Home / Rumah Tangga / Istri Kedua yang Diinginkan / Part 8. Diantara Kedua Istri

Share

Part 8. Diantara Kedua Istri

Author: Loyce
last update Last Updated: 2024-07-19 23:57:22

“Mohon maaf, Pak. Tapi, saya tidak bisa melakukan itu.” Sinar tidak ingin terombang-ambing dalam tekanan yang begitu kuat dari Praba maupun Talita. “Kalau Bapak mau tinggal di sini, silakan. Tapi, saya nggak bersedia berada di satu kamar dengan Bapak.”

Sinar sungguh tidak ingin dirinya dijadikan alat untuk pelampiasan amarah pasangan suami istri itu untuk saling serang. Setelah dia memikirkan banyak hal tentang hubungan Praba dan Talita, dia memang merasa jika dua orang itu tidaklah seakur yang dibayangkan. Hubungan mereka tidak harmonis, dan dia tak ingin terseret terlalu jauh.

Sayangnya, ucapan Sinar tidak memengaruhi Praba. Dia bukan sedang berdiskusi dengan Sinar, melainkan mengambil keputusannya sendiri.

Mengerti situasi, Bibi hendak pergi dari hadapan dua orang yang mengeluarkan aura ketegangan. Namun, langkah Bibi dihentikan oleh suara Praba.

“Bibi!” panggilnya dengan suara rendah nan dingin. “Tinggal pilih saja, barang saya yang dipindahkan di kamar Sinar, atau barang Sinar yang dipindah di kamar saya.”

“Pak!” Sinar sedikit meninggikan suaranya dengan wajah merah padam. “Tolong! Tolong jangan seperti ini. Saya tahu saya salah karena tidak mendengarkan ucapan Bapak tempo hari. Tapi tolong jangan perlakukan saya begini!”

“Perlakukan seperti apa?” Suara itu membuat Praba dan Sinar mau tak mau menoleh pada sumber suara.

Mereka mendapati Talita berdiri sambil menatap Praba dan Sinar bergantian. Tampak tenang, tetapi ada kobaran api dalam tatapan matanya. Langkah kakinya memutus jarak, senyum kecilnya terukir di bibirnya. Berpura-pura tidak tahu apa yang baru saja didengar.

“Ibu.” Sinar seketika mundur dengan ekspresi ketakutan. Namun, Praba justru mencekal tangan Sinar dengan cepat untuk memertahankan posisi Sinar agar tidak menjauh darinya.

Talita menatap tangan Praba itu dengan tatapan tajam yang tidak bisa disembunyikan. “Sepertinya baru saja terjadi sesuatu.” Talita menatap Sinar dengan sinis. “Apa saya ketinggalan berita?” Ketika kata ‘saya’ digunakan oleh Talita untuk dirinya sendiri, itu berarti dia tengah bicara dengan Sinar.

Sinar seketika memberontak ingin melepaskan cekalan tangannya dari Praba. Dia tak ingin ada kesalah pahaman yang terjadi antara dirinya dengan Talita. Sinar juga memilih menatap Talita sambil menggelengkan kepalanya tanda jika semua yang dilihat ini tidak seperti yang dipikirkan.

“Ibu tolong jangan salah paham dengan apa yang Ibu lihat.” Sinar membuka suara. “Tidak terjadi apa pun antara saya dan Pak Praba.”

“Begitu? Lalu ada apa ini?” Talita lagi-lagi tersenyum, tetapi penuh dengan kemarahan di pancaran matanya. “Baru satu malam tinggal satu atap, kalian terlihat sudah sangat akrab.”

“Tidak ada alasan suami istri bersikap tidak akrab, bukan?” Praba menatap Sinar. “Bukan begitu Sinar?”

“Tidak.” Sinar menggeleng cepat. “Demi Tuhan, saya dan Pak Praba tidak … ini tidak seperti yang Ibu kira.” Sinar berusaha menjelaskan dengan sedikit terbata. Ada sedikit rasa putus asa dalam suaranya.

“Memangnya apa yang saya pikirkan, Sinar?” Talita menggeleng. “Saya percaya kepada Mas Praba jika dia lelaki yang bisa dipercaya. Benar, ‘kan, Mas?”

Praba mengedikkan bahunya. “Anggap saja begitu.”

Praba sama sekali tidak melepaskan cekalan tangannya dari tangan Sinar dan justru menggenggamnya semakin erat. Lelaki itu menatap Talita dengan penuh keyakinan. “Memiliki istri dua, ternyata tidak seburuk yang saya bayangkan.” Praba menyeringai kecil membuat Talita mengeratkan rahangnya.

“Pak, tolong lepaskan tangan saya.” Sinar lelah memberontak, meminta secara baik-baik agar Praba melepaskan tangannya. “Tolong jangan tempatkan saya di situasi yang sulit.”

“Sinar benar, Mas. Lepaskan dia. Sinar butuh istirahat.”

“Kamu Benar.” Praba menjawab. “Sinar, kita ke kamar sekarang.” Praba menarik tangan Sinar agar Sinar mengikutinya.

“Lepaskan Sinar, Mas!” Talita memberi peringatan. “Jangan buat hubungan kita semakit rumit.”

Tiga orang itu kini benar-benar bersitegang. Sinar terus memberontak, Praba semakin mengencangkan cekalannya, sedangkan Talita tampak sudah tidak sabar dengan sikap Praba.

“Malam ini aku juga akan menginap di sini.” Talita tampak menahan dirinya agar tidak mengeluarkan sumpah serapahnya melihat adegan menjijikkan di depannya.

Hal itu membuat Sinar menutup matanya dengan erat mendengar ucapan Talita. Dia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi malam ini. Pertengkaran dan pertikaian.

“Sinar, kamu nggak keberatan ‘kan kalau saya menginap di sini malam ini?” tanya Talita dengan gigi bergemelatuk.

“Tentu saja tidak, Bu. Ini adalah rumah Ibu. Ibu berhak menempatinya.” Bagi Sinar, ide itu sangat baik untuknya agar Praba tidak bersikap seperti sekarang.

Talita mengangguk. “Jadi, Mas, karena ada aku di sini, kita akan menempati kamar yang sama.”

Praba tidak segera menjawab. Dia justru hanya menatap Talita dengan ekspresi dingin. Lelaki itu lantas menggeleng.

“Kalau kamu mau menginap di sini, lakukan saja. Tapi, kita tetap tidak akan tidur satu kamar.”

Mata Talita seketika menatap tajam ke arah suaminya. Tatapan itu seolah menuntut Praba agar lelaki itu memeperjelas ucapannya. Sinar merasa dirinya terjepit dalam situasi yang begitu tidak menyenangkan.

“Jadi, kamu sekarang sedang menikmati peranmu menjadi seorang suami beristri dua, Mas?” Talita masih bersikap tenang.

“Anggap saja begitu.” Praba mengangguk setuju. Tatapannya kini beralih pada Sinar yang tampak tertekan. “Toh kamu dengan sukar rela meminta saya untuk menikahi Sinar.”

Tatapan Talita beralih pada Sinar yang tampak begitu sinis. Tentu saja dia tak senang jika pada akhirnya keinginannya untuk memiliki anak justru menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Keinginannya untuk mempertahankan Praba di sisinya justru membuat Praba memiliki alasan lepas dari tangannya.

Bukan ini yang Talita inginkan. Maka dari itu, satu-satunya cara adalah dengan menekan Sinar agar perempuan itu bersikap tegas.

“Ingat! Nasib Surya ada di tanganmu, Sinar.” Talita akhirnya memprofokasi. Perempuan itu tersenyum, tetapi penuh dengan kekejaman di dalamnya. “Berhati-hatilah dalam bertindak.”

“Kalau Ibu dan Bapak ingin berselisih, silakan lakukan di belakang saya.” Sinar akhirnya bersuara.

Sinar memang dalam keadaan terjepit. Dia juga tahu sekarang dia sedang dimanfaatkan oleh dua orang itu untuk mencapai tujuan mereka. Namun, dia bukan boneka yang bisa ditarik ke sana-kemari agar dirinya mengikuti keinginan salah satu dari mereka.

“Saya tidak akan mengulangi apa pun yang saya katakan.” Sinar menatap Talita dan Praba bergantian. Terserah kalau memang dia dianggap lancang dan teralu berani.

“Tolong jangan membuat saya tertekan.” Sinar kini menatap Talita. “Saya sedang hamil anak kalian dan kita sudah menandatangi perjanjian yang kita buat. Kita sama-sama membutuhkan di sini. Ibu membutuhkan saya dan saya membutuhkan Ibu. Pak Praba, saya paham Bapak sejak awal tidak menyutujui ide yang Bapak anggap gila, tapi anak ini sudah ada di dalam perut saya. Semua sudah terjadi. Jadi, tolong kerja samanya.”

“Sinar benar.” Talita menanggapi cepat. “Jadi, Mas, Mas tidak bisa mengelak lagi kalau sebentar lagi kita akan menjadi orang tua.”

“Saya tidak sedang mengelak.” Praba menarik Sinar sehingga membuat Sinar menempel pada tubuhnya. Dia lantas memeluk pundak Sinar di depan Talita. “Justru saya sedang berperan sebagai ayah dan suami yang baik. Setelah anak ini lahir, saya bisa menentukan dengan siapa saya akan bertahan dan membesarkan anak ini. Denganmu, dengan Sinar, atau bahkan tidak dengan keduanya.”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Persada Mulia
bagus ceritanya, ada apa dg perkawinan praba dan talita, lnjt Thor semangat up nya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 125. End

    Halaman belakang rumah besar Praba dipenuhi keceriaan yang luar biasa. Askara, Bhumi, dan Cherry berdiri di depan panggangan barbeque sambil sesekali saling menyenggol. Namun, kali ini tidak ada yang mencoba untuk melerainya.Para pekerja juga membantu mereka memanggang banyak makanan. Aroma makanan menguar tiada henti. Begitu nikmat luar biasa. Cherry pergi lebih dulu, lalu duduk dan bergabung dengan kedua orang tuanya.“Makan dulu, Bos.” Begitu katanya kepada sang ayah juga ibunya. “Ayo, Bunda makan dulu. Mengobrol juga butuh tenaga.”Ya, tidak ada yang salah dengan panggilan Cherry karena di sana memang ada Talita. Setelah obrolan Talita dan Sinar saat itu, hubungan dua perempuan itu lambat laun membaik. Mereka menekan ego mereka demi Askara.Begitu juga dengan Praba dan anak-anak mereka. Bhumi dan Cherry bahkan ikut-ikutan memanggil Talita dengan bunda. Jika dalam kondisi yang lalu, Talita pasti akan merasa keberatan, tetapi sekarang tentu berbeda. Dia bahkan merasa memiliki tiga

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 124

    “Sebagai seorang ibu, kita adalah dua orang yang sama-sama menyayangi dan mencintai Askara. Dia memintaku untuk mempertimbangkan agar kita bisa berdamai.”Talita secara pribadi datang ke rumah Sinar dan membicarakan masalah tersebut setelah dia berpikir secara terus menerus. Dia menarik garis ke belakang dan memikirkan tentang masa lalu yang sudah terjadi. Jika dia menyalahkan Sinar sepenuhnya dan menganggap perempuan itu salah, maka itu tidak benar.Sinar dulu juga seorang korban. Dia juga perempuan yang sudah memberikan cintanya dengan penuh kepada Askara. Tidak sekalipun dia merasa terganggu dengan kehadiran putranya tersebut.“Selama ini saya tidak pernah ingin berseteru dengan Ibu secara terus menerus. Hanya saja, Ibu masih menganggap saya adalah orang yang harus Ibu musuhi.” Itu adalah jawaban yang diberikan oleh Sinar. “Melihat bagaimana hubungan kita selama ini, saya yakin itu menjadikan tekanan sendiri bagi Askara. Itulah kenapa dia ingin melihat kita berdamai.”Sinar menging

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 123

    “Abang nggak jadi ke luar negeri, Ma.”Sinar yang sedang membuatkan sandwich untuk Askara itu segera mendongak menatap putranya yang tengah duduk di stole bar. Anggota keluarganya yang lain sedang sibuk sendiri-sendiri dan hanya ada Sinar dan Askara saja di sana.“Abang bicara banyak dengan Bunda. Bunda pun mengerti tentang keinginan Abang. Kalaupun toh nanti misalnya Abang ingin sekolah di sana, itu atas dasar keinginan Abang sendiri. Tapi, sampai sekarang, Abang belum ingin. Abang masih lebih suka di negeri sendiri.”Sinar meletakkan sandwich-nya ke atas piring lalu meletakkan di depan Askara. “Mama senang mendengar itu.” Perempuan itu duduk di samping putranya dan menemani makan.“Abang berharap, Mama dan Bunda bisa berbaikan.”Kalimat itu membuat Sinar segera menoleh ke arah putranya. Tatapan remaja itu penuh pengharapan. Dia tampaknya ingin melihat kedua orang yang disayanginya tidak lagi berselisih paham. Askara tentulah tahu jika sebenarnya yang selalu membuat masalah antara ke

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 122

    Untuk pertama kalinya, Askara menghadiri acara keluarga Talita. Dia berusaha berbaur dengan keluarganya yang menerima Askara dengan sangat baik. Nenek dan kakeknya begitu bahagia melihat cucunya akhirnya datang dan berumpul dengan keluarga.“Nenek senang kamu ada di sini.” Askara menoleh dan mendapati seorang perempuan tua yang tampak masih begitu sehat. Tentu jika bersama dengan nenek dan kakeknya bukan pertama kalinya mereka bertemu, hanya saja dia selalu menolak untuk hadir ketika acara-acara seperti ini dilakukan.“Nenek sudah makan?” tanya Askara mencoba untuk perhatian. “Aku lihat, sejak tadi hanya mondar-mandir ke sana-kemari. Nenek harus menjaga kesehatan.”Perempuan tua itu tersenyum lembut. Menarik tangan Askara, lalu menggenggamnya. “Nenek senang kalau cucu-cucu Nenek berkumpul seperti ini, hati Nenek terasa bahagia sekali.”Askara menatap langit yang mucul sekumpulan bintang-bintang. Indah sekali. Sayangnya ini bukan bulan purnama. Jika bulan purnama, sekarang ibunya pasti

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 121

    Kedua tangan Askara maupun Talita penuh dengan barang belanjaan. Talita benar-benar membeli banyak barang untuk dirinya sendiri dan juga Askara. Setelah keluarga bersama dengan Talita, melepaskan segala beban yang selama ini dirasakan, Askara sedikit luluh dengan sikap ibunya.“Terima kasih. Abang sudah bersedia berjalan-jalan dengan Bunda.”Mereka sudah sampai di rumah dan sama-sama melepas lelah dengan duduk di sofa. Askara segera membaringkan tubuhnya di sofa dan memeluk bantal sofa. Memainkan ponselnya sebentar sebelum meletakkannya kembali.“Kalau ngantuk, naik gih, tidur di kamar.” Talita menepuk kaki Askara, lalu mengelus pelan kaki tersebut.“Aku di sini aja. Jendelanya biarin kebuka aja, Bun. Nggak usah pakai AC.” Askara menutup matanya setelah itu. Dia sepertinya benar-benar lelah luar biasa.Talita membuka jendela-jendela lebar itu agar angin bisa masuk. Membuat Askara menjadi nyaman luar biasa. Lelaki itu segera saja terlelap dalam tidurnya. Jika Askara sudah memutuskan un

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 120

    “Cerita Tante ternyata cukup rumit.” Tanggapan Bastian setelah itu. Menatap Askara setelah itu. “Bagaimana tanggapan lo tentang itu, Askara?”Askara menanggapi santai. “Gue udah pernah cerita itu dari Papa. Nggak beda jauh. Hanya beda sudut pandang.”“Papamu menceritakannya?” Talita mengernyit, lalu dia mengingat sesuatu. “Apa karena saat Bunba minta kamu bertanya tentang waktu itu ….”“Ya.” Askara memotong ucapan ibunya. “Papa sudah cerita semuanya.”“Lalu, apa tanggapanmu?” tanya Bastian lagi. “Menurut gue, ini terlalu rumit.”“Kehidupan orang tua selalu rumit dan gue benci itu.” Askara menarik napasnya panjang. “Bukankah keegoisan mereka sehingga membuat gue harus berada dalam masalah? Harus memilih di antara dua ibu.” Askara tersenyum kecil. “Percayalah, itu sangat menyebalkan.”Akhirnya, Askara mengungkapkan isi hatinya yang terpendam. Sejak kecil dia harus ditarik ke sana-kemari untuk hidup dan tinggal bersama mereka. Dia kesal luar biasa.Ruangan itu seketika hening karena keju

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status