"Astaga, akhirnya ketahuan juga jika aku sedang tidak haid," gumam Nada sembari nyengir. Rasa takut merasuki jiwanya. Takut akan hal yang selama ini dialami oleh pasangan pengantin di malam pertamanya. Namun bagi gadis belia itu, ia memiliki banyak akal. Ia akan menggunakan kakak madunya sebagai alasan agar Tuan Abdul tidak mendekat.
Pria itu berdiri kemudian masuk ke dalam menemui Bu Hamidah yang tengah mempersiapkan makanan.
"Bu, saya pamit pulang," ucap menantunya itu.
"Lho kok cepat amat?" tanya Bu Hamidah sedikit kaget lalu mengelap tangannya karena basah terkena kuah sayur.
"Tuan, saya mau nginep di sini saja, kangen ibu," ujar Nada sembari menggelayut manja dengan sang ibu. Namun, sang ibu melepas tangannya dan menyerahkan dirinya pada Tuan Abdul.
"Ayo pulang," ajak Tuan Abdul dan menggandeng Nada. Dengan terpaksa Nada pun mengikuti suaminya itu. Gadis itu bersalaman dengan ibu dan bapaknya, kemudian masuk ke dalam mobil Expander putih. Dengan segera Tuan Abdul menjalankan mobilnya menuju ke rumah yang berjarak sekitar tiga puluh menit.
Kaca mata hitam terpasang di kedua matanya membuat ketampanan Tuan Abdul mengalahkan pria muda. Terlihat dewasa, maskulin dan mempesona. Jika setiap gadis memandangnya, pastilah akan terpesona. Nada melirik sang suami, ia tidak menyangka jika pria yang kini duduk di sebelahnya adalah yang menjadi pendamping hidupnya. Hingga detik ini pun belum percaya jika pria ini yang menjadi suaminya telah memiliki tiga istri. Nada pun menggeleng.
"Kenapa kamu? Apa yang kamu pikirkan?" tanya Pria berkaca mata hitam disampingnya itu sembari tetap fokus menyetir.
"Enggak!" balas Nada.
"Kenapa kamu menggeleng?" tanyanya kembali.
"Aku hanya heran, kenapa kok ada pria yang mau menikahi bocah seperti aku. Banyak janda-janda muda dan tante-tante yang mau sama Tuan," jelas Nada membuat Tuan Abdul meringis.
"Awalnya aku nggak mau dengan bocah sepertimu, tetapi ibumu yang memaksa. Tiap hari merayuku!" Nada mendelik. Jika telah menyebutkan kata "ibu" maka ia tidak dapat menyangkal. Mau menyalahkan ibu, tidak mungkin sebab tadi Nada telah menanyakan kepada ibunya. "Dan karena kamu telah sah menjadi istriku, maka kamu harus ikuti peraturanku!" Nada hanya tersenyum kecut. Kali ini ia tidak dapat berbuat apa-apa dan hanya pasrah.
Tidak terasa sampailah mereka di rumah. Rumah besar berlantai dua dengan style modern itu yang kini menjadi istana bagi Nada. Namun di wajahnya tidak tersirat rasa bahagia.
Setelah mobil terparkir di garasi, mereka masuk ke dalam. Rupanya kedua istri Tuan Abdul telah pulang dari toko, terlihat dua mobil terparkir pula di garasi.
Nada masuk ke dalam kamar dan Tuan Abdul pun demikian. Ruqoyah yang melihat suaminya pulang, ia pun masuk ke kamar sang suami.
"Mandi dulu, Mas!" suruh Ruqoyah sembari mengambilkan baju ganti dan memberikan handuk ke suaminya.
"Ruqoyah, kenapa kamu setuju jika aku menikahi Nada?" tanya Tuan Abdul serius. Perempuan berambut ikal dan panjang itu menyibakkan rambutnya lalu duduk di sisi ranjang.
"Mas, aku ingin kebahagiaan buatmu. Siapa tahu dengan menikah dengan Nada, kamu akan mendapat keturunan," ucap Ruqoyah.
"Tapi aku baik-baik saja dan nggak ada masalah dengan reproduksiku, kamu juga baik-baik saja, Ainur juga demikian. Aku rasa hanya menunggu waktu," jelas pria yang memiliki rahang keras itu.
"Mas," ucap Ruqoyah dan mendekatkan diri ke suaminya. "Jika kali ini Nada tidak juga hamil, aku rasa kamu memang ada masalah."
Tuan Abdul mendesah lalu menarik nafas panjang. "Aku tidak masalah jika belum dikaruniai anak. Keponakanku banyak," ucapnya sedikit putus asa. Setelah itu ia bangkit dan menuju ke kamar mandi.
Ruqoyah mengangkat bahu, ada gurat kesedihan di matanya, tetapi segera ia tepis.
***
Sementara itu Nada hanya berbaring di ranjang. Ponsel tak pernah lepas dari tangannya. Kali ini ia tengah chating dengan Rayhan, kekasihnya.
[Mas, ternyata ibuku yang memaksa Tuan Abdul untuk menikah denganku.] Pesan Nada kepada Rayhan.
[Kamu turuti perintah ibumu saja. Aku tidak apa-apa, itu tanda bakti padanya] balas Rayhan dengan memberi emot love.
[Tapi aku tidak mau, aku mencintaimu] balas Nada. [Hingga saat ini aku belum disentuh olehnya]
[Bagus, teruslah menghindar sampai satu tahun. Atau agar dia mau menceraikanmu!] Saran Rayhan membuat Nada semakin bertekad untuk menghindar dari suaminya. Kali ini ia akan memanfaatkan kakak madunya agar jatahku tidak ada.
[Oke, terimakasih sayang, I love you bye]
[Bye]
***
Rupanya Ruqoyah masih berada di kamar suaminya. Tak lama Ainur pun datang dan masuk ke dalam kamar. Memang jika malam Sabtu, mereka bebas keluar-masuk kamar suami sebelum akhirnya Tuan Abdul menentukan akan bersama dengan siapa.
Ainur datang membawakan kopi hitam kesukaan suaminyal.
"Mbak, si Nada itu harus diberi tahu aturan di rumah ini," usul Ainur.
"Iya, nanti aku akan menemuinya lagi," balas Ruqoyah.
"Mas, malam ini Mas mau ditemenin siapa?" tanya Ainur. Kedua wanita itu saling pandang dan deg-degan berharap terpilih. Namun Tuan Abdul diam sembari menyeruput kopi hitam yang dibawakan oleh Ainur.
"Mas," tanya Ruqoyah.
"Aku ingin bersama Nada. Semalam dia berpura-pura haid padahal kenyataannya tidak. Jadi, aku ingin bicara padanya."
Kedua istri Tuan Rashid mendelik dan menggelengkan kepalanya serta tidak menyangka jika Nada akan berbuat senekat itu. Ia berani berbohong pada suami, padahal itu tidak boleh dilakukan. Di sisi lain, ada gurat kecewa di wajah keduanya sebab tidak ada yang dipilih.
"Baik, aku akan memanggilnya agar segera bersiap," ujar Ruqoyah kemudian berdiri diikuti oleh Ainur. Keduanya menuju ke kamar Nada.
Ruqoyah mengetuk pintu. Tak lama, Nada membukanya. Dengan heran, Nada mempersilakan masuk.
Mereka bertiga duduk di sofa. Ruqoyah dan Ainur duduk beriringan, sementara Nada duduk dihadapan kedua istri Tuan Abdul.
"Nada, aku ingin memperingatkanmu," ujar Ruqoyah dengan tegas, "jangan sesekali kamu berbohong pada suami!" lanjut wanita yang usianya berkisar tiga puluhan tahun itu.
Gadis itu mendelik.
"Kamu pura-pura haid, kan?" sela istri kedua Tuan Abdul yang memiliki rambut panjang sebahu. Nada mengangguk pelan. "Lain kali jangan kamu lakukan lagi!"
"Mbak-mbak, aku rasa sebenarnya kalian suka, kan, jika aku tidak bersama Tuan. Jadi, tolong bantu aku agar bisa cerai darinya," ucap Nada tegas membuat kedua kakak madu Nada terbelalak. Mereka bahkan tidak percaya jika Nada berkata demikian. "Perlu kalian ketahui ya, Mbak, bahwa aku sudah punya pacar!" lanjut Nada dengan Nada naik setengah oktaf. Sebenarnya apa yang diucapkan Nada itu membuat Ruqoyah dan Ainur bahagia, tetapi bagaimana lagi.
"Jadi, lebih baik Mbak-mbak ini bantu aku menghindar dari suamimu, okay!" Kembali keduanya terbelalak dengan ungkapan Nada yang begitu berani hingga keduanya lupa bahwa tujuan ke sini adalah untuk memanggil Nada.
Akhirnya keduanya bangkit dan ke luar dari kamar gadis belia itu. Ruqoyah mengajak Ainur menuju ke kamarnya sebab ingin mendiskusikan sesuatu. Sesampainya di kamar Ruqoyah, mereka pun duduk berhadapan di sofa dan membahas tentang adik madu mereka.
"Ainur, bagaimana ini?" tanya Ruqoyah.
"Aneh! Banyak yang mengharap menjadi istri Mas Rashid, kenapa Nada malah nggak mau?" balas Ainur heran.
"Apakah kita harus memisahkan mereka berdua? Dan sebetulnya ini tujuan kita sebelum mereka menikah." Ruqoyah mengingat kejadian beberapa bulan lalu ketika ibunda Nada datang ke rumah dan ingin melamar Tuan Abdul manjadi suami putrinya. Saat itu Tuan Abdul menolak, tetapi Ruqoyah dan Ainur menyetujui dan meminta agar mau menerima Nada menjadi istri ketiga. Namun saat itu sebenarnya hanya pura-pura untuk dianggap istri saleha. Dan hal itu menuai banyak pujian dari keluarga besar.
"Ini kesempatan kita, Mbak," ucap Ainur.
"Betul. Nanti di hadapan Mas Rashid, kita sampaikan saja kalau Nada nggak mau," sahut Ruqoyah.
Mereka ke luar dan menuju ke kamar Tuan Abdul. Sesampainya di sana, mereka tidak mendapati suaminya itu.
***
Saat Ruqoyah dan Ainur keluar dari kamar Nada, Tuan Abdur mendatangi kamar Nada. Ia mengetuk pintu perlahan lalu Nada membukanya dengan sedikit kesal. Gadis itu mengira kalau kedua istri Tuan Abdul yang datang kembali. Begitu gadis itu melihat Tuan Abdul yang datang, Nada langsung kaget dan mundur beberapa langkah.
Tuan Abdul masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya.
"Tu--tuan, apakah kedua istri Tuan belum memberitahu?"
Pria tampan yang hanya menggunakan kaos singlet putih dan celana panjang itu menggeleng.
"Malam ini aku ingin kamu mengganti malam kemarin," ucap Tuan Abdul sembari tersenyum dan mendekat ke gadis itu. Nafasnya memburu dan jantungnya menghentak-hentak.
"Ta--tapi kenapa mereka tidak mengatakannya padaku?" ujar Nada sembari menetralisir hatinya.
"Owh, jadi mereka tidak bicara padamu?" Nada menggeleng. Kemudian Pria tampan itu mendekat, tetapi tiba-tiba pintu diketuk.
----
Bersambung. Aha, rupanya kedua istri Tuan Abdul mulai membantu Nada.
-----
Dasar Nada! ih, kalau author, mah, mau aja ama Tuan, ha ha ha
Pertemuan Nada, Abdul dan Ruqoyah di kafe, merupakan sesuatu yang sangat mengejutkan. Ruqoyah pun berdiri kemudian menghampiri Nada yang tengah bingung. "Nada! Siapa dia?" tunjuk Ruqoyah pada lelaki yang berada di sampingnya. "Teman saya, Mbak," balas Nada canggung kemudian ia menggaruk-garuk kepalanya. "Iya, Tante, doakan kami agar jadian, ya, hehehe," sahut Haris sembari meringis membuat Ruqoyah mendelik. Haris kemudian mendekati Ruqoyah dan menyalaminya, lalu ke Abdul dan menyalaminya pula. "Kebetulan sekali bertemu di sini, sekalian kita makan bersama saja, bagaimana?" usul Haris. Nada tidak dapat berkata-kata."Hay kamu, siapa namamu?" panggil Ruqoyah. Perlu kamu ketahui kalau Nada itu ....!" Belum sempat Ruqoyah berucap, Abdul mencegahnya. "Apa-apaan, sih!" "Duduk saja, nanti aku jelaskan!" perintah Abdul. Akhirnya Ruqoyah pun duduk berdampingan dengan Abdul, sementara Nada duduk berdampingan dengan Haris. Nada melirik suaminya yang cuek. "Kini, pesanlah menu," ujar Abdu
"Dengar! Pulang dari kampus, lalu siapa yang berhasil diantar dia, besok traktir!" tantang Rose, gadis yang tadinya kalem, begitu mengenal laki-laki langsung berubah. "Oke!" ----Pukul 12.00 kuliah selesai dan tidak ada lagi mata kuliah. Nada langsung menuju ke parkir. Namun naas, saat hendak menyalakan motornya, ban belakang tenyata kempes. "Waduh, mana tempat tambal ban masih jauh, bagaimana ini?" keluhnya sembari menekan-nekan ban motornya. Mau tidak mau, akhirnya Nada menuntun motornya itu sampai depan kampus. Jarak untuknke depan lumayan jauh. Saat di tengah perjalanan, Haris menghampiri dengan motor gedenya."Nada, kenapa motornya?" Pria itu turun dari motor lalu mendekati Nada yang tampak kelelahan. "Bocor," ungkapnya. "Yodah, kamu pakai motorku biar aku tuntun sampai depan. Di sana ada tukang tambal," perintah Haris kemudian menyerahkan kunci motornya pada Nada. Awalnya perempuan manis itu tidak mau, tetapi karena dipaksa, akhirnya mau juga. Haris menuntun motor milik Na
"Ainur!" pekik Abdul kemudian buru-buru membetulkan pakaiannya dan duduk. Nada pun demikian lalu duduk di samping sang suami. "Tuan, apa aku bilang!" pekik gadis itu lalu memunggungi sang suami. Sementara Abdul kebingungan antara mau mengangkat telepon atau tidak. "Jangan diangkat atau aku akan kena amukannya," ucap Nada. Abdul pun tidak mengangkat panggilan video call tersebut.Panggilan dari Ainur berhenti, tak lama kembali memanggil. Kemudian Tuan Abdul merijecknya dan mengirim pesan kepada istri keduanya bahwa selepas Magrib ia berjanji akan datang. @Ainur_My wife"Oke, Mas, aku tunggu. Malam ini aku telah menyiapkan makanan spesial untukmu." Balasan dari Ainur. Abdul bernapas lega sebab istrinya itu tidak bertanya macam-macam.Setelah itu, Abdul memandang ke arah Nada kemudian tersenyum. Ia menarik istrinya itu ke dalam pelukannya."Tuan, setelah ini kamu ke Mbak Aiunur, apa tidak capek?""Ha ha ha, pria keturunan Arab mana ada rasa capek. Makanan khas Arab bisa membuat pria m
Jawab Abdul singkat berharap gadis itu tidak mengirim pesan lagi. @Ayu Terimakasih, Om, muach .... ----"Astaghfirullahaladziim, ni anak ganjen amat!" gumam Abdul kemudian menyalakan mesin mobilnya. Sekilas ia melihat melalui kaca spion, gadis itu melambaikan tangannya membuat Abdul nyengir. ***Di tempat lain Nada dan Rose hampir memasuki ruang kuliah, tetapi kaget ketika tidak mendapati Ayu. "Kemana Ayu?" tanya Nada sembari celingukan mencari gadis yang seusia dengannya. "Eh iya," balas Rose. "Ah, tar juga masuk."Mereka kemudian masuk ke ruang kuliah dan mencari tempat duduk sedikit di depan. Keduanya duduk bersebelahan. Sebelum dosen masuk, mereka berbincang."Nada, Om kamu sepertinya sayang banget sama kamu, apakah sudah menikah?" Nada bingung untuk menjawab. Namun, ia tidak ingin berbohong. "Sudah." Wajah Rose terlihat kecewa. "Kenapa?" tanya Nada."Om kamu itu ganteng banget dan sepertinya tajir." Nada membulatkan matanya. Dalam hati, kenapa kok teman-temannya banyak y
Kejadian semalam pun terulang.---Sesaat setelah beribadah, mereka tertidur. Peluh mengalir membasahi raga serta kelelahan atas nikmat Tuhan yang dianugerahkan pada kedua pasangan halal ini. ZzzrrtttGetar ponsel milik Abdul di atas nakas mengagetkan keduanya. Panggilan video call dari seorang wanita yang telah menemani Abdul hampir sepuluh tahun itu mengagetkan pria yang masih setengah sadar. Dengan segera, lelaki itu menjawab panggilan video tersebut. Betapa kagetnya Ruqoyah sang suami tengah berte***jang dada bersama wanita yang sudah tidak asing itu. Abdul langsung bangkit dan mengucek matanya untuk mengumpulkan setengah nyawanya. "Ruqoyah!" panggil lelaki itu sehingga Nada pun bangkit. "Mbak Ruqoyah?" sahut Nada kemudian meraih pakaian yang tercecer dan memakainya. "Mas!" panggil Ruqoyah dengan muka memerah. "Ternyata ini yang kamu lakukan? Aku ke toko karena ada barang yang ingin ku ambil, ternyata kamu di situ!" teriak Ruqoyah tak terkendali. Rasa cemburu merasuki.Abdul
Kini, sampailah mereka di kediaman Bapak Slamet. Setelah mobil terparkir, kemudian Nada turun bersama Abdul. Nada mengetuk pintu kemudian salam. Terdengar balasan salam dari dalam dan suara yang sudah tidak asing, Bu Hamidah.Seorang wanita berhijab ungu dengan menggunakan daster berwarna lilac, membukakan pintu dengan senyum merekah. Kemudian mempersilakan menantu dan anaknya itu masuk. Di ruang tengah pak Slamet tengah duduk sembari melipat tembakau dengan kertas kretek. Lelaki itu lebih suka merokok dengan rokok buatannya sendiri daripada membeli. Abdul menyalami lelaki tersebut dan mencium tangannya, kemudian duduk behadapan."Pak, kenapa merokok? Apakah tidak sayang dengan kesehatannya?" tanya Abdul kemudian mengambil satu biji rokok kretek yang baru saja dibuat kemudian mengamatinya. "Mendingan nggak makan daripada nggak merokok," ujarnya sembari menggulung kertas rokok tersebut. Biasanya, lelaki tua yang kini berusia sekitat enam puluh tahun itu membuat sekalian banyak untuk