“Kamu ... kalau bicara suka asal.” “Loh, bener dong. Saya ‘kan janda. Hati-hati Pak Rangga nanti tergoda dan lama-lama suka. Saya nggak mau loh jadi orang ketiga lagi,” tutur Hayati. Rangga menghela nafasnya lalu menyerahkan kembali gelas berisi teh hangat yang tinggal setengah. “Kalau ada yang suka sama kamu, tapi duda. Gimana?” “Hm, tergantung Pak.” Rangga menunggu kelanjutan penjelasan dari Hayati, tapi malah menyodorkan mangkuk berisi bubur. “Makan terus minum obat biar cepat sehat.” Rangga menerima mangkuk sarapannya dengan malas, mulutnya terasa sangat pahit membuatnya tidak nafsu makan. “Dipaksakan Pak, memang mau baring di kasur terus,” ucap Hayati menasehati Rangga yang terlihat enggan menikmati sarapannya. Rangga hanya sanggup menghabiskan sebagian dari isi mangkuk kemudian mengembalikannya pada Hayati. “Setelah aku lebih baik, kita harus bicara,” ujar Rangga. Rangga perlu dengar langsung pengakuan dari Hayati jika dia sudah tidak ada hubungan dengan Rama dan rencana hid
Rangga sepertinya sudah pulih dan kembali sibuk dengan perusahaannya. Tidak setiap hari dia pulang ke apartemen, tentu saja pulang ke kediaman keluarga Adam. “Bu Ida, hubungi Pak Rangga. Tolong mintakan dompet aku, gimana bisa kabur kalau identitas masih ditahan Pak Rangga,” ujar Hayati.Bu Ida menatap heran pada Hayati. “Non Hayati mau kabur?”Hayati mengelak, “Maksud aku bukan kabur tapi ingin pulang. Untuk apa pula Pak Rangga menahan aku di sini.” Hayati juga ingat jika Rangga mengatakan akan bicara serius dengannya setelah sehat. Tentu saja tidak akan lama lagi Rangga benar-benar akan berbicara serius dengan Hayati. Meskipun tidak tahu apa yang akan dibicarakan oleh Rangga, Hayati masih khawatir dan takut dengan ancaman Rangga saat dirinya masih menjadi istri kedua Rama.“Aku bosan Bu, mintakan ijin ke Pak Rangga untuk aku ke luar. Jalan-jalan atau ... apalah yang penting keluar dari ruangan ini,” pinta Hayati memelas. Dia memang benar-benar jenuh, setiap hari hanya melihat Bu Ida
Bu Ida baru saja keluar dari kamar setelah berkali-kali mengompres kening Hayati. Saat Hayati sudah sadar, Bu Ida memberikan obat demam dan mengatakan akan membawa Hayati ke Rumah sakit atau memanggilkan dokter.Hayati menolaknya, dia mengatakan hanya perlu tidur. Rangga memasuki kamar Hayati dan duduk di tepi ranjang. Memandang wajah yang tertidur, mungkin karena efek obat yang diberikan Bu Ida. Untung saja saat Hayati terkulai lemas, Rangga berhasil merengkuh tubuhnya.Wajah Hayati terlihat pucat, Rangga membenarkan letak selimut yang menutupi tubuh Hayati. Merasa bersalah karena sudah berprasangka buruk pada Hayati dengan menuduhnya akan melarikan diri. Padahal Hayati melarikan diri dari Rama, sampai dia harus kehujanan dan saat ini tumbang.Satu hal yang baru diketahui oleh Rangga, Hayati memiliki tubuh yang ringkih. Baru saja kehujanan tapi sudah berhasil membuat fisik Hayati terganggu. Rangga sempat menelan saliva memandang bibir, dagu bahkan leher Hayati yang terekspos. Sebagai
“Kenapa aku bisa ada di kamar Pak Rangga?” Rangga yang masih berdiri sambil menatap Hayati masih dengan posisinya duduk di atas ranjang. “Aku pindahkan ke sini, karena kamar kamu sepertinya tidak nyaman,” ucap Rangga singkat. Tidak mungkin dia menyampaikan pada Hayati karena dirinya terlalu khawatir dengan keadaan Hayati juga karena harus menemani wanita itu selama jatuh sakit. “Pak Rangga percaya kalau aku kemarin bukan mau kabur tapi bersembunyi,” jelas Hayati pada Rangga yang masih berdiri tepat di hadapannya. Rangga hanya mengedikkan bahunya lalu duduk di tepi ranjang. “Katanya mau ada yang dibicarakan dengan aku?” “Hm, kita lihat besok. Hari ini pulihkan benar kondisi tubuh kamu,” nasihat Rangga pada Hayati. Rangga melihat obat yang harus diminum sudah disediakan oleh Ibu Ida, “Minum obatmu,” titah Rangga. *** Pagi ini, Hayati masih nyaman membenamkan sebagian wajahnya pada bantal yang masih meninggalkan wangi parfum pemilik kamar. Rangga masih membiarkan Hayati berada di kam
“Bagaimana kalau kita menikah?” tanya Rangga. “Hahh.” Respon yang aneh yang ditunjukkan oleh Hayati mendengar pertanyaan Rangga. “Pak Rangga bercanda ya?” Rangga memperhatikan interaksi putranya dengan Hayati hari ini juga sebelumnya saat Hayati berada di kediaman keluarga Rangga. Tepatnya saat Hayati masih menjadi istri kedua Rama. Setelah rencana menggugat cerai Ibu Aska dan akhirnya mereka saat ini sudah resmi bercerai, Rangga berjanji akan menikah lagi dengan wanita yang benar-benar hanya fokus sebagai Ibu rumah tangga. Peduli dengan anak-anak terutama dirinya sebagai suami. Dia tidak membutuhkan wanita karir karena hasil jerih payahnya bekerja cukup untuk menghidupi keluarganya dengan layak. Rangga melihat hal itu pada diri Hayati, keibuan dan sosok penyayang. Kalau dilihat dari penampilan Hayati tidak kalah menarik cenderung cantik bahkan Rangga tergoda jika hanya berada dekat dengan Hayati. Rangga berdehem untuk mengusir bayangan dalam benaknya yang mulai aneh-aneh. “Apa ala
Hayati tidak menyangka jika Rangga bisa bicara selugas itu. Sebelumnya dia mengenal Rangga sebagai pria angkuh, cuek bahkan kasar karena pernah mengancam hidupnya bahkan sampai sekarang masih dengan sengaja tidak memperbolehkan Hayati pergi dari apartemen.Apa mungkin Rangga memang benar-benar mencintainya. “Kalau aku mau mulai dari sekarang, lalu harus bagaimana? Aku belum pernah menyukai atau jatuh cinta pada seseorang,” ujar Hayati. Rangga malah terkekeh, “Ikuti kata hatimu, jangan mencintai karena terpaksa.”“Bangunlah, sebentar lagi Aska selesai mandi. Bisa buatkan sarapan untuk kami?” tanya Rangga. “Aska sudah bangun?” tanya Hayati.Rangga berdecak mendengar pertanyaan Hayati, “Makanya cepat bangun putri tidur,” ejek Rangga lalu melangkah keluar dari kamar Hayati. Keluar dari kamar setelah mandi dan mengganti pakaiannya, Hayati menuju ruang keluarga dimana Aska sedang menonton televisi saluran anak-anak.“Lagi nonton apa sih?” tanya Hayati sambil duduk di samping Aska.“Uni, sud
“Cintai aku mulai dengan ini,” ujar Rangga lalu menyatukan bibir mereka. Hayati membelalakkan kedua matanya saat Rangga tiba-tiba menciumnya. Ini adalah kedua kalinya Rangga melakukan hal itu. Dia hanya bisa diam saat Rangga menghisap bibirnya bahkan saat bibirnya mendapatkan gigitan membuatnya memberi celah untuk lidah Rangga menelusup dan bermain di rongga mulutnya.Hayati benar-benar tidak tahu harus memberi respon apa, dia hanya diam saat lidah Rangga bergerilya di dalam mulutnya. Akhirnya pagutan itu pun berakhir, Hayati yang sedikit terengah meraup oksigen perlahan. Wajah Rangga masih berada sangat dekat dengan wajah Hayati . bahkan hembusan nafas pria itu masih terasa di keningnya“Kenapa? Mau lagi,” ejek Rangga. Hayati berdecak lalu mendorong dada Rangga dengan kedua tangannya. Namun, tenaga yang dikeluarkan sepertinya tidak seberapa karena tubuh Rangga tidak bergeser sedikitpun.“Aku hanya minta ponsel, tapi malah ....”“Jadi, kamu menerima tawaran dariku?” tanya Rangga denga
“Pak Rangga,” ucap Hayati setelah mengetahui siapa yang sudah berani meninggalkan jejak di pipinya. Rangga duduk di samping Hayati, “Kenapa? Masih mau lagi?” Hayati berdecak mendengar pertanyaan Rangga. “Pak Rangga mau makan malam di sini?” “Hm.” Rangga fokus ada ponsel di tangannya. Sedangkan Hayati kembali menyimak apa yang sedang dia tonton. “Tuan Rangga, ini makan malamnya sudah siap,” ujar Bu Ida. Rangga berdiri dan melangkah menuju meja makan, mengetahui Hayati tidak mengikutinya dia pun memanggil Hayati. “Hayati,” panggil Rangga. Mendengar ada penekanan dalam panggilannya, Hayati bergegas menuju ke meja makan dan benar saja Rangga menatap tajam ke arahnya. “Kamu pikir aku pulang kesini, untuk apa kalau bukan ingin makan malam bersama kamu,” ungkap Rangga. Setelah menikmati makan malam dalam diam, “Aku mandi dulu, nanti kita bicara,” ujar Rangga. Hayati hanya mengangguk lalu membantu Bu Ida membereskan meja makan. Tiga puluh menit kemudian, Rangga keluar dari kamarnya. Men