Share

Malam Pertama

Baru saja terlelap, sayup-sayup terdengar suara pintu diketuk. Nada mendelik dan kaget kemudian bangkit. Ia ingat bahwa malam ini adalah malam pertamanya. 

"Celaka!"

---

"Astaghfirullah! aku lupa tidak kembali ke kamar Tuan Abdul," gumamnya. Apakah dia yang mengetuk pintu? Nada pun bangkit dan membuka pintu. Ternyata benar apa yang ia khawatirkan. Seorang pria berambut ikal dengan bibir tipis itu tersenyum sembari melipat kedua tangannya membuat gadis itu salah tingkah. 

"Tu-tuan Abdul? Kenapa ke sini?" tanya Nada. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. 

"Kamu lupa? Ini jatahmu," seru pria itu mengingatkan. Nada hanya cengar-cengir. Ia berpikir bagaimana caranya agar malam ini tidak ada acara malam pertama baginya. 

"Tuan, malam ini saya berikan kepada istri Anda yang lain saja, bagaimana?" usul gadis belia yang memiliki lesung pipit itu. 

"Laa, aku ingin bersamamu, ayo!" Pria itu menggandeng Nada yang ragu. Sepintas ia melirik jam dinding yang menempel, pukul sebelas malam. Dengan terpaksa ia menuju ke kamar Tuan Abdul, suaminya. 

Sesampainya di kamar, pria itu mengunci pintunya membuat Nada bergidik. Ada rasa takut dan cemas di hatinya. Ia merasa malam ini malam yang menyeramkan. 

"Tuan, aku mohon lepaskan aku saja. Aku tidak mau nikah muda!" pinta gadis itu memohon. Tuan Abdul mendudukkan gadis itu di sofa, kemudian menyalakan televisi. 

"Sekarang kamu sudah menikah denganku, berarti kamu tanggung jawabku!" Pria itu melingkarkan tangannya ke bahu Nada membuat gadis itu tidak nyaman.

"Ibumu yang menjodohkanmu, bukan? Sebulan sebelum menikah, ia datang ke toko dan memohon-mohon agar menjadikanmu istri ketiga. Ia berjanji kalau kamu akan memberikan keturunan padaku," sambungnya membuat gadis yang berambut pajang itu terbelalak. Rupanya selama ini ibulah yang membuatku seperti ini, pikir Nada dengan kesal. 

"Tetapi kenapa Tuan Abdul mau menikah denganku sedangkan ...." Nada tidak melanjutkan.

"Apa? Aku tidak bisa membuatmu hamil?" Nada mengangguk. 

"Itulah mengapa aku bersedia menikah denganmu sebab tidak akan ada tanggungan selain menanggungmu, haha," ucap pengusaha mebel yang telah sukses itu. "Jadi, perjanjian yang kamu ajukan itu sangat-sangat aku setujui." Sial! Batin Nada, jadi dia memanfaatkan perjanjian itu. 

"Tuan, kenapa Anda tidak ke dokter untuk periksa?" Tuan Abdul diam sesaat. "Hai," panggil Nada. 

"Sudah, bahkan sudah ke dokter manapun sampai ke luar negeri, nyatanya aku sehat. 

"Istri Anda?" tanya Nada. 

"Ruqoyah sehat, bahkan pernah tes di dokter spesialis juga hasilnya sehat. Jadi sebenarnya kami sama-sama sehat. Namun, entah!"

Tuan Abdul diam sejenak. Apakah hal ini ada yang salah? Mereka semua sehat, lalu kenapa?

"Bagaimana? Yuk," ajak pria itu sembari mendekap. 

"Tunggu! Ehm, Tuan, saya ke kamar mandi dulu," pinta Nada, "aku mau wudhu dulu, bukankah itu Sunnah?" 

"Oke," jawab Tuan Abdul. Kemudian gadis itu menuju ke kamar mandi. Sepuluh menit kemudian, Nada kembali dengan senyum sumringah. "Maafkan aku, Tuan. Aku datang bulan," ucap Nada tersenyum puas. Pria itu memegang pelipis dan menuju ke ranjang dengan kecewa. Nada sendiri tidak peduli dengan itu, yang penting malam ini ia bebas. Kemudian ia pamit ke kamarnya, tetapi tidak diperbolehkan. 

"Tuan, saya sedang menstruasi, apakah harus saya panggilkan istri Tuan yang lain?" Pria itu menggeleng dan meminta Nada untuk berbaring di sampingnya. Nada sedikit gugup sebab sebenarnya ia berbohong. Hari ini ia tidak sedang haid, hanya menghindar dari suaminya itu. 

***

Pukul empat Nada telah bangun sebab pintu diketuk dengan keras. Rupanya Ruqoyah yang mangetuk pintu. Nada tidak berani membangunkan suaminya yang masih terlelap. Kemudian Ruqoyah membangunkan suaminya dengan pelan. 

"Sayang, sudah pukul empat, ayo bangun," ujar wanita yang memiliki badan sintal itu. Ia menggoyang badan suaminya agar lekas bangun. 

"Hai, kenapa kamu nggak mandi?" tanya wanita itu. "Semalam kalian sudah, kan?" tanya Ruqoya ketus. Nada merengut kemudian meninggalkan kamar itu dan menuju ke kamarnya.

Tak lama Ainur datang ke kamar Tuan Abdul, keduanya berkumpul di kamar. Dengan menggeliat, Tuan Abdul membuka mata. Ia menengok ke kiri, tidak mendapati Nada. 

"Nada mana?" tanya pria itu pada kedua istrinya. Ada perasaan tidak suka terpancar dari keduanya karena yang disebut adalah Nada. 

"Aku menyuruhnya mandi, masa nggak mandi. Semalam kalian kan?" ujar istri pertama. Tuan Abdul menggeleng. 

"Kenapa?" tanya Ruqoyah. 

"Datang bulan!" 

"Owh," ucap Ruqoyah sembari mendelik. Kenapa tidak datang padaku saja, Mas," sahut Ainur. 

"Enak saja, harusnya padaku," sahut Ruqoyah. 

"Sudah diam, aku tahu kalian bakal ribut, jadi aku tidak minta ganti."Setelah itu Tuan Abdul menuju ke kamar mandi. Kedua istrinya itu mempersiapkan untuk keperluan salat Subuh dan kantor.

Sementara Nada di kamar melanjutkan tidurnya hingga suara azan menggema. Setelah itu, ia pun mandi dan salat Subuh. 

Setelah salat, ia ke luar kamar dan menuju ke belakang. Gadis yang baru sehari menjadi istri ketiga Tuan Abdul itu berniat ingin mandi. 

"Sepertinya enak berenang pagi-pagi," gumamnya. Ia pun kembali ke kamar dan berganti pakaian. Karena tidak memiliki pakaian renang, ia memakai baju kaos lengan pendek dan celana street pendek.

Ketika mau masuk ke kolam renang, ada seseorang yang mencegah. 

"Tunggu!" 

Nada menengok ke arah sumber suara dan ternyata adalah suaminya. Di belakang Tuan Abdul ada kedua istri yang mengikuti. 

Nada pun mengurungkan niatnya. Tuan Abdul memegang tangan Nada lalu berkata, "kamu sedang haid, jangan berenang!"

Nada terbelalak dan ingat bahwa semalam ia berkata bahwa saat ini sedang haid. Seketika itu ia pun mengangguk dan urung. Kedua istri Tuan Abdul hanya menggelengkan kepala. 

Di meja makan, semua telah tersaji. Semua berkumpul di meja makan, kecuali Nada. Gadis itu masih di kamar sembari berbaring. Ruqoyah memberitahu asisten rumah tangganya untuk memanggil Nada. Namun Bibi Inah--nama asisten tangganya--kembali tanpa bersama gadis itu membuat Ruqoyah sedikit kesal. 

"Anak itu harus diberi pelajaran. Seharusnya dia tahu tata tertib di rumah ini," ucapnya kesal. 

"Iya, Mbak, nanti kita kumpul dan beritahu aturan kita," sahut Ainur, wanita asli Jawa dengan badan sedikit gemuk. 

"Aku berangkat," ujar Tuan Abdul usai sarapan. Kedua istrinya salim dan mengantar pria itu sampai ke garasi. 

Usai kepergian Tuan Abdul, kedua istri itu menuju ke kamar Nada. Nada yang tengah bermain ponsel menjadi kaget. 

"Nada, kami mau bicara," ucap Ruqoyah dan meminta Nada untuk duduk. 

"Mbak, baiknya di ruang keluarga saja," usul istri kedua Tuan Abdul. Akhirnya mereka menuju ke ruang keluarga. Ruangannya sangat luas dan digelar karpet. Ruang keluarga ini biasa dipakai untuk acara pertemuan keluarga besar Tuan Abdul. 

Mereka duduk bertiga.

"Nada, aku ingin beritahu kamu aturan di sini," ucap istri pertama Tuan Abdul. Pagi ini, ia begitu cantik dan seksi. Alis mata dan penggunaan celak membuat dirinya tambah anggun. Nada mengangguk. 

"Baik. Yang pertama, jika kamu sedang haid dan jatahnya menemani Mas Rashid, maka berikan hak itu pada salah satu diantara kami yang tidak haid." 

"Sudah, Mbak, aku sudah bilang begitu sama Tuan. Tapi beliau nggak mau," ujar Nada menjelaskan. 

 Kedua istrinya saling berpandangan. 

"Baik. Yang kedua, jika pagi tiba, ikutlah sarapan bersama dan mengantar beliau ke garasi," ujar Ruqoyah. Nada mangangguk paham. 

"Oya, malam Sabtu dan malam Ahad jatah siapa?" tanya Nada. Selama ini yang ia tahu bahwa malam Senin dan malam Rabu jatahnya Ruqoyah dan malam Selasa dan malam Kamis jatahnya Ainur. 

"Malam Sabtu dan malam Ahad suka-suka Mas Rashid."

Nada pun mengangguk paham. 

Setelah perbincangan ini, Nada kembali kekamar. 

Saat ini aku masih aman, entah besok-besok, pikir Nada. 

-------

next

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status