"Papa!" teriak Inara saat memeluk sang papa dia senang papanya datang menghampirinya, itu artinya semua urusan sama papa sudah selesai."Kamu jangan sedih ya sayang, semua sudah beres papa sudah memasukkan Zizah ke penjara yang ternyata adalah buronan di sini dulu," ucap Abraham dengan lembut.Jibran menghampiri sang papa. Kemudian, dia ingin berbicara empat mata dengan papanya dan Abraham menyetujui permintaan Putra pertamanya sehingga mereka keluar dari ruang rawat Inara."Sebaiknya uang yang diinginkan oleh tante Zizah berikan saja kepadanya, Jibran tidak masalah jika uang itu diberikan kepadanya, lagipula itu ada hak dia juga malah tidak memiliki hak apapun," ucap Jibran dengan lembut.Sebab, dia tidak ingin lagi adanya orang yang mengusik kedamaian keluarga kecil mereka seperti yang sudah-sudah. Bahkan, mereka juga akan menghampiri keluarga Mikhaela yang berada di luar negeri sebab ini menjelaskan kepergian wanita itu."Ya sudah kamu tenang saja nanti semuanya akan diurus sama pa
Kini keluarga Abram sudah berada di kediaman mereka. Karena, Inara sudah diperbolehkan pulang karena dia tidak mengalami luka berat jadi tidak perlu dirawatnya. "Semuanya saat weekend nanti kita akan pergi ke luar negeri ya, anggap saja sekalian jalan-jalan dan bertemu dengan keluarga ibu sambung kalian," jelas Abraham."Hore, kita jalan-jalan lagi!" ucap ketiga anak Abram secara bersamaan.Mereka sangat bahagia. Karena, akan pergi ke luar negeri untuk berjalan-jalan ya walaupun sekalian ingin menghampiri semua keluarga Mikhaela, tetap mereka bahagia bisa menghabiskan waktu di sana."Mas, apa sebaiknya saya tidak usah pergi saja biar kalian yang pergi takutnya keluarga kak Mikhaela tidak menerima saya, dan menganggap saya ini adalah seorang pelakor," ujar Jihan dengan lirih.Abraham menatap sang istri. Kemudian, dia memegang tangan istrinya dengan lembut dan berkata, "Tidak akan ada orang
Angga dan juga Seem langsung menatap tajam Abraham. Sebab, pria itu mengatakan mereka berdua adu domba di ranjang. Padahal, di sini ada lima remaja yang masih belum mengerti adegan dewasa yang mereka tengah bicarakan."Mas, kamu nih ngomong apa sih malu didengar anak-anak," berisik Jihan sambil mencubit lengan sang suami."Sudah kalian lupakan semua ya, ini orang-orang tua nggak ada akhlak bicara yang bukan-bukan!" tegas Abraham. Padahal, dirinya juga termasuk tetapi ia malah tidak merasa."Padahal dia juga sudah mencemari pikiran anak remaja ini. Tapi, dia tidak ingin mengaku," sindir Seem."Sudahlah tidak usah ribut-ribut lagi, sekarang kita makan malam setelah itu pulang soalnya aku lelah sekali ingin segera beristirahat. Karena, sejak tadi banyak sekali mengurus masalah," ucap Angga dengan bijak.Mereka semua langsung duduk di bangku masing-masing. Kemudian, memakan makanan yang sudah terhidang di meja makan dengan sangat lahap.Selama makan mereka hanya diam tidak ada yang berbic
Tidak terasa hari-hari yang dijalani oleh keluarga Abraham benar-benar sangat membahagiakan. Karena, saat ini mereka sudah sampai di negara asal Mikhaela dan mereka kini tengah di perjalanan menuju rumah kediaman orang tua Mikhaela."Baru kali ini kami berada di sini Papa, ternyata tempatnya begitu indah ya. Tapi kenapa malah bu Mikhaela memilih tinggal di Indonesia?" tanya Inara dengan polos.Abraham menjelaskan jika Mikhaela diusir dari rumah karena tetap ingin menikah dengannya, dan keluarga wanita itu pergi ke negara asal mereka dan meninggalkan Mikhaela sendiri di Indonesia, hal itu juga diketahui oleh Jihan sebab orang tuanya sudah bekerja lama dengan orang tua Mikhaela sejak ia masih kecil."Sekarang kita sudah sampai jangan lupa nanti bila bertemu dengan nenek dan kakek kalian, yang sopan ya anak-anak papa," pesan Abraham kepada ketiga anaknya."Tentu saja Pa kami akan bersikap sopan k
"Menikahlah dengan suamiku! Aku mohon!" Jihan tercengang mendengar sang majikan berucap seperti itu, dia pun menghentikan kegiatannya merapikan kamar majikannya. Kemudian menghampiri wanita cantik tersebut."Kenapa Nyonya berbicara seperti itu?" tanya Jihan sambil menatap wajah pucat Mikhaela dengan dalam."Kamu sudah tahu, aku ini tidak akan bisa memberikan keturunan untuk suamiku. Bahkan lusa rahimku akan diangkat," terang Mikhaela lirih.Jihan terdiam, karena dia tidak pernah bermimpi menjadi istri kedua apa lagi menikah dengan sang majikan. "Aku tidak percaya pada wanita lain Jihan. Aku ingin kau melahirkan anak untuk mas Abraham," tambah Mikhaela.Jihan semakin tercengang mendengar permintaan sang majikan padanya, kemudian dia duduk di samping wanita itu dengan perlahan."Nyonya harus sembuh, karena saya yakin itu! Jangan ucapakan kalimat itu lagi!" pinta Jihan pelan.Mikhaela memegang tangan Jihan, kemudian menangis tersedu-sedu di hadapan wanita itu. Sebab ia tidak akan sangg
Abraham dan Jihan tercengang mendengar permintaan Mikhaela untuk yang kesekian kalinya. Kemudian pria yang memakai kemeja berwarna biru itu memegang tangan sang istri dengan lembut."Sayang, jangan ucapakan hal yang bukan-bukan dulu! Saya ingin kamu sehat dan menjalankan operasi besok, ya!" pinta Abraham dengan sangat lembut.Sedangkan Jihan, hanya diam tidak mengatakan apa-apa. Sebab ia bingung harus bersikap bagaimana saat ini."Mas, apa salahnya menuruti keinginanku? Jika Jihan sudah melahirkan anak, kamu bisa menceraikannya! Jika tidak, maka tidak masalah bagiku. Kamu harus ada yang mengurus, lihatlah aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang!" terang Mikhaela.Abraham bangun, kemudian melirik ke arah Jihan. Sebab memikirkan perasaan wanita itu karena ucapan sang istri tadi."Mikhaela, kamu jangan berpikir seperti itu! Sama saja kamu menggap Jihan sebagai boneka! Bisa diceraikan kapan saja!" Abraham berucap dengan tegas, kemudian bergegas pergi dari sana. Sebab dia ingin
Jihan terdiam, membuat Abraham mencurigai sang istri mendesak Jihan agar mau menikah dengannya. Kemudian ia membawa wanita itu duduk di bangku dengan saling berhadapan. "Apa istriku mendesakmu agar menikah denganku?" tanya Abraham dengan pelan. Jihan diam, karena dia bingung harus menjawab apa. Sebab ia tidak ingin Abraham marah pada Mikhaela yang selalu mendesaknya untuk menikah dengan sang Tuan. Namun, dia juga tidak enak kalau berbohong pada Abraham yang selalu baik padanya. Akan tetapi, untuk kali ini Jihan harus berbohong demi kebaikan sang Nyonya yang masih sakit. "Tidak Tuan, nyonya tidak mengatakan apapun," jawab Jihan pelan. Abraham tidak percaya akan ucapan Jihan, karena dia tahu betul seperti apa sang istri. Namun ia tidak ingin bertanya lebih jauh pada Jihan, sebab saat ini tengah mengkhawatirkan keadaan Mikhaela yang tengah menjalankan operasi. Sedangkan Jihan, memilih pergi dari sana. Sebab ia tidak enak berduaan dengan sang majikan. Ya walaupun mereka tengah
Abraham langsung bangun dari duduknya dan memegang tubuh sang istri. Kemudian dia membawa Mikhaela masuk ke dalam dan dengan perlahan. "Kamu mau ke mana? Ingat! Tubuhmu masih belum pulih betul," ujar Abraham dengan lembut."Maaf Mas, tadi aku ingin melihat apakah kamu sudah pergi atau belum?" jawab Mikhaela pelan. Abraham membantu sang istri tidur kembali ke tempat tidur pasien, kemudian meletakan kembali botol infus ke tempat asal. Setelah itu, dia memegang tangan Mikhaela dengan lembut."Kenapa seperti itu? Bukankah kamu yang minta saya pergi mengantar Jihan tadi, dan kenapa ingin memastikan saya sudah pergi atau belum?" tanya Abraham sambil menatap wajah sang istri.Mikhaela tersenyum dan menjelaskan kenapa dia ingin memastikan sang suami sudah pergi atau belum. Sedangkan Jihan hanya diam di depan pintu melihat kedua majikannya yang terlihat sangat mesra, kemudian ia bergegas pergi dari sana.Jihan berjalan dengan perlahan menuju mobil Abraham sambil terus memikirkan ucapan sang