"Rin, apa yang kamu tutup-tutupi dari aku soal Wati?""Sudahlah Jaka, itu sudah jadi bagian dari masa lalu. Mungkin kalian memang tidak ditakdirkan bersama. Kamu dengar Wati sudah berjanji untuk tidak jadi istri kedua?""Aku tau Rin. Aku tau. Tapi aku ingin tau apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu.""Semuanya tidak akan merubah keadaan Jaka. Tapi hanya akan membuat perasaanmu kepada Wati semakin tak terbendung.""Ya sudah lah Rin. Aku pamit. Assalammu'alaikum.""Wa'alaikumsalam." Jawab Rini.Jaka tidak tenang, dan dia memutuskan ke rumah ibu Wati. Bu Lastri dan Bang Rahman sedang duduk santai di kursi yang ada di teras."Assalammu'alaikum." Jaka mengucap salam."Wa'alaikumsalam." Sahut bu Lastri dan bang Rahman. Jaka menyalami keduanya.&
Wati gusar setelah tiba-tiba Jaka datang ingin melamarnya. Ada rasa bahagia terselip di hati Wati. Walau bagaimana pun, Jaka lah laki-laki yang ada di hatinya selama bertahun-tahun. Jaka adalah cinta pertamanya. Nama Jaka tersimpan di lubuk hatinya terdalam. Bertahun-tahun dia memendam perasaannya."Jaka, apa aku harus menerima lamaranmu? Bagimana dengan istri dan anakmu?" Batinnya. "Ya Allah, bolehkah aku bersikap egois kali ini? Aku ingin hidup dengan laki-laki yang selama ini aku cintai."Aditya masuk ke kamar. Dilihatnya mamahnya sedang melamun. Aditya langsung memeluk mamahnya. Membuat Wati terkejut."Adit... Buat Mamah kaget saja.""Mamah lagi mikirin om ya?" Tebak Adit."Adit masih kecil.""Adit sudah besar Mah. Adit bisa melindungi Mamah." Adit mengecup pipi Wati. Wati tersenyum melihat tingkah anaknya
Bu Ratna terbaring di Rumah sakit, sudah satu minggu beliau koma tidak sadarkan diri. Namun, semakin hari mulai ada kemajuan, ada gerakan-gerakan dari jari-jari beliau. Sampai akhirnya hari ini beliau bisa membuka mata beliau."Mas Jaka, ibu sadar." Teriak Wati bergegas keluar kamar menemui suaminya. Saat ini Wati yang sedang menunggui mertuanya. Lintang yang baru saja datang ikut masuk ke dalam ruangan."Alhamdulillah Bu." Ucap semuanya. Dokter memeriksa keadaan bu Ratna."Bagaimana Dok?" Tanya Jaka."Sialan nenek tua ini sadar." Batin Lintang kesal."Maaf Pak, sepertinya sebagian tubuh bu Ratna tidak bisa digerakan. Beliau pun belum bisa bicara.""Apa ini permanen Dok?" Tanya Jaka khawatir."Tidak Pak, tidak usah khawatir, setelah ini ibu harus ikut terapi secara rutin biar prose
Jaka membawa Wati ke sebuah hotel bintang empat. Jaka sudah memesan kamar di hotel tersebut."Abang, apa kita akan menginap di sini malam ini?""Iya sayang.""Tapi ini kan hotel mahal Abang.""Nanti di kamar Abang cerita."Sesampainya di kamar Wati tercengang, melihat dekorasi kamar yang dipenuhi bunga-bunga."Abang, apa ini?" Tanya Wati bingung, melihat kamar hotel dibuat seperti kamar pengantin."Maafkan Abang, dari awal kita menikah, baru sekarang Abang melakukan hal romantis buat kamu." Ucap Jaka sambil memeluk Wati dari belakang."Uang dari mana Bang? Uang Abangkan dipegang Lintang.""Dari Desi adikku. Kamu lupa ya Abang punya usaha toko ponsel? Desi selalu menyisihkan keuntungannya untuk Abang. Ibu yang minta, katanya
Setiap hari Sabtu dan Minggu perawat ibu libur. Sementara Desi adik Jaka bekerja setengah hari di hari Sabtu, Wati lah yang menjaga bu Ratna. Hari ini Wati tidak membawa anak-anaknya, karena ingin fokus menjaga bu Ratna."Ibu, cepat sembuh ya Bu." Ucap Wati sembari menyuapi bu Ratna makan siang. Bu Ratna yang duduk di kursi roda membalas Wati dengan senyuman. "Terima kasih Ibu sangat memperhatikan Wati dan anak-anak Wati." Mata Wati mulai basah.Lintang datang tanpa mengucapkan salam, dia langsung masuk menghampiri Wati dengan ibu. Dia tau hari ini Wati yang menjaga ibu. Dan dia tau di rumah itu hanya ada Wati dan bu Ratna, karena Desi masih dinas di Puskesmas dan Rama belum pulang dari study tour."Hai pelakor!" Sapa Lintang kasar. Wati menoleh. Belum sempat Wati menjawab sapaan Lintang, Lintang menarik jilbab instant yang dikenakan Wati tanpa sempat Wati mencegahnya. "Kamu sembunyi dibal
Jaka tiba di Rumah Sakit. Dilihatnya Wati masih terbaring lemas. Wajahnya lebam. Jaka mengecup Wajah istrinya. "Apa Lintang yang melakukannya?" Tanya Jaka. "Sudah lah Mas, yang penting aku baik-baik saja." "Bagaimana mungkin kamu bisa bilang baik-baik saja? Kamu tau betapa paniknya Abang mendengar kamu pingsan?" Jaka menggenggam erat tangan Wati. "Abang jangan marahi Lintang ya! Anggap saja tidak terjadi apa-apa." "Abang tidak janji Wati. Bagaimana mungkin Abang diam saja wanita yang Abang cintai disakiti." "Sebaiknya Abang cepat pulang ke rumah ibu Abang, lihat keadaan ibu." "Ibu kenapa? Desi tidak bicara apa-apa tentang ibu." Jaka terkejut. "Wati tidak tau karena Wati pingsan. Tapi Wati
Jaka dan Lintang duduk di ruang Pengadilan Agama. Jaka sangat berharap Lintang tidak mempersulit proses perceraiannya. Ibu Ratna masih memilih menyembunyikan kesembuhannya dari semuanya. Hanya Desi yang mengetahui. Bagi bu Ratna, Jaka bisa lepas dari Lintang itu sudah cukup. Karena bu Ratna memikirkan perasaan bu Gita dan Himaira kalau sampai Jaka memenjarakan Lintang. Hari ini sidang pertama, adalah sidang mediasi. Di ruang sidang Lintang bersikeras tidak ingin bercerai. "Saya tau suami Saya sudah menikah lagi tanpa seizin Saya. Dia lebih mencintai istri keduanya Pak. Makanya dia ingin menceraikan Saya. Bahkan dia tega memukul Saya." Ucap Lintang sambil berderai air mata untuk mendapatkan simpati dari Hakim. "Apa benar itu Pak Jaka?" Tanya Hakim. "Iya itu benar Pak. Saya memukulnya karena refleks Pak. Dia selalu menghina istri muda
Bu Ratna menemui Lintang di rumah berlantai dua milik Jaka. Kali ini bu Ratna tidak datang sendiri, tapi ditemani Desi. Bu Ratna tidak ingin hal buruk terjadi lagi padanya. Lintang terkejut melihat kedatangan bu Ratna dengan keadaan segar bugar. Mata Lintang hampir melompat saat bu Ratna berdiri ketika Lintang menemuinya di ruang tamu. "Kenapa Lintang? Kamu terkejut?" Ucap bu Ratna. "Sudah syukur aku tidak membocorkan perselingkuhanmu dengan laki-laki itu. Lalu kenapa kamu mempersulit perceraianmu dengan Jaka? Apa yang kamu inginkan kali ini Lintang?" Tanya ibu penuh emosi. "Aku hanya ingin mas Jaka Bu. Aku sudah lama mengakhiri hubunganku dengan Dito." Jawab Lintang tak tau diri. "Kamu pikir aku percaya Lintang? Di otakmu itu hanya uang dan uang. Kamu mau rumah ini? Ambil!!! Ambil Lintang!!!" Ibu melempar sertifikat rumah ke arah Li