“Keluarga Januarta sangat berpengaruh di Ibu kota!”
"Benar. Keluarga Januartha juga sangat menyayangi Nyonya Indri sebagai menantu perempuan satu-satunya di generasi ke-3. Entah apa yang akan terjadi jika mereka tahu dia terluka." Bak tertimpa tangga setelah terjatuh. Itulah yang dirasakan Salsa kala mendengar itu dari salah satu kru. Mengapa kemalangan terus-menerus menimpa dirinya? Kali ini, Salsa bahkan harus berurusan dengan keluarga yang memiliki uang dan kuasa. Pun kabur, Salsa tak bisa. Mana mungkin dia meninggalkan adiknya? Kriet! Pintu ruang rawat inap VVIP itu terbuka. Salsa pun masuk ke dalam sana dan disambut tatapan tajam wanita yang tadi pagi berteriak. "Kok, bisa-bisanya kamu tidur di sana?” omelnya seketika, “Gara-gara kamu, saya jadi kesandung, cidera, dan gagal pemotretan hari ini! Membuat saya terlihat tidak profesional." "Maaf, Nyonya--" "Maaf saja tidak cukup," potong Indri seketika, "kamu harus mengganti rugi biaya rumah sakit dan kontrak kerja saya yang gagal!" Seketika, wanita itu memberikan tagihan rumah sakitnya. Tangan Salsa sontak bergetar kala melihat nominal yang tertera di sana. 300 juta rupiah? Seumur hidup, Salsa bahkan tak pernah memiliki uang sebanyak itu! Batin Salsa benar-benar menjerit keras karena merasa tidak sanggup menghadapi tantangan hidup ini. "Maaf, Nyonya, tapi saya tidak punya uang sebanyak itu…." ucap Salsa gemetar, "Saya mohon berikan waktu, saya akan berusaha—" Sayangnya, ucapan gadis itu justru terpotong oleh Indri. "Ck! Saya tidak peduli! Kamu harus ganti kerugian saya!" "Kamu sudah membuat saya cedera dan–" Indri terdiam sejenak sambil melihat wanita yang ada di hadapannya itu. Dengan sepatu butut dan rambut yang dikuncir kuda, Salsa tidak cantik ataupun menarik di mata Indri. Seolah ini adalah jawaban dari kendalanya selama ini. "Tunggu! Kamu bilang kamu tidak punya uang, kan?" tanyanya mendadak pada Salsa yang menggelengkan kepalanya dengan ragu. Namun, gadis itu bingung kala senyum di bibir Indri mendadak mengembang. "Kalau gitu, kamu bisa membayar dengan rahimmu!" ujar Indri, "Lahirkan anak untuk saya dan suami saya. Maka, utangmu lunas. Kamu bahkan akan memberikan uang kompensasi nanti!" Hah?! Salsa jelas langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat–menolak penawaran konyol itu. "Nyonya, apakah tidak ada cara lain untuk melunasinya? Seperti menjadi pembantu Anda saja tanpa dibayar dalam jangka waktu yang kita sepakati," tawar Salsa seketika. “Ck! Saya sudah punya banyak pembantu yang profesional di rumah. Tidak butuh tambahan.” “Tapi, Nyonya–” “Sudahlah! Kalau kamu gak mau gapapa. Tapi, saya pastikan kamu akan masuk penjara!" Salsa terdiam. Dia jelas ketakutan dengan ancaman tersebut. Tapi, tidak mungkin juga melahirkan anak dari suami wanita yang ada di hadapannya itu, kan? Sayangnya, keterdiaman gadis itu, ternyata membuat Indri tidak sabar. Wanita itu mendadak mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang di hadapan Salsa. "Halo, kantor polisi? Saya akan melaporkan seseorang yang telah mencelakai saya." “...” "Sekarang saya ada di rumah sakit. Silakan tangkap pelakunya." Salsa tak tahu apa yang mereka bicarakan, tetapi tatapan sinis Indri membuatnya semakin ketakutan. Polisi? Siapa yang dapat menolongnya? Tidak ada selain dirinya sendiri. Bayangan wajah Dara pun kini muncul di benak Salsa. Jika dia dipenjara, bagaimana nasib adiknya? Siapa yang akan membiayai sekolah Dara? "Iya. Saya mau dia dipenjara dalam waktu yang lama." Ucapan Indri membuat Salsa semakin tertekan. Apakah benar-benar tidak ada jalan lain? "Nyonya, saya …” Menahan gejolak di dada, Salsa menarik napas panjang, “Setuju." “Benarkah?” Indri seketika tampak tersenyum mendengar jawaban Salsa. Meski masih bingung dengan perubahan ekspresi Indri, Salsa hanya bisa mengangguk. "Keputusan yang bagus!" Dengan cepat, Indri pun menghubungi polisi tadi– membatalkan laporannya. Salsa sontak menghela napas. Sekarang, haruskah ia merasa bersyukur karena tidak dipolisikan oleh wanita asing di hadapannya ini? Jujur, Salsa seperti sebuah jalan masuk menuju neraka yang jauh lebih menyeramkan. Masalahnya tidak selesai, hanya berganti menjadi masalah yang lainnya. Tapi, apa daya? Kenyataannya, uang sangat berkuasa. Wanita miskin seperti Salsa harus patuh pada keadaan yang mencekiknya. ‘Ini demi masa depan Dara,’ batin Salsa menguatkan diri. "Oh iya, kau benar-benar tak punya tempat tinggal?" tanya Nyonya Indri tiba-tiba. Meski bingung dengan pertanyaan itu, Salsa pun mengangguk. "Iya, Nyonya." "Ck! Sesuailah dengan wajahmu yang tampak dari kalangan bawah," ejek Indri. "Well … karena aku baik hati dan menepati janji, kau nanti bukan hanya mendapatkan uang. Tapi, juga saya akan memberikan tempat tinggal," imbuhnya lagi, “luar biasa, kan?” “Te–terima kasih, Nyonya.” Ragu, Salsa berterima kasih. Ditahannya gejolak di dada saat ini. Namun, ucapan Indri lagi-lagi membuatnya terkejut. "Satu lagi, suamiku sedikit kolot dan tidak akan mau melakukan hubungan intim tanpa ada ikatan pernikahan. Jadi, kau akan menikah dengan suamiku sampai melahirkan seorang anak laki-laki!" ucap Indri membuat gadis itu tersadar dari lamunan. "Maaf, Nyonya. Tapi, apa suami Anda tahu perihal pernikahan ini? Lalu, bagaimana jika saya melahirkan anak perempuan?" Wajah Indri seketika berubah menjadi dingin seolah ingin menghabisi Salsa saat ini juga. "Soal suamiku, biar kuurus. Yang harus kau lakukan hanyalah memikirkan cara melahirkan anak laki-laki!" "Kau paham?" bentak Indri. "Iya, Nyonya." Salsa mengangguk karena takut pada kemarahan Indri. "Bagus! Ingat, Salsa. Kau harus tahu aturan mainnya," sinis Indri, "Kau tinggal di rumah kami dan semua orang hanya tahu kau adalah pembantu, terutama keluarga besar keluarga Januartha!" "Tapi, Nyonya–” “Apalagi sih?!” bentak Indri memotong ucapan Salsa. Gadis itu meremas jemarinya, takut. Tapi, dia harus mengatakannya! “Maaf. Saya tidak bisa tinggal sepenuhnya di rumah Anda. Saya punya seorang adik," jelasnya dengan suara pelan. Tiba-tiba saja Indri tertawa. "Tidak masalah! Adikmu bisa tinggal di tempat terpisah. Yang jelas, orang-orang hanya boleh tahu kau hanya pembantuku! Paham?" Meski berat, lagi-lagi, Salsa mengangguk. "Baiklah, Nyonya." "Oke! Kau boleh pergi sekarang. Tapi, jangan coba-coba untuk melarikan diri!" "Sekali kau melakukannya, aku akan mencarimu dan memastikan kau tak akan baik-baik saja. Paham?!" ancam Indri. Salsa pun mengangguk kemudian pergi sesuai dengan perintah Indri. Setelahnya, semua terasa begitu cepat. Mulai proses kontrak, penandatanganan, hingga pernikahan. Hari ini, Salsa sudah menemukan dirinya sudah menikah dengan suami Indri yang wajahnya baru pertama kali ia lihat. Raka Januartha. Pria tampan itu bahkan tengah menatapnya dingin. Seolah ... Salsa ikut bersalah atas terjadinya pernikahan ini?Salsa merasa sedih karena Indri telah memutuskan untuk pergi. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya, meskipun telah berusaha untuk meyakinkan Indri tapi hasilnya tetap sia-sia. *** Kini Salsa telah menjadi istri satu-satunya, pernikahannya pun tak lagi menjadi rahasia, semua orang juga telah mengetahui bahwa Salsa lah istri Raka yang sah. Hingga beberapa bulan kemudian Salsa pun melahirkan seorang anak perempuan, keluarga besar Januartha sangat berbahagia menyambutnya. Salsa juga tidak lagi merasa takut, jelas terlihat semua anggota keluarga suaminya menerima anaknya penuh kehangatan. Salsa melahirkan anaknya secara normal, tapi Raka merasa kasihan terhadap istrinya tersebut karena menyaksikan sendiri bagaimana sebelumnya Salsa menahan sakit sendirian. Andai saja rasa sakit itu bisa dibagi dia mau mengurangi rasa sakitnya. "Terima kasih," ucap Raka sambil menggenggam tangan Salsa dengan sangat erat. Salsa pun tersenyum sebagai jawaban, dia merasa sempurna
"Kak Indri," ucap Salsa sambil berjalan masuk ke kamar Indri. Krang! Piring di tangannya seketika terjatuh dari tangganya, tak menyangka melihat Indri telah berdiri tegak. Dirinya seperti sedang dikejutkan dengan apa yang kini dia lihat. "Salsa," panggil Indri. Saat itu Salsa pun mulai tersadar dari keterkejutannya. Dia tak menyangka jika kini Indri bisa berdiri sendiri. "Salsa, ada apa?" tanya Sinta yang menyusul masuk setelah mendengar suara pecahan. Sinta takut jika saja Salsa yang terpeleset, bagaimana dengan keadaan janinnya? Bahkan Sinta juga sangat mengkhawatirkan keadaan Salsa. Semua pikiran buruknya benar-benar membuatnya panik bukan main. Tapi dia pun dibuat terkejut melihat Indri sudah bisa berdiri. Rasanya tak percaya dengan apa yang telah dia lihat saat ini. Ini seperti tidak mungkin, tapi itulah yang terjadi. "Indri?" Sinta menatap tidak percaya tapi inilah kenyataannya. Matanya membulat sempurna tanpa bisa berkedip sama sekali, sekarang dia men
Salsa pun tersenyum bahagia karena hari ini dirinya telah menjadi seorang sarjana, tidak ada yang menyangka bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan pendidikan. Bahkan dirinya sendiri sekalipun merasa ini adalah sebuah hal yang mengejutkan, siapa sangka ternyata disaat dirinya merasa terjatuh-sejatuh-jatuhnya ternyata ada setitik cahaya yang membawanya sampai di hari ini. Hari dirinya menjadi salah satu dari mereka yang menyelesaikan pendidikan seperti yang diinginkan oleh sang Nenek. Ya, air mata Salsa juga menetes haru seiring mengenang kembali wajah mending sang Nenek yang telah menghadap sang illahi. Semua ini juga tak lepas dari peran penting dalam proses pencapaian pendidikannya. Mendukungnya dalam segala hal, sayang kini Neneknya tak bisa mengucapkan selamat padanya. Padahal Salsa juga ingin mengucapkan selamat juga pada sang Nenek karena perjuangan Neneknya tidak sia-sia. Kini hasilnya dirinya telah seperti ini, bahagia rasanya tak dapat terucap oleh kata-kata.
Salsa langsung mengambil ponselnya dia tidak lagi menggunakan ponsel lamanya, karena kata Raka sudah butut. Lagi pula ponsel seharga 1 m nya juga harus digunakan, sebab dia sudah membayarnya mahal tadi malam. Tentu saja mahal karena dirinya harus bergoyang seperti orang gila, ah sudahlah. Salsa pun tidak lagi bisa berkata-kata. Dan ketika panggilan telepon tersambung dia langsung saja berbicara. "Abang, Salsa mau kasih tahu hal yang penting," ucap Salsa dengan cepat. "Kamu sakit? Mau melahirkan?" tanya Raka panik. Dia takut terjadi sesuatu pada istrinya tersebut. "Kok melahirkan? Hamil juga masih 6 bulan," gerutunya. "Jadi berapa bulan baru bisa melahirkan?" tanya Raka dengan bodohnya. Inilah Raka jika sudah berbicara dengan Salsa otaknya tak akan bisa bekerja dengan baik lagi. "Sembilan bulan, Abang!" kesal Salsa. "Oh iya, lupa," ucap Raka sambil menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung kenapa bisa bodoh seperti ini, tapi sudahlah saat ini dia ingin berbicar
Salsa pun tersenyum sambil melangkahkan kakinya, dia tak dapat menahan kebahagiaan yang tengah dia rasakan. Bahkan tidak menyangka jika hari ini keluarga suaminya begitu menyayangi dirinya. Hingga akhirnya langkah kakinya pun terhenti saat melihat Indri tengah berjemur di halaman. Segera Salsa pun melangkah mendekati Indri.Dia ingin melihat bagaimana keadaan Indri, semoga saja ada kemajuan. "Nyonya Indri, apa kabar?" tanya Salsa. Sebab, kemarin tidak bertemu dengan Indri sama sekali. Rasanya ada banyak hal yang harus dia tanyakan, terutama apakah sudah ada kemajuan.Meskipun sadar Indri tidak bisa menjawab pertanyaannya, tidak apa yang terpenting adalah kesehatan Indri baik. "Sa, aku ke toilet bentar ya," kata Mayang yang bertugas membantu Indri untuk melakukan segala sesuatunya. Termasuk berjemur juga. "Iya, nggak papa aku juga pengen berjemur dulu. Kamu istirahat dulu aja sekalian, nanti kalau ada sesuatu aku panggil kamu ya," jawab Salsa. "Siap, makasih Nyonya
Pagi ini rasanya sangat melelahkan karena malam panjang yang terlalu panas. Namun, meskipun sedemikian Salsa juga harus bangun pagi-pagi karena perutnya terasa lapar. Tentunya setelah dia mandi pagi. "Lho, kamu sudah sarapan pagi?" tanya Sinta ketika melihat Salsa sudah selesai sarapan. Padahal dirinya baru saja bangun dan sarapan pun tengah disiapkan oleh para Art. Sepertinya Salsa membuat sarapannya sendiri dan untuk dirinya sendiri saja agar lebih cepat prosesnya. "Iya, Ma. Maaf ya, Salsa sarapan duluan. Soalnya laper banget," ucap Salsa dengan perasaan tidak enak karena biasanya sarapan pagi bersama. "Tidak masalah, bahkan itu sangat bagus karena cucu Mama butuh nutrisi juga," balas Sinta. Kemudian dia pun segera duduk di samping Salsa Tentu saja karena ingin memegang perut buncit Salsa. "Cucu, Oma," katanya dengan senyuman penuh kebahagiaan. "Ma," panggil Salsa dengan ragu, dia ingin tahu apakah benar Sinta sudah tahu jenis kelamin calon anaknya seperti yan