Pria dan wanita berbeda jenis itu membuang pandangan kesal, keduanya sepakat untuk tidak menyetujui perkataan Tuan Aryan. Terlebih ini soal pernikahan, hal yang sakral, yang tidak bisa dimainkan begitu saja.
Shanaya dan Farraz baru saja bertemu hari ini, dengan gamblang Tuan Aryan malah menjodohkan keduanya. Baik Farraz maupun Shanaya, tidak dengan mudah menyetujui persyaratan ini.Impian semua orang itu menikah dengan seseorang yang dicintai. Shanaya tidak kenal dengan Farraz, begitu juga dengan Farraz. Ia juga terpaksa menuruti permintaan sang Ayah demi mendapatkan warisan, walau sebenarnya dia sudah beristri."Shanaya! Dengarkan Daddy Nak, kau tidak boleh menyetujui persyaratan ini. Lebih baik Daddy di penjara, dari pada harus mengorbakan masa depanmu demi Daddy!" bujuk Pak Amir pada putri semata wayangnya. Pak Amir memegang kedua bahu anaknya, seolah meyakinkan Shanaya agar putrinya menolak.Keputusan Tuan Aryan membuat kaget semua orang. "Tapi Dad ... jika aku menolak, Daddy pasti akan di penjara. Aku tidak mau hal itu terjadi, aku tidak mau Daddy menderita di tempat ini."Hati Pak Amir terenyuh. Demi menyelamatkannya, Shanaya rela melakukan apa saja. Akan tetapi, Pak Amir tidak akan setuju dengan hal itu. Menikah hanya sebuah syarat dan tanpa didasari rasa cinta, Shanaya dan Farraz juga tidak saling mengenal.Dirinya tidak bisa membayangkan, bagaimana rumahtangga putrinya jika disatu atapkan dengan pria dingin dan tegas seperti Farraz. Selama bekerja di Arsawijaya Copration, Pak Amir tahu betul jika Farraz ini memiliki aura yang menyeramkan, membuat siapa saja menciut jika sudah berhadapan dengannya.Ditangkupnya kedua pipi Shanaya yang basar oleh air mata. "Dengar Shana ... Daddy tidak akan setuju jika kau menikah karena menyelamatkan Daddy. Daddy ingin kau menikah dengan pria yang kau cintai, bukan menikah karena paksaan dan perjodohan ini," sanggah Pak Amir.Bahu Shanaya semakin bergetar. Kini, ia dilematis. Antara menyetujui atau menolak. Kenapa ia harus di hadapkan problematika rumit seperti ini?"Aku rela melakukan apa saja demi Daddy, termasuk menikah dengan putranya Pak Aryan. Aku tidak mau melihat Daddy di penjara, aku ingin melihat Daddy bebas dan hidup bahagia di luaran sana, Dad," lirih Shanaya."Hei, dengarkan Daddy ... bukankah kau ingin melanjutkan S2? Daddy akan mencari pekerjaan agar putri Daddy bisa melanjutkan pendidikanmu. Tolak persyaratan itu dan kembalilah ke rumah, Shana," titah Pak Amir.Lelaki bertubuh jangkung itu melayangkan tatapan tajam, karena sepertinya Shanaya akan menyetujui persyaratan ini. Apa ini Tuhan? Kenapa dia harus di hadapkan permasalahan yang tidak diharapakan?Farraz tidak bisa membayangkan, bagaimana hancurnya Grisella ketika mengetahui suaminya menikah lagi. Bukan tanpa alasan Farraz menyetujui, ini demi masa depannya juga.Tuan Aryan melirik satu persatu dua orang berbeda jenis dan umur itu, ia menghembuskan napas panjangnya."Aku tidak akan memaksa. Jika kalian tidak mau pun tidak apa-apa. Kalian akan tahu sendiri apa konsekuensinya jika kalian menolak!" tegas Tuan Aryan, mampu membuat Shanaya dan Farraz semakin bingung.Jika mereka menolak, akan ada konsekuensi yang harus mereka terima. Tetapi jika mengiyakan ... apakah mereka harus menikah atas dasar perjodohan hanya demi memenuhi persyaratan? Takdir macam apa ini Tuhan.Shanaya memberanikan diri melihat ke arah pria yang tidak kalah kesalnya. "A-aku akan menyetujui persyaratan yang Pak Aryan berikan, asalkan Pak Aryan bebaskan Daddy," lirihnya, suaranya bergetar dan nyaris tak terdengar.Farraz semakin tercengang, dia makin murka saja karena Shanaya dengan gamblang menyetujui persyaratan konyol Ayahnya ini."Ck, gadis bodoh! Aku tidak akan setuju menikah lagi!" Setelah mengatakan itu, Farraz memilih untuk pergi dari hadapan mereka. Tanpa mengucap sepatah kata pun dia tidak menghiraukan seruan sang Ayah.Birlah sang putra menolak, toh dia juga sudah memberikan pilihan, soal itu biarkan putranya memilih.***"ARGH! SIALAN!"Di kediamannya, Farraz langsung mengamuk, melampiaskan segala kekesalahannya dengan sikap semena-mena Ayahnya. Awalnya dia setuju, tetapi kenapa rasanya sulit sekali?Dia merasa bersalah pada istrinya itu, andai saja istrinya sadar, mungkin kehadiran Grisella mampu mengobati segala apa yang dirasakan olehnya.Dari kantor polisi, Farraz memang tidak kembali ke kantor. Sudah malas rasanya disutuasi seperti ini disibukkan dengan pekerjaan. Itu hanya membuat pikirannya samakin kacau."BAJINGAN KAU ARYAN! FUCK SIALAN!"Tak bisa menahan amarah yang menghantam dada, Farraz membanting semua barang yang ada disekitarnya dengan amarah memuncak.Dia paling tidak suka jika hidupnya diatur oleh siapa pun, termasuk Ayahnya. Andai saja Ayahnya tidak punya wewenang tertinggi, ia tidak akan jadi pengecut seperti sekarang."Kau sudah bilang pada Ayahmu ini akan patuh dengan permintaanku, kenapa kau malah berubah pikiran? Bukankah gadis yang aku pilihkan gadis cantik dan menarik?" Gerakan tangan Farraz berhenti, saat menyadari jika ada suara pria paruh baya yang sangat ia benci.Farraz membalikkan badan dengan mata merah. "DIAM! KAU TIDAK BERHAK MENGATURKU TUAN ARYAN ARSAWIJAYA!"Tuan Aryan terhenyak, saat Farraz membentaknya dan menatapnya dengan murka.Tuan Aryan mengedikkan bahu tak acuh. "Jika kau tidak setuju, tidak apa-apa. Besok jangan kembali ke kantor, aku akan alihkan tugasmu pada Prayoga dan siap-siap angkat kaki dikeluarga Arsawijaya!" jelas Tuan Aryan.Tangan Farraz mengepal kuat, seoalah ingin malayangkan kepalan tangan itu ke wajah Ayahnya. Jika bukan Ayahnya, sudah ia habisi derik ini juga karena sudah memancing amarahnya."Dari dulu kau memang egois, kau memikirkan diri sendiri tanpa memikirkan orang di sekitarmu, Tuan Aryan. Anda saja jika memilih, aku tidak ingin dilahirkan ke dunia ini. Apalagi mempunyai Ayah sepertimu!" sarkas Farraz.Perkataan sarkas Farraz, tentu saja menyesakkan dada Tuan Aryan. Yang ia lakukan juga demi anaknya, agar punya penerus di masa depan."Tanpa kau perjalas pun Ayahmu ini pria brengsek, Farraz. Ayah tidak bisa menjadi Ayah yang baik untukmu. Dengar Nak ... ada hal yang ingin Ayah katakan, tapi sekarang bukanlah waktu yang tepat. Keputusan Ayah ini bukan semata-mata demi keuntungan pribadi. Ayah ingin kau mempunyai pewaris Arsawijaya di suatu hari. Agar Arsawijaya Copration bertahan dan semakin berkembang," papar Tuan Aryan.Memejamkan mata, Farraz menahan sesak. Sekeras-kerasnya hati Farraz, soal Ayahnya ia pasti akan lemah juga. Apalagi Tuan Aryan adalah orang yang sangat berjasa dalam hidupnya.Tanpa didikan dan kasih sayang Ayahnya, dia tidak akan menjadi sehebat sekarang. Dari dulu sampai sekarang, Ayahnya paling menomer satukan dirinya, hingga sang Ayah berkata jika dirinya putra kebanggaannya."Baiklah, aku akan menyetujui permintaanmu. Asal berikan aku kesempatan untuk mengeluarkan pendapatku," ujar Farraz pada akhirnya."Maaf, Pak. Pak Nick mengatakan jika rapat dipercepat, saya sudah menyiapkan tiket pemberangkatan dua hari lagi," ujar sekretaris Arash mengabarkan perubahan jadwal kerja.Arash hanya bisa mengiyakan saja, tanpa membantah sama sekali. Biarkan saja sang sekretaris yang menghandle urusannya, Arash ingin menghabiskan waktu bersama anak dan istrinya sebelum pemberangkatan.Ia memasukkan ponsel ke dalam saku celana, kemudian kembali ke dalam kamar. Sengaja menghindar, agar Shiena tidak mendengar obrolan ini.Bisa-bisa Shiena bertambah marah saat tahu jadwal dipercepat. Shiena selesai menidurkan Keivandra, perempuan itu tampak kelelahan karena menyusui seharian."Kapan kau berangkat, Mas?" tanya Shiena, perlahan menarik puting payudaranya agar terlepas dari mulut Keivandra.Ditanyai seperti itu, Arash diam sejenak. "Tadi sekretarisku menghubungi."Wajah Shiena mendongak, menatap suaminya. "Terus kapan?""Ternyata jadwal dipercepat, aku akan melakukan pemberangkatan tiga hari lagi," kata Ara
Akira menunggu seseorang untuk menjemputnya. Gadis kecil itu sedang duduk di kursi depan sekolah seorang diri. Karena temannya yang lain sudah ada yang pulang, hanya menyisa beberapa saja dari mereka.Entah ke mana kedua orang tuanya, sampai sekarang belum menjemput. Akira hanya bisa mengerucutkan bibir kesal, luka di kakinya membuat dirinya sakit saat berjalan."Mommy dan Daddy ke mana, sih? Kok lama banget!" gerutu Akira.Dari arah gerbang sana, terlihat seorang dewasa yang melihat ke arah Akira yang sendirian di sana. Tidak tega membiarkannya, wanita tersebut lantas menghampiri."Boleh nggak Tante ikut duduk?" tanya wanita asing itu. Dia memiliki paras cantik, membuat Akira jadi mencuri-curi pandang ke arahnya.Akira jadi teringat nasihat kedua orang tuanya untuk tidak mudah dekat dengan orang asing. Dengan cepat ia menggeser tubuh untuk menjauh.Heran karena Akira tiba-tiba menjaga jarak, wanita tersebut hanya bisa terkekeh pelan."Jangan takut, Tante bukan orang jahat kok. Tante
Shiena kembali ke rumah dengan kegundahan di hatinya. Panggilan dari Arash saja tidak ia dengarkan, ia masih tidak menyangka akan hamil anak ke tiga.Arash berlari untuk mengimbangi langkah Shiena yang sudah menjauh ke dalam sana."Sayang, tunggu aku!" teriak Arash terus memanggil-manggil.Namun nihil, Shiena bahkan tidak mempedulikannya dan tetap berjalan menaiki tangga.Shanaya dan Farraz yang sedang mengasuh Keivandra pun melirik ke arah anaknya yang mengajar istrinya."Ada apa, Nak?" tanya Shanaya menghentikan langkah Arash.Napas Arash tersengal-sengal, ia menetralkan degup jantungnya yang tak karuan. Kemudian menghampiri mereka."Entah ... Shiena marah karena tahu dia sedang hamil," kata Arash.Sepasang mata Shanaya dan Farraz membola, terkejut mendengar kabar bahwa menantunya sedang mengandung lagi.Yang membuat kaget, anak mereka saja yang kedua baru berusia beberapa bulan."Ya sudah. Kau bujuk saja istrimu, lain kali pakai pengaman kalau mau berhubungan. Atau kalau perlu puas
Pagi ini, Shiena dan Arash dengan kompak mau mengantarkan Akira ke sekolahnya. Kebetulan juga, letak TK tak begitu jauh dari rumah.Arash juga sedang tidak terlalu sibuk, sehingga ia bisa bersantai. Toh, selagi ada waktu sebelum masuk jam kerja."Kalian mau nganter Rara?" tanya Shanaya. Lebih sering tinggal di sini, sekalian membantu Shiena mengurus anak-anak.Sementara Raisa dan Mark, mereka tinggal di luar negri dan pulang hanya sebulan sekali. Beruntung ada Shanaya, bisa membantu Shiena.Karena Akira ini memang susah dekat dengan orang, dulu pernah menyewa babysitter tetapi tak berlangsung lama."Iya, Mom. Rara ingin kami yang mengantar," jawab Shiena. Wajahnya masih terlihat lelah, Shanaya tahu itu."Oh ya sudah, Kevan bersama Mommy saja. Kalian pergilah." Shanaya mengambil alih Keivandra dalam gendongan menantunya. "Kalian tidak mau sarapan?"Arash melirik pada Shiena yang masih merasakan kantuk. "Mau sarapan dulu?"Kepala Shiena menggeleng, dia tidak selera makan, bawaanya mulai
"Nghhh, Masshh.""Ahh, Mas!""Kevan nangis tuh!"Di bawah kuasa suaminya, Shiena menahan desahan agar tak keluar saat Arash masiu masih sibuk meliuk-liukkan tubuhnya di atasnya.Suara tangisan bayi, membuat aktivitas dua insan itu terhenti dan melepaskan diri dengan peluh keringat membasahi."Cup, cup. Anak Mama jangan nangis, Nak," bisik Shiena, sembari menyusui anak bungsunya yang langsung tenang.Satu tahun sudah berlalu. Kehidupan rumah tangga Shiena dan Arash sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Mereka juga semakin harmonis, hanya ada cekcok biasa saja.Kini keduanya sudah dikaruniai seorang anak perempuan dan laki-laki. Anak bungsu mereka diberinama Keivandra Asrawijaya. Kini usianya sudah memasuki 3 bulan.Akira juga sudah tumbuh dewasa, bahkan sudah masuk TK. Kehidupan mereka tampak lebih bahagia dengan kehadiran anak-anak mereka."Kevan udah tidur lho, Sayang," bisik Arash, menunggu dengan sabar Shiena yang sedang menidurkan si bungsu.Shiena memutar bola mata malas, Arash
Shiena merasa penasaran, karena Arash memilih beberapa pakaian di dalam lemari bajunya. Dia bilang, katanya ingin mengajaknya makan malam bersama yang lainnya.Pasalnya Arash bilang secara mendadak, tidak merencanakan dari awal jika memang ada acara seperti ini."Tumben sekali tidak memberitahuku dari awal kalau akan makan, kenapa mendadak sekali?" tanya Shiena, pasrah saja saat Arash memilah baju yang cocok untuk istrinya.Meresponnya, Arash hanya menerbitkan senyum saja. "Tidak mendadak, Sayang. Aku hanya lupa menyampaikannya," elaknya.Padahal hari ini Arash berencana untuk mengajak istrinya bertemu dengan ayah biologisnya, sesuai rencana yang mereka susun sebelumnya.Tentun tanpa sepengetahuan Shiena, agar menjadi kejutan nantinya."Mangkannya jangan bahas ranjang mulu yang dipikiranmu, jadinya lupa seperti itu," cibir Shiena.Mau bagaimana lagi, urusan ranjang sudah menjadi kebutuhan biologisnya."Ssstt, diam saja, Sayang. Bibirmu ingin kusumpal agar bisa diam?" ancam Arash, dian
Meskipun ada keraguan di hati Raisa untuk menerima kehadiran Mark, dia menyuruh pria bule itu masuk ke dalam rumahnya karena ingin menjelaskan sesuatu padanya.Mereka duduk di kursi yang berbeda, dengan posisi berhadapan dan dilingkupi kegugupan. Mark terus menilik Raisa yang tetap cantik di usianya, sedangkan Raisa lebih banyak diam dan menunduk.Mark menerbitkan senyum hangat, bisa bertemu dengan Raisa setelah sekian tahun berpisah. "Kau tidak jauh beda, kau tetap cantik, Sa," puji Mark.Bulu mata Raisa mengerjap-ngejrap, menormalkan degup jantungnya seolah akan gempa. "Ah, ya—maksudku tidak juga. Aku tetaplah wanita tua. Cepat jelaskan yang ingin kau katakan padaku."Kekehan kecil terdengar, Mark masih ingin memeluk tubuh Raisa dalam waktu yang lama. Selama masa penantian dirinya mencari Raisa hingga bisa bertemu dengannya."Tidak ingin melepas rindu dulu?" kekeh Mark, menggoda mantan kekasihnya yang mulai merona akibat ulahnya.Sadar jika kini bukan lagi anak muda, yang akan luluh
Mobil yang mereka kendarai sudah tiba di pekarangan rumah besar dan mewah, yang lain dan tak bukan adalah rumah milik Raisa. Semenjak tahu dia adalah ibunya Shiena, Shiena sudah beberapa kali datang dan menginap, menemani Raisa yang tinggal sendirian.Dikabari Shiena akan datang ke rumah, Raisa mengosongkan jadwalnya untuk menyambung anak, menantu dan cucunya hari ini. Di depan terasa, terlihat seorang wanita paruh baya tampak antusias dengan kedangan mereka.Raisa melambaikan tangan, saat Akira menyapa neneknya terlebih dulu. "Nenek Isa!" sapa Akira kepada neneknya yang awet muda dan tampil cantik, tak jauh beda dengan Shanaya."Cucu Nenek Isa cantik sekali, kau benar-benar mirip Daddy-mu."Mereka bersalaman dan berpelukan, masuk ke dalam rumah dan lanjut mengobrol."Menginaplah dulu, Mama merindukanmu, Sayang," pinta Raisa pada putri semata wayangnya.Tidak ada jarak dan rasa sungkan bagi keduanya, mereka semakin dekat seperti anak dan ibu pada umumnya."Nanti aku datang lagi, Ma.
Senang mendengar kabar kehamilan Shiena yang kedua, pasalnya ini yang diinginkan Arash sejak lama. Siapa sangka, jika Shiena membeberkan berita bahagia ini.Hatinya terus bersyukur, karena kebahagiaannya terkabul satu persatu. Shiena ikut menangis bahagia, bisa mewujudkan keinginan Arash dan juga Akira."Selamat ulang tahun, Mas. Ini hadiah ulang tahun untukmu. Semoga kau suka," ucap Shiena, menunjukkan testpack bergaris dua pada suami.Arash melihat hasilnya. Benar, Shiena tengah positif hamil. Benar-benar membahagiakan, hadiah terindah yang Arash dapatkan."Terima kasih, aku sangat senang, Sayang," ungkap Arash, tidak membiarkan pelukan itu terlepas begitu saja.Di umurnya yang menginjak 28 tahun, dia sudah menjadi seorang ayah dari 2 anak. Ditambah istrinya masih sangat muda, bisa dibayangkan, jika mereka memiliki banyak anak nantinya."Aku gugup sekali, saat ingin memberitahumu. Aku baru ingat ulang tahunmu sebentar lagi. Jadi ... aku berpikir, menghadiahkan ini."Dua insan yang t