Share

Pertemuan Dengan Mantan

Saat ini aku masih aman, entah besok-besok, pikir Nada. 

Pagi ini Ruqoyah telah siap dengan pakaian rapi. Penampilannya yang anggun memang sangat mempesona. Perlu diakui bahwa wanita Arab cantik-cantik. Apalagi matanya yang indah. 

"Mau ke mana, Mbak," sapa Nada ketika melihat kakak madunya hendak pergi. Wanita keturunan Arab nan cantik jelita itu tersenyum sinis. 

"Kamu pikir aku hanya ongkang-ongkang saja di rumah?" jawabnya. "Aku kerja, memegang beberapa toko milik Mas Rashid," ungkapnya. Nada mendelik. 

"Aku juga mau pergi, mau pulang," ucap gadis belia itu. 

"Kalau kamu mau pergi, harus izin sama Mas Rashid. Jangan asal pergi," ketus wanita yang menggunakan gamis hitam. 

"Mbak, malam ini kan bukan jatahku, jadi bebas, dong!" 

"Nggak bisa gitu, kamu harus menghormati suami," balas wanita yang mengenakan jilbab hitam senada dengan gamis yang ia pakai.

"Kalau begitu aku harus izin melalui telepon," ungkap Nada. Gadis itu merasa bosan di rumah ini meski rumah mewah bagai istana. Tak lama, Ainur pun ke luar kamar. 

"Lho, Mbak, mau kemana juga?" tanya Nada. Ia memandang bergantian antara Ainur dan Ruqoyah. 

"Aku mau ke toko," jawab kakak madunya itu.  

Mereka berdua akhirnya pergi menggunakan mobilnya masing-masing. Nada bengong melihat keduanya memiliki fasilitas yang sama. 

Akhirnya Nada masuk ke kamar, ia mengganti pakaiannya dengan kaos lengan panjang dan celana jeans serta jilbab pashmina. Ia memoles wajahnya dengan meke-up tipis dan pemerah bibir warna pink.

Diambilnya ponsel yang tergeletak di ranjang kemudian menelepon suaminya. 

Sekali menelepon langsung diangkat. 

"Assalamualaikum," ucap Nada.

"Waalaikum salam," balas Tuan Abdul dari seberang sana. 

"Tuan, aku mau pulang ke ibuk."

"Kenapa, baru juga sehari," balas suaminya itu. 

"Memang, tetapi kan nanti malam bukan jatahku, jadi mau pulang saja," pinta gadis bermata cokelat dengan tinggi semampai.

"Pulanglah, nanti aku jemput," ucap Tuan Abdul lalu mematikan ponselnya. 

Nada merengut, kenapa, sih harus dijemput segala. Bukankah sudah memiliki dua istri. Huft.

Nada telah siap lalu ke luar dari kamar. Ia memesan mobil melalui aplikasi. Memang gadis itu belum memiliki fasilitas apa pun sehingga masih menggunakan transportasi dari luar.

Sepuluh menit kemudian, mobil yang ia pesan pun datang dan Nada segera naik. 

Tiga puluh menit perjalanan, akhirnya sampai. Bu Hamidah menyambutnya dengan wajah bertanya-tanya. Ia merasa khawatir terjadi apa-apa pada putrinya. 

Nada langsung masuk ke dalam kamar diikuti oleh sang ibu. 

"Nada, bagaimana keadaanmu?" tanya sang ibu. Wanita yang berusia kira-kira empat puluh tahun itu duduk di samping Nada yang tengah berbaring. 

"Ibu jahat banget, sih! Kenapa ibu harus ngemis minta pada Tuan Abdul untuk menjadikanku istri."

Bu Hamidah terkejut. "Kenapa kamu bicara begitu, Nak!" tanya wanita yang melahirkan Nada itu. 

"Tuan Abdul yang bilang begitu," balasnya. "Tapi aku nggak suka, Bu! Ibu tahu, aku sudah punya pacar, Mas Rayhan!" intonasi suara Nada agak meninggi. "Aku belum sempat bicara padanya, Bu."

"Lupakan Rayhan! Tahu, nggak, banyak yang menawarkan anak gadis mereka kepada Tuan Abdul, tetapi ditolak semua. Hanya kamu yang diterima!"

"Bodoh amat!" ujar Nada saking kesalnya. 

Tok tok tok

"Nada, ada tamu." Suara Pak Slamet dari luar memanggil putrinya. Bu Hamidah ke luar untuk mengetahui siapa tamu yang datang. Wanita itu terkejut sebab Rayhan datang bersama beberapa temannya. 

"Nak, silakan duduk," ujar Bu Hamidah. 

"Bu, Nada katanya sedang di rumah?" tanya Rayhan, kekasih Nada sebelum menikah dengan Tuan Abdul. 

"A--ada," ujar Bu Hamidah. Wanita itu kemudian menuju ke kamar dan memanggil putrinya. Begitu keluar, betapa kagetnya Nada ketika mendapati Rayhan yang datang. 

"Mas!" Nada menghambur dan memeluk kekasihnya itu. Namun Bu Hamidah menarik dan memisahkan putrinya dengan Rayhan.

"Mas, maafkan aku, yah," ucap Nada yang tidak dapat menyembunyikan kesedihan. Ia benar-benar sedih sebab saat menikah, posisi Rayhan sedang berada di Jakarta. Rayhan kuliah di Jakarta dan tidak dapat pulang. Namun ia telah mendengar berita pernikahan kekasihnya itu. Jika saja saat itu ada, mungkin Nada akan pergi bersamanya. 

"Mas," panggil Nada. Pemuda tampan dengan rambut lurus itu menatap Nada lekang. "Mas, bisa kita keluar sebentar? Aku ingin bicara padamu." 

"Hus! Nada, jaga marwahmu sebagai istri!" tegur Bu Hamidah dengan mata sedikit melotot. 

"Ma, aku mau bicara, untuk kali ini saja," pinta Nada memohon."

"Nggak! Nanti apa yang harus ibu katakan sama suamimu?" ucap Bu Hamidah dengan sedikit marah. 

"Katakan saja sejujurnya! Jika ia marah, bilang saja untuk menceraikanku, justru itu kebetulan bagiku! Please, Bu, hanya ini saja, toh kami bukan berdua, kok!" Nada memelas membuat sang ibu menjadi luluh. 

Akhirnya, Nada dan Rayhan serta beberapa orang temannya pun pergi. 

Mereka pergi menggunakan mobil milik Rayhan. Namun ketika di jalan, kedua teman Rayhan turun. Kini hanya Rayhan dan Nada berdua di mobil. Mereka ingin memberi kesempatan pada mereka untuk saling bicara. 

Mobil menepi dan menuju ke sebuah kafe yang dulu sering digunakan oleh mereka berdua untuk kencan. 

Antara sedih dan bahagia yang dirasakan oleh Nada. Dengan posisi sekarang yang telah menjadi istri pengusaha, tak membuatnya bahagia. Ia sedih karena harus berpisah dengan pria pujaannya. 

"Mas, bagaimana caranya agar kita bisa bersatu?" ucap Nada seraya memegang kedua tangan kekasihnya itu. 

"Nada," ucap Rayhan lalu menunduk, kemudian menatap netra gadis pujaannya itu. "Tiga tahun kita menjalin kasih, selama itu pula aku percaya padamu."

"Mas, ini di luar kendali," ucap Nada meyakinkan. "Aku dipaksa oleh ibu untuk menikahi pria itu dan sama sekali tidak memiliki rasa. Bahkan aku dijadikan istri ketiga!" 

Rayhan mendelik mendengar ucapan Nada. 

"Apa?" 

"Iya, aku dijadikan istri ketiga."

"Kemaruk sekali dia!" ucap Rayhan sedikit emosi, "aku akan membantumu bercerai dengannya."

"Terimakasih, Mas."

Akhirnya keduanya menikmati makan di kafe tersebut. Setelah itu mereka menuju ke mall dan nonton film di bioskop. Tanpa disadari, waktu telah menunjukkan pukul empat sore dan akhirnya mereka pulang. Rayhan mengantar gadisnya itu sampai rumah. 

Sesampainya di rumah, betapa kagetnya Nada ketika mendapati seorang pria memakai jas rapi tengah duduk di ruang tamu ditemani sang ibu. 

Rayhan yang tidak mengetahui bahwa itu adalah suami Nada, ia duduk dengan santainya di sebelah sang pria tersebut. Pria tampan berpenampilan necis itu tersenyum melihat Rayhan tanpa marah sedikitpun. Sementara Nada salah tingkah. Sang ibu memelototi putrinya itu. 

"Lihat ponselmu, berapa kali ibu menelepon tetapi tidak kamu jawab!" ketus Bu Hamidah. Nada mengambil ponselnya dan membuka, ternyata benar, ada belasan panggilan tak terjawab dan juga pesan. Tadi terlalu asyik sehingga Nada tidak menyadarinya. 

"Nada, aku pulang dulu, besok aku akan kembali dan kita jalan," ujar Rayhan kemudian menyalami Bu Hamidah serta Tuan Abdul. Nada pun mengantar Rayhan sampai halaman depan di mana mobil pemuda itu terparkir. Setelah itu Nada melambaikan tangannya dan kembali ke ruang tamu lalu duduk bersama suami dan ibunya. 

Sekembalinya Rayhan, Bu Hamidah masuk ke dalam dan hanya ada Nada dan suaminya. Tuan Abdul menatap netra istrinya, sementara Nada duduk sembari memainkan ponselnya. Wajahnya tenang tanpa ada rasa bersalah. 

"Kamu senang?" tanya Tuan Abdul. Nada mengangguk. 

"Kenapa? Tuan tahu, kan? Kalau aku punya kekasih. Makanya ceraikan aku. Biarkan aku bahagia dengannya," pinta Nada. 

"Aku akan penuhi tetapi kita sudah membuat janji! tukas Tuan Abdul mengingatkan janji Nada bahwa jika satu tahun belum punya keturunan, maka Tuan Abdul akan menceraikan. 

Mengingat perjanjian itu, akhirnya Nada tidak dapat berbuat apa-apa dah hanya menerima nasib. Kini yang ia lakukan hanya berusaha menghindar darinya agar tidak melakukan hubungan layaknya suami istri dan juga tidak hamil. 

"Sekarang pulang!" ajak pria yang meski berusia tiga puluh limaan tetapi masih terlihat kuat dan segar. 

"Aku mau tidur di rumah saja," balas Nada, "toh di sana juga aku sendiri. Malam ini giliran Ruqoyah, kan?" ujar gadis itu. 

"Malam Sabtu bebas," balas Tuan Abdul membuat Nada mendelik. 

"Tapi aku sedang haid!," ujar Nada mengingatkan suaminya. 

"Ha ha ha," memangnya kenapa? Apakah nggak boleh?" balas Tuan Abdul membuat gadis itu merengut. Tak lama Bu Hamidah ke luar membawa tas berisi barang-barang milik Nada yang tertinggal di rumah. 

"Sebelum pulang, salat Asar dulu, ini sudah jam setengah lima, kamu belum salat, kan?" kata ibunda Nada mengingatkan.

"Udah tadi di bioskop," ujar gadis itu meyakinkan. 

"Owh, jadi kamu nggak haid?" sahut Tuan Abdul membuat Nada mendelik dan mulutnya menganga. 

Aduh! Jadi ketahuan, batin gadis itu. 

------

next

Sub, rate dan follow akunku ya sobat, terimakasih

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status