah Theena pergi, Jack duduk di kursi kerjanya dengan napas masih berat. Tangannya berusaha menyelesaikan permainan, tapi bayangan Lea justru membuatnya kehilangan gairah. Dia kemudian meraih gelas whisky di meja, meneguknya hingga cairan amber itu membakar tenggorokannya. Hanya sebentar ia membiarkan pikirannya kosong sebelum akhirnya ponsel di sakunya bergetar.Ia mengeluarkan ponsel, menekan tombol panggil cepat."Reno," suaranya tenang tapi tegas."Ya, Bos," jawab suara di seberang, terdengar berderit seperti sedang mengemudi."Urus restoran milik Lea malam ini. Pastikan Jarwo tak lagi berani menginjakkan kaki di sana. Gunakan cara yang biasa.""Aku mengerti," jawab Reno singkat, sebelum panggilan diputus.Jack menatap kosong ke arah jendela, membiarkan senyum samar tersungging di bibirnya. Lea. Nama itu terasa seperti racun sekaligus candu. Ia tak menyangka dirinya akan memikirkan gadis itu lebih dari sekadar permainan singkat. Ada sesuatu dalam tatapan Lea—kebencian dan keta