Kini, Niana hanya bisa mengembuskan napas pasrah, dirinya dibawa oleh sang tuan untuk kembali ke kediaman masion mewah itu dengan alasan 'tidak boleh tinggal di tempat lain selama bekerja di bawah naungan tuan Prince'. Padahal, tidak ada perjanjian tersebut. Sedikit tidak masuk akal memang.Prince melirik sekilas pada seorang gadis yang duduk di sampingnya, tampak wajah gadis itu tertekuk masam. Dirinya pun heran, apakah masion itu tidak nyaman dibandingkan apartemen sialan itu? Padahal, kamar yang dihuni oleh Niana atau pun para pekerja lain yang tinggal di rumahnya sangatlah nyaman. Ada ac, kamar mandi di dalam, lemari, dan semua fasilitas yang sewajarnya ada di kamar. Ya meskipun masih berbeda jauh dengan kamar tuan besar yang ada di masion itu. Tapi bukankah semuanya lebih baik daripada apartemen itu? "Tuan, nanti aku kerja apa kalau sudah ada pengurus taman baru?" tanya Niana setelah cukup lama memendam hal yang ingin dirinya tanyakan ini.Prince tampak berpikir, ia sama sekali
Setelah dokter memeriksa keadaan Niana, kini semuanya sepakat untuk melakukan cuci darah pada gadis itu. Sampai saat ini pun Niana masih dalam pengaruh bius, membiarkan dirinya sendiri diurus oleh tim medis melakukan yang terbaik sesuai dengan perintah tuan Prince.Hari sudah semakin gelap, namun Prince masih setia menunggu Niana yang masih terpejam setelah beberapa jam melakukan cuci darah. Prince sendiri tidak mampu membayangkan betapa tersiksanya Niana selama ini. Terlebih lagi, ia hanya mengetahui jika Niana hidup seorang diri. Dari mana gadis ini mendapatkan uang untuk berobat segala macam? Sebelumnya, Prince sudah berusaha menyuruh orang kepercayaannya untuk mencari tahu biodata lengkap Niana. Dari mana asalnya, orang tuanya, bahkan riwayat hidupnya. Namun sayang, semuanya gagal dilakukan. Niana benar-benar seperti anak gadis sebatang kara yang berusaha hidup sendiri tanpa dampingan dari orang tua ataupun saudara yang lainnya.Bahkan, panti asuhan Niana sendiri tidak berhasil
Niana benar-benar menceritakan semuanya pada Prince. Pria itu tampak menyimak dengan baik dari seorang gadis yang telah berani mengusik relung hatinya. "Dan untuk ginjal, aku mendonorkannya pada kakakku. Dia laki-laki, anak kesayangan kedua orang tuaku. Saat itu kakak menderita gagal ginjal karena kerusakan pada salah satunya. Karena hidup satu ginjal itu tidak mudah, harus melakukan cuci darah setiap minggu bahkan lebih sering, meminum obat seumur hidup, tidak bisa bebas beraktivitas seperti sebelumnya. Alhasil, aku dipinta oleh kedua orang tuaku untuk mendonorkan ginjal kepada kakak," jeda Niana untuk menarik napas sedalam-dalamnya. Mengingat hal ini membuatnya ingin menangis keras sekarang."Awalnya kakakku menolak, tapi dengan paksaan orang tuaku pendonoran itu tetap terjadi. Bedanya, setelah aku hidup dengan satu ginjal, mereka seolah tidak peduli, mereka hanya memberikan uang untuk aku pergi berobat sendiri. Sangat berbeda dengan kakak yang sampai ditemani berobat di rumah saki
Pulangnya, Prince terkekeh kecil melihat aktivitas Niana yang sedang bermain di halaman mansion. Sontak sopir pribadinya menatap heran, untuk pertama kali dalam hidupnya sosok Prince Nadav Gionino itu tersenyum dan tertawa kecil. Terlebih, ini karena pemandangan seorang gadis yang sedang bermain dengan kucing kecilnya.Segera Prince turun dari mobil, matanya masih setia memandangi pemandangan lucu itu. Namun, alangkah terkejutnya Prince ketika kucing kecil itu mulai berlari ke arahnya. Sontak dirinya berlari menjauh, sampai terjadi aksi kejar-kejaran antara kucing kecil dengan seorang pria gagah nan berwibawa.Niana sudah tidak bisa menahan tawanya, tawa itu pecah diiringi air mata yang mengalir si sudut matanya saking tak kuat menahan geli di perut."Hey, diam! Sekali lagi kau mengejarku, akan ku bunuh kau!" sentak Prince yang kini sudah berlindung di balik tubuh mungil Niana.Gadis itu tentu saja tak terima mendengar kata 'bunuh' yang dilontarkan oleh Prince pada hewan tersayangnya
Kini, Prince tahu penyebab Niana sampai seperti ini. Gadis itu memiliki alergi terhadap kacang, dan sebelumnya gadis itu memakan makanan yang mengandung kacang. Mungkin di campuran sayur asam itu."Tolong lain kali ikut perhatikan apa yang Niana makan, jangan sampai hal ini terulang untuk yang kedua kalinya," ujar Prince pada orang kepercayaannya yang bertugas sebagai kepala pelayan di mansion. Ya, Tina.Wanita itu mengangguk patuh, dan sebelumnya pun ia telah meminta pada rekannya yang memberikan makanan itu pada Niana untuk meminta maaf. Tentu Prince menerima permintaan maaf itu dengan baik, mengingat semua ini terjadi karena ketidaksengajaan. Semuanya pun diizinkan untuk kembali ke mansion agar bisa beristirahat, sedangkan sang tuan sendiri masih asyik memandangi wajah cantik Niana. Gadis itu sebelumnya sudah sadar, namun kembali ia paksa untuk istirahat agar secepatnya membaik."Percayakan hidupmu padaku Niana, kamu akan bahagia selamanya," lirih Prince dengan kedua tangan mengge
Benar apa yang dikatakan Prince, ponselnya itu kini sudah diantarkan oleh salah satu pelayan yang ada di mansion. Sekarang, ia tengah meminta maaf pada Ryan karena tidak bisa menepati janjinya, ia juga mengatakan alasannya kenapa. Ryan sendiri kini tengah menuju lokasi di mana Niana dirawat, pria itu sudah menyiapkan buah tangan berupa buah-buahan serta makanan seperti donat. Mata Ryan sendiri menatap aneh pada seorang pria yang berjaga di depan pintu ruang rawat Niana. Setahunya, Niana mengatakan jika dirinya bukan orang kaya, namun kenapa sampai harus dijaga layaknya seorang putri keraton?Pria berkepala plontos itu pun mencegah Ryan yang hendak masuk ke dalam ruangan Niana, pria itu bertanya dengan detail membuat Ryan sedikit kesal. Segera ia tunjukkan bukti pesan Niana yang sudah mengizinkan dirinya untuk menjenguk. Kini, pria botak itu mengizinkan Ryan untuk masuk.Pintu itu akhirnya terbuka cukup lebar mempersilahkan Ryan untuk masuk, di sana sudah terdapat Niana dengan senyum
Sore harinya Niana sudah diizinkan untuk pulang. Gadis itu kini sedang duduk berdampingan dengan Prince. Bedanya, kali ini Prince tidak mengemudikan mobilnya sendiri, melainkan menggunakan sopir dan keduanya duduk berdampingan di kursi penumpang.Pikiran Niana sendiri masih tidak tenang tentang ucapan Prince sebelumnya, namun sampai saat ini pun pria itu seperti tidak berniat untuk menjelaskan lebih rinci tentang perkataan itu."Tuan, apakah aku benar-benar tidak diizinkan untuk berteman dengan Ryan?" tanya Niana untuk memastikan jika keputusan Prince bukanlah hal yang sungguhan."Satu hal yang harus kamu tahu, aku tidak pernah menarik ucapanku. Hal itu sudah menjadi mutlak, dan tidak akan ada perbaikan," jawab Prince secara tegas agar Niana tidak bertanya untuk yang kedua kalinya.Niana membuang napasnya secara kasar, niat untuk bertanya lebih rinci pun musnah karena tidak mungkin Prince mengubah keputusannya. Melihat raut wajah masam Niana membuat Prince kebingungan, ingin ia jelas
Di dalam kamar pribadi miliknya, Prince tampak memandangi keadaan sekitar kamar itu yang tampak sunyi. Suasana yang begitu monoton baginya. Bayangkan saja, selama puluhan tahun dirinya hidup di dalam tempat ini. Tidak ada sekalipun cat berwarna abu diganti dengan warna lain yang lebih cerah atau lebih gelap.Tubuh tinggi besarnya segera terjun bebas di atas kasur empuk miliknya. Lelah? Pasti. Urusan demi urusan dirinya lakukan setiap hari, tidak peduli hari kerja ataupun hari libur. Bahkan, jika sudah diterpa masalah dirinya siap lembur bagai kuda sehari semalam tidak istirahat sebelum masalahnya benar-benar pergi.Melihat sang sahabat, Jordan, sepertinya sangat menyenangkan. Pria itu jika lelah lekas menghubungi Lyly hanya sekedar untuk meminta semangat melalui suara manja atau kecupan ringan secara nyata ataupun secara virtual melalui layar gawai. Sedangkan dirinya? Meminta semangat pada siapa? Hampir menginjak kepala tiga, namun belum ada satupun perempuan yang berhasil masuk ke da