Singkatnya, Danila dan Hugo telah tiba di kediaman rumah keluarga Danila. Helikopter milik Hugo mendarat tepat disamping halamannya.
“Ingat, jangan pernah katakan apapun pada kedua orang tuamu. Kalau kau ingin keluargamu tetap hidup baik-baik saja,” ujar Hugo menggertak Danila. Helaan napas terdengar keluar dari dalam mulutnya, ia tak menyangka bahwa Hugo akan sekejam itu. Dengan anggukan kepala, Danila menuruti perintahnya.Danila dan Hugo keluar secara bersamaan. Keduanya rupanya langsung disambut hangat oleh orang tua Danila. Yang tidak akan pernah tahu hubungan diantara putri dan calon menantunya sebenarnya seperti apa dan bagaimana.“Ayah, Ibu?” gumam Danila ketika pandangannya melihat kedua orang tuanya sudah berdiri di ambang pintu rumahnya. Menyambut kedatangan mereka berdua.“Danila, kau tidak berkata apapun pada Ayah sebelumnya? Kalau Tuan Hugo akan datang ke rumah kita,” ucap ayah Danila menanyakan itu pada putrinya.“Aku ... Tuan Hugo yang tiba-tiba datang menjemputku ke sekolah, Ayah.” Danila berkata yang sebenarnya.Guratan senyum terpancar keluar dari wajah kedua orang tua Danila. Mereka tampaknya begitu senang dengan kedatangan Hugo ke sini. Tapi Danila sama sekali tak berpikir demikian. Hatinya sedang terombang-ambing pada pilihan yang tidak dia inginkan.Menikah dengan Hugo, pria arogan bukan kemauannya. Tapi semua ini harus Danila lakukan, agar kedua orang tuanya tidak merasakan penderitaan. Atas kebengisan Hugo yang kejam.“Tuan Hugo, mari masuk ke dalam. Pelayan akan membawakan beberapa jamuan untuk Tuan. Ayo, silakan,” titah ayah Danila pada Hugo. Pria itu lantas mengangguk mengiyakan.“Aku akan langsung masuk ke dalam kamar,” ucap Danila tiba-tiba. Saat mereka semua tiba didalam ruang keluarga.“Danila, apa Ibu mendidikmu dengan sikap begitu? Tuan Hugo baru saja tiba di sini. Seharusnya kamu mengajaknya berbicara sedikit,” celetuk sang ibunda pada Danila.“Aku sudah berbicara padanya. Ibu dan Ayah tak perlu khawatir. Aku sangat lelah, kumohon jangan ganggu aku.” Danila terus berjalan menaiki tangga menuju kamarnya yang berada dilantai dua.Hugo menatap sekilas ke arahnya. Namun langsung beralih memperhatikan ke sekitar ruangan ini. Seorang pelayan tiba-tiba datang membawakan teh dan camilan untuknya.“Eee ... begini, Tuan Hugo. Mengenai pernikahan Danila dan ...,” perkataan ayahnya Danila langsung terpotong. Sebab Hugo langsung menyanggah ucapannya. Sebelah tangan Hugo terangkat ke atasz bermaksud untuk menghentikan pembicaraan calon ayah mertuanya.“Aku dan Danila sudah membicarakan tentang itu. Anda tidak perlu mencemaskannya. Pernikahan akan digelar Rabu lusa. Danila juga sudah mencoba gaun pengantinnya,” tutur Hugo membalas perkataan ayahnya Danila.Wajah tegang kedua orang tua Danila lantas beringsut semringah. Mereka tampak tidak menyangka bahwa putri semata wayang mereka benar-benar menyetujui keinginan itu. Untuk menikah dengan Tuan Hugo.Di sisi lain, Danila sibuk memikirkan cara untuk putus hubungan dengan kekasihnya Bagas. Dia tidak bisa menggantungkan lelaki itu seterusnya. Bolak-balik Danila berjalan memutari kamarnya. Seraya memegangi ponsel miliknya.“Duh, bagaimana ini? Aku bingung,” tutur Danila kebingungan. Sampai akhirnya, terdengar suara lonceng bel rumahnya berbunyi.Sepertinya ada tamu yang datang. Danila sontak langsung berjalan mendekati ke arah jendela kamarnya. Melihat siapa tamu itu. Sebab jendela kamar Danila begitu dekat dengan pintu masuk rumahnya. Kedua mata Danila membulat lebar. Ia terperanjat tidak menyangka. Bahwa tamu itu adalah Bagas, kekasihnya.“Bagas? A-apa yang harus kulakukan sekarang? Hugo si pria bermulut tajam itu pasti masih berada di ruang keluarga tadi, kan? Bagaimana kalau Ayah mengusirnya dari sini?” ujar Danila panik.Tok tok tok!“Non, diluar ada tamu yang mencari Nona Danila,” panggil seorang pelayan tiba-tiba dari luar pintu kamar Danila seraya mengetuk pintu itu.Kriek!Danila membuka pintu kamarnya. Wajahnya celingukan melihat ke arah kanan dan kiri. Helaan napas terdengar panjang, keluar dari dalam mulutnya. Danila merapikan bajunya yang agak berantakan. Kemudian....“Apa Tuan Hugo masih ada dibawah sana?” tanya Danila memastikan bahwa orang itu benar-benar sudah pergi atau tidak.“Masih, Non. Tuan Hugo sedang berbicara dengan Tuan besar, tapi sepertinya penting.”“Bibi jangan bilang kalau tamu itu Bagas, ya. Bilang saja tidak ada yang datang. Atau ... k-kucing! Ya, kucing tidak sengaja menekan tombol belnya diluar.” Danila tampak sudah kehabisan ide untuk berdalih pada orang rumah. Termasuk pada tuan Hugo.“T-tapi Non ...,” balas pelayan itu menggantung. Sebab suara ayahnya Danila berteriak memanggilnya dengan tiba-tiba.Betapa terkejutnya Danila, ia tidak bisa berkutik lagi sekarang. Ayahnya pasti akan langsung mengusir Bagas keluar. Buru-buru Danila berlarian menuruni anak tangga itu ke bawah sana. Danila menepis semua rasa takutnya pada ayahnya dan Hugo. Yang terpenting ialah sekarang, Danila bisa memutuskan Bagas dengan cara baik-baik. Agar kelak takkan ada permusuhan atau pula dendam diantara keduanya.“Kau! Mau apa lagi kau datang kemari? Danila akan menikah Rabu lusa. Sebaiknya kau pergi saja dari rumahku,” gertak ayahnya Danila mengusir Bagas. Suaranya terdengar menggelegar sampai ke telinga Danila. Dengan napas tergesa-gesa, Danila akhirnya tiba didepan pintu itu.“Ayah, tunggu! Tolong biarkan aku berbicara dengan Bagas sebentar!” pinta Danila menghentikan ayahnya yang mengusir Bagas dari sana. Hugo juga ada di sana rupanya. Ya, pria itu sekarang sedang melihat adegan drama putus cinta antara Danila dan Bagas.He, kau senang kan? Tuan Hugo yang menyebalkan.“Lima menit, Ayah beri kau waktu lima menit untuk berbicara padanya. Ingat, setelah itu tidak ada lagi obrolan selanjutnya! Kau ingatlah dengan pernikahanmu yang akan digelar Rabu lusa. Jangan kecewakan Ayahmu, Danila.”Danila terdiam kaku beberapa saat.Pandangan Danila menatap ke arah Bagas, lalu beralih pada Hugo. Pria dingin itu tampak tidak berkata apapun. Namun Bagas, wajahnya begitu kelihatan kusut. Sudah bisa ditebak, Bagas datang ke sini pasti ingin protes bahwa dirinya tak mau mengakhiri hubungannya dengan Danila. Oleh sebabnya dia rela jauh-jauh datang ke sini.Hanya demi mendapatkan kesempatan untuk mempertahankan hubungannya dengan Danila."Ya, Ayah." Danila menjawab lemah. Ayahnya lantas pergi masuk ke dalam, diikuti juga oleh Hugo. Yang berjalan mengekor dibelakangnya.Danila langsung menarik lengan Bagas. Mengajaknya berbicara di taman halaman sebelah rumahnya. Kedua mata Danila melihat ke sekelilingnya, memperhatikan situasi. Apakah sudah benar aman atau tidak sekarang?"Danila, kamu benaran mau menikah dengan pria itu? Dia kan, orang yang akan jadi Suamimu?" ujar Bagas bertanya. Spontan Danila menjawab dengan anggukan pelan. Pandangannya tertunduk diam ke bawah."Sebaiknya kita akhiri saja hubungan ini, Bagas. Aku tidak ingin membuat Ayahku marah dan berurusan dengan Tuan Hugo karena keegoisanku semata. Kau bisa mendapatkan wanita yang kau inginkan. Kita pu ...," celoteh Danila terpotong. Bagas langsung membungkamnya dengan sentuhan jari jemarinya menahan Danila agar menghentikan ucapannya."Aku tidak mau putus, Danila. Apa tidak ada jalan lain selain kata putus? Kau bilang kau akan menuruti kemauanku, kan? Kita sebaiknya kabur saja dari kota ini. Atau pula ke Luar Negeri. Aku tak ingin berjauhan darimu, Danila. Kumohon, beri aku kesempatan," tutur Bagas dengan mata berkaca-kaca.Danila terdiam tak berkata apapun. Helaan napas terdengar panjang keluar dari dalam mulutnya. Sesaat, ia lantas mengerjapkan kedua matanya. Danila tampaknya tidak bisa berbuat apapun selain menuruti perintah ayahnya dan Hugo.GREP!Tiba-tiba Bagas mendekapnya. Kedua bola mata Danila melebar. Pupilnya bergetar disertai degupan jantung yang berdebar hebat sekarang. Tanpa sadar, keduanya tengah diperhatikan oleh sepasang mata dari arah belakang.Dan orang yang memperhatikan mereka ialah, Hugo.Memaafkan adalah perjalanan melalui lorong kepedihan yang dalam, dan melupakan seperti menelan pahitnya pil kesalahan yang terus menghantui. Dalam redupnya hati, memaafkan terasa seperti mencari cahaya di tengah malam, sementara melupakan adalah luka yang tak pernah lekas sembuh, merajut kisah kesedihan."Jika dipikir-pikir lagi, seharusnya aku sudah benar-benar berpisah dari pria ini. Lantas apa yang terjadi sekarang? Begitu mudahnya dia memaksaku untuk menerimanya kembali sementara semua luka yang pernah dia goreskan untukku masih menyisakannya," tutur Danila dalam hati sedu. Raut wajahnya langsung berubah begitu saja. Namun Hugo menyadari akan hal itu."Ada apa denganmu?" tanya Hugo seolah tak pernah melakukan kesalahan untuknya. Danila menggeleng pelan dan menjauhkan tubuhnya sedikit dari pria itu. "Tak ada apa-apa. Aku hanya ingin beristirahat saja." Danila beralasan. Walau sebenarnya dia masih berduka atas kejadian lalu. Jika diingat lagi, tak mudah baginya untuk melawan semua
Dokter pribadi keluarga Danila tiba di kediaman rumahnya. Seorang pria muda berwajah tampan rupawan yang memakai jas putih ala kedokteran, memasuki diri ke dalam kamar sana. Diikuti oleh kepala pelayan yang bertugas untuk mengantarkannya sampai menemui nona rumah.Tok! Tok! Tok!"Nona muda, dokter pribadinya sudah datang. Apakah beliau boleh masuk sekarang?" teriak sang pelayan wanita itu didepan pintu kamar Danila."Masuk saja. Pintunya tidak dikunci," sahut dari dalam. Terdengar suara bariton khas pria dewasa. Itu pasti Hugo. Ya, ya, ya. Serigala satu ini memang terdengar cukup seksi, suaranya. Eh.Kriek!Pintu kamar terbuka lebar. Terlihat, Danila tengah berbaring diatas ranjang sana dengan tubuh yang tertutupi oleh selimut tebal dari ujung leher hingga kaki. Dokter itu terdengar menghela napas panjang. Lalu mendekati ke arah Danila dan Hugo berada. "Apa keluhan Anda, Nona?" tanya dokter itu pada Danila seraya mengeluarkan alat-alat dari dalam tasnya. Danila justru terdiam sambil
"Selamat pagi, Tuan Hugo! Aku minta maaf karena hanya baju itu yang bisa kuberikan pada Anda, Tuan. Itu adalah baju terbagus yang tak pernah saya gunakan selama ini didalam lemari," tutur ayah mertua pada Hugo. Pria itu tak memberikan reaksi apapun, hanya mengerjapkan kedua matanya sejenak. Danila tiba-tiba menggenggam erat jari jemarinya dibawah sana. Yang kini keduanya tengah duduk bersebelahan di ruang makan ini sekarang."Ayah, tapi bajunya sedikit kebesaran," gumam Danila merasa tidak enak hati dengan Hugo. Sang ayah langsung mengubah ekspresi wajahnya. Tampaknya, beliau takut jika Tuan Hugo tak menyukainya."B-benarkah? K-kalau begitu Ayah akan berikan lagi yang baru."Hugo lantas menoleh dan menatap dalam Danila sambil mengeratkan genggaman tangannya. "Tidak perlu. Ini sudah cukup untukku. Terimakasih, Ayah mertua." Hugo berkata dingin. Yeah, pria itu memang selalu begitu, kan. Menampilkan ekspresi wajah dinginnya. "T-tidak ... akulah yang seharusnya berterimakasih pada Tuan
Tok! Tok! Tok!Suara pintu kamar Danila diketuk dari arah luar. Wanita itu mencoba beranjak bangun untuk membukakan pintunya. Namun Hugo langsung menepisnya. "Aku saja yang membukanya," katanya seraya berjalan ke sana.Kriek!"Tuan Hugo, m-maaf ... i-ini ... saya hanya mengantarkan baju ini untuk Nona muda. Tuan besar memintaku agar membawakannya ke sini," ujar seorang pelayan wanita berkata gugup padanya. suaranya tampak terdengar gemetar ketakutan.Serigala satu itu memang senang membuat orang lain ketakutan. Dasar mengesalkan!"Terima kasih. Katakan pada Ayah mertuaku, aku menyukai bajunya," ucap Hugo membalasnya. Pelayan itu mengangguk paham sambil membungkukkan sedikit bahunya."B-baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi pergi." Hugo mengibaskan tangannya ke arah pelayan itu. "Ayah sudah mengirimkannya?" tanya Danila yang saat ini tengah berada diatas ranjang sana. Bermain dengan Dilan sembari menyusuinya."Ya. Aku akan memakainya." Danila mengangguk mengiyakan.Hugo lantas memasu
GREP!Pelukan Danila langsung mengubah suasana hati Hugo dalam sekejap mata. Pria itu berubah kaku dan terdiam ditempatnya. Detik kemudian, Hugo berbalik badan menghadapnya. Keduanya lantas tampak saling pandang sekarang. Cup!Hugo mengecup lembut bibir ranum Danila setelah menatap matanya agak lama. Perasaan aneh yang tumbuh didalam hati Danila. Yang sebenarnya benci, namun enggan melupakannya apalagi menjauhkan dirinya dari pria itu."Kau menikmati ciumanku. Apa itu berarti aku diberikan kesempatan?" ucap Hugo tanpa melepaskan aktivitasnya. Danila tak berkata apa-apa. Wanita itu terdiam kaku dan mempererat pelukannya."Huh ... hah!" deru napas Danila memburu. Setelah melepaskan ciumannya dari Hugo tadi."Bukankah Tuan sudah tahu apa jawabannya? Kenapa masih berta..." tutur Danila langsung terpotong sebab Hugo kembali membungkam bibirnya dengan ciuman. Namun kali ini agak kasar. Hingga menimbulkan beberapa tanda kissmark dibagian leher jenjangnya."Jangan memanggilku dengan sebutan i
"Beri aku waktu untuk memikirkannya," ujar Danila seraya menjauhkan dirinya dari Hugo. Pria itu menatapnya nanar sesaat, lalu mengembuskan napasnya yang terdengar cukup berat."Baiklah. Aku tunggu jawabanmu besok pagi." Danila lantas membelalakkan matanya lebar-lebar. "Aku tidak suka menunggu lama," lanjutnya lagi berkata. Danila mengembuskan napasnya panjang. "Dilan membutuhkanku. Kalau begitu aku pergi," kata Danila sambil membuka pintu mobilnya. Namun Hugo tiba-tiba berkata...."Haga selalu menunggu kedatanganmu. Dia bilang ... merindukan Bundanya," gumam Hugo dengan suara pelan. Bahkan hampir tak terdengar jelas ditelinga Danila. "A-apa?" ucap Danila berbalik tanya. Hugo lantas melengos dan mulai menyalakan mesin mobilnya."Pergilah. Dia pasti lebih membutuhkanmu," kilah Hugo mengganti topik. Danila terdiam beberapa saat. Lalu mengangguk mengiyakan."Aku pergi." Hugo tak membalasnya. Namun raut wajahnya tampak berubah memerah sekarang.Hei, hei, hei! Lihat itu, serigala gila ini