Hayati benar-benar tidak menyangka dengan kenyataan yang ada antara dirinya dan Rangga. Sedangkan Rangga masih belum paham dengan situasi yang ada. “Sebenarnya ada apa?” tanya Rangga sambil menatap Hayati.“Rangga, kamu tahu sendiri kalau wanita ini dan Ayah sudah menikah dan Hayati adalah putri dari Layla istri Ayah.”Rangga menatap Hayati dan Ibunya bergantian.“Sepertinya kalian sudah saling kenal,” ujar Layla pada Rangga.“Tentu saja, Hayati adalah ….”“Aku asisten Nona Isna. Ya, asistennya,” jawab Hayati sambil melirik Rangga. Rangga mengernyitkan dahinya karena heran dengan jawaban Hayati. “Kami tidak ada hubungan apapun,” sahut Hayati lagi.“Ah, kebetulan kita bertemu di sini, ada yang ingin Ayah bicarakan.” Harsa Adam meminta putranya untuk duduk. Rangga pun akhirnya duduk di samping Hayati. “Ayah berencana kembali pulang, bagaimanapun kita ini keluarga.”“Lalu, dia?” tanya Rangga menunjuk Layla dengan dagunya.“Kemarin Ayah sudah menemui Ibumu dan menyampaikan hal ini. Dia ti
Hayati merasakan atmosfer di meja makan saat ini sangat buruk. Ingin rasanya dia pergi dari situasi yang tidak nyaman ini. Harsa duduk di ujung meja makan dengan Malika dan Layla duduk berhadapan di sisi kiri dan kanan meja makan. Hayati yang duduk di samping Ibunya berhadapan dengan Rangga yang juga duduk di samping Malika. "Aku akan makan di kamar," ujar Isna setelah melirik sinis pada Hayati dan Ibunya. "Isna, duduklah. Kita makan bersama," ajak Malika. "Bunda, aku nggak ngerti Ayah kena sihir apa sampai bisa lupa keluarga dan hati Bunda terbuat dari apa? Sudah dikhianati masih sanggup tinggal satu rumah bahkan satu meja begini," tutur Isna. "Isna, duduk dan jangan bahas ini lagi. Kamu sudah dengar keputusan Ayah kemarin." Hayati merasa sangat bersalah dengan pilihan ibunya menjadi biang masalah dalam keluarga Adam. Menoleh pada Rangga yang hanya diam menikmati makan malamnya. "Sayang, duduklah," titah Malika pada Isna. Akhirnya Isna pun duduk, masih memberikan cibiran pada Ha
Rangga menghabiskan malam di kamar Hayati. Memadu kasih dan saling menghamburkan rasa sayang lewat sentuhan dan penyatuan diri. Meski dalam ketidaknyamanan karena kenyataan hubungannya dengan sang Ibu, Hayati tidak mungkin mengabaikan Rangga suaminya.Berusaha memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri, Hayati harus siap tertidur dengan kekhawatiran jika ada yang memergoki Rangga memasuki kamar Hayati.“Pak Rangga,” panggil Hayati sambil menggoyangkan tubuh Rangga agar pria itu terusik dan terbangun.“Pak Rangga,” panggilnya lagi.“Hm.” Rangga malah mengeratkan pelukannya.“Ishh, Pak Rangga ini sudah hampir subuh. Kalau kesiangan nanti ada yang lihat Pak Rangga keluar dari kamar aku, gimana?”“Hm.”“Pak Rangga!”Rangga mengerjapkan matanya, “Morning, Rania sayang,” sapa Rangga lalu membenamkan wajahnya di dada Hayati.“Pak Rangga, bangun. Ini sudah hampir subuh,” ulang Hayati.“Ck, memang kenapa?”Hayati hanya menggelengkan kepalanya karena kesal ternyata Rangga tidak paham dengan ke
“Sudahlah Yah, aku pastikan Aska tidak akan merasa kesepian karena ditinggal Renata. Walaupun aku harus menikah, biarkan aku sendiri yang mengurus hal itu.”Hayati hanya menundukkan wajahnya mendengar jawaban Rangga. Entah apa yang akan terjadi jika para orangtua di sekitar Hayati mengetahui jika Rangga dan Hayati sudah menikah bahkan saat ini Hayati sedang hamil.Malika melihat Hayati dengan raut wajah kesedihannya, bahkan sesekali Rangga juga terlihat mencuri pandang pada Hayati. Sedangkan Layla bersikap konyol dengan merayu menampilkan kepeduliannya pada Harsa di depan Malika dan Rangga, membuat Hayati merasa semakin bersalah.“Aku duluan, Bun,” pamit Rangga yang sudah berdiri.“Bunda, juga mau ke kamar.”“Biar aku antar,” ujar Hayati yang bergegas bangun dan mendorong kursi roda yang diduduki Malika. Malika hanya tersenyum pada Hayati.Rangga mengekor Hayati dan Malika. Rasanya ingin sekali dia memeluk Hayati dari belakang tapi tidak mungkin karena ada Bunda di sana. Keduanya bera
Hayati dan Aska turun dari mobil. Bukan hanya mengantarkan tapi menunggu Aska sampai selesai kegiatan playgroupnya. Semenjak tinggal di kediaman Harsa Adam karena permintaan Ibunya, baru kali ini Hayati menunjukan wajah cerianya. Ternyata bersama Aska benar-benar membuat dunianya kembali ceria.Tapi hal itu tidaklah lama, terutama saat Hayati dan Aska baru saja masuk ke dalam rumah dan berada di ruang keluarga.Hayati terpaku menatap kehadiran seorang wanita diantara Layla dan Malika.“Mamah,” teriak Aska lalu berlari menghampiri wanita yang disebut Mamah. Renata, mantan istri Rangga ada di sana, tersenyum sinis pada Hayati lalu berjongkok sambil membuka kedua tangannya menyambut Aska.“Mamah kangen sekali dengan Aska.”“Aska juga.”Malika tersenyum menyaksikan kebahagiaan cucunya. Renata mengurai pelukannya, “Aska, Mama akan keluar kota dan mau ajak kamu. Gimana?”“Sekolah aku, gimana?”“Papah kamu akan hubungi Ibu Guru untuk izin tidak masuk.”“Papah ikut?”“Hm, sepertinya Papah kam
Hayati berbaring hanya beralaskan karpet, menatap langit-langit kamarnya. Berencana membeli kelengkapan kebutuhannya esok hari, termasuk juga mencari pekerjaan. Kepergiannya dari kediaman Harsa Adam tidak meninggalkan pesan apapun. Merasa bahwa keputusannya saat ini adalah yang terbaik.“Sabar ya sayang, kita pasti bisa melewati ini semua.” Hayati mengusap perutnya yang masih rata. Tidak pernah terbayangkan jika kedatangannya ke Jakarta untuk mencari Ibunya benar-benar merubah hidupnya.Menjadi istri kedua Rama lalu menikah dengan Rangga dan yang paling mengejutkan ketika dia menemukan kenyataan kalau Ibunya adalah istri muda dari mertuanya.Sementara itu di kediaman Harsa Adam.Rangga yang mengetahui jika Hayati tidak ada di rumah bahkan tidak dapat dihubungi juga sebagian pakaiannya tidak ada di lemari membuatnya geram. “Kemana Hayati, mana kontaknya tidak aktif,” keluh Rangga yang berkali-kali menghubungi wanita yang saat ini masih sah sebagai istrinya.“Mungkinkah dia pulang ke a
Rama meminta Hayati kembali berbaring dan beristirahat. “Ceritakan nanti saja, lebih baik kamu rehat.”“Mas Rama, aku nggak enak kalau Mas Rama harus temani disini. Mas Rama boleh pulang, aku bisa mengurus kepulanganku,” ujar Hayati.“Sudahlah, sebaiknya kamu istirahat. Besok pagi dokter akan periksa kondisi kamu, kalau sudah membaik boleh pulang.”“Tapi ….”“Hayati, kalau kamu tidak mengijinkan aku di sini, aku akan hubungi keluargamu atau suamimu,” ancam Rama.“Jangan Mas, iya aku akan istirahat.”Tidak lama, Hayati akhirnya kembali tertidur. Rama menatap Hayati, wajah cantik, lelah dan pucat. Menghela nafasnya mengingat kisahnya dengan Hayati. Dirinya masih merasa bersalah dengan apa yang Hayati alami, harus menikah dan menjadi istri keduanya bahkan Ayahnya meninggal karena kecelakaan dan itupun ulah Rama.***“Habiskan!”“Enggak Mas, perut aku mual,” keluh Hayati lalu menyerahkan mangkuk berisi bubur pada Rama. Selang infus di tangan Hayati sudah dilepas, dokter sudah memperbolehk
"Kamu menikah dengan Rangga?" Hayati menganggukan kepala sambil menundukkan wajahnya.Rama seakan tidak percaya dengan kenyataan siapa sebenarnya suami Hayati. Saat dia memutuskan mengakhiri hubungannya dengan Isna, sempat terbersit keinginan untuk mendekati Hayati. Hayati adalah sosok wanita yang sesuai dengan kriteria seorang istri bagi Rama. Tetapi kenyataannya Hayati sudah menikah dan yang paling mengejutkan adalah Hayati menikah dengan Rangga kakak dari mantan istrinya. "Kamu tidak menikah dalam keadaan terpaksa atau dipaksa bukan?" "Nggak Mas." "Beneran cinta dengan Pak Rangga?”"Awalnya aku tidak mencintai Pak Rangga tapi perlahan cinta itu hadir dan masalahnya pernikahan kami hanya secara agama." "Nah ini, ini yang aku maksud dengan terpaksa. Pak Rangga itu sudah pernah gagal dalam berumah tangga, kalau dia sudah yakin dengan kamu mengapa tidak melegalkan pernikahan kalian?" "Masalahnya rumit. Awalnya kami sepakat secara agama karena harus menjelaskan tentang status aku