Share

Istri Konglomerat yang Dicampakkan
Istri Konglomerat yang Dicampakkan
Author: Dama Mei

Bab 1 Bercerai

"Mari kita bercerai, Gina!" 

Gina mematung—tak bisa berkata-kata mendengar sang suami berkata dengan santai di balik meja kerjanya. 

Wijaya bahkan tak peduli sama sekali dengan keberadaan Gina. 

Terang-terangan, pria yang menikahi Gina 10 tahun lalu itu–mencium tangan gadis muda yang wajahnya familiar di televisi swasta. 

Tangan Gina mengepal. Dia tak menyangka suaminya tanpa malu mempertontonkan perselingkuhan ini.

Belum berhenti di sana, pengacara Wijaya kini menyerahkan sebuah berkas pada Gina.

"Apa maksud semua ini? Kenapa tiba-tiba kita bercerai?" ucap Gina pada akhirnya. 

Wijaya sontak tersenyum miring. "Aku ingin menikahi Andrea," jawabnya enteng.

"Jika ingin menikah, silahkan kalian menikah." Gina juga menyahut santai–mencoba menunjukkan dirinya baik-baik saja.

Tidak masalah jika memang suaminya itu menikahi selingkuhannya ini. Dengan status istri pertama, kedudukan Gina masih jauh lebih tinggi. Setidaknya, sang anak juga memiliki posisi aman sebagai pewaris Wijaya. Toh, pernikahan mereka atas dasar perjodohan untuk mempertahankan kekayaan dua keluarga. 

Sayangnya, ucapan Gina membuat Wijaya tersenyum kecut. 

Sambil menggeleng, pria itu berkata pongah, "Tidak bisa, Gina. Andrea ingin menjadi satu-satunya ratu di hatiku."

Gina spontan melirik Andrea, yang masih berdiri pongah di samping Wijaya. Bahkan, gadis muda itu membalas tatapan Gina dengan tatapan menantang. Sangat jauh berbeda dengan imej polos-nya yang selalu dia tampilkan di televisi. 

Meskipun ekspresi Gina tampak datar, dalam hati rasanya ingin sekali mencabik seluruh wajah penuh kelicikan dari perempuan itu.

"Bagaimana jika aku menolak?" tanya Gina spontan. 

Wijaya sontak berdiri. Wajah pria itu tampak kesal menatap Gina. 

"Tidak bisa! Kau lihat pengacaraku itu? Dia Annie, pengacara andal yang akan mengusirmu! Jadi, jangan pernah berpikir untuk melawanku."

Wijaya lantas menunjuk sosok pengacara tadi yang seketika mengangguk sebagai bentuk perkenalan dirinya pada Gina. 

Melihat itu, Gina memejamkan matanya.

Kini, tidak ada yang bisa Gina lakukan, selain hanya menganga lebar. 

Dia tidak percaya jika sang suami telah mempersiapkan segalanya sedemikian rapi.

"Satu lagi, Gina. Sean–anak kita–ikut bersamaku," tukas Wijaya.

Ketenangan yang coba Gina pertahankan sontak terusik setelah mendengar nama anaknya disebut. Dengan wajah memerah, ia berjalan mantap mendekat ke arah Wijaya.

"Jangan berani memisahkan aku dari Sean!" bentak Gina mendadak.

"Atau apa?" tantang Wijaya, "Apa yang bisa kau perbuat?" 

Pria itu tertawa mengejek, diikuti dua perempuan di belakangnya, seakan ucapan Gina adalah lelucon bagi mereka.

Namun, Gina bertahan. Dengan tegas, wanita satu anak itu berkata lantang, "Aku ibu kandungnya. Kamu tidak bisa memisahkan aku dari Sean!" 

"Gina … Gina …." Wijaya menyentuh dagu Gina. "Kamu selalu cantik saat marah."

Gina sontak menepis tangan Wijaya. Tapi, pria itu justru makin tertawa melihat respon Gina.

"Jangan buat segalanya rumit, Gina. Aku menyuruhmu pergi dari sini, sebelum aku kehabisan kesabaran," ucap Wijaya dengan sisa tawa hinaan di bibirnya.

"Biarkan Sean ikut denganku!" pinta Gina melotot tajam ke arah Wijaya. 

Segera, Gina memutar badan–hendak berlari keluar demi mencari sang anak.

Sayangnya, pengacara Wijaya segera menghentikan langkah Gina. 

"Segalanya akan rumit bagimu, jika kamu melawan." 

"Rumit? Tidak masalah, asalkan aku bisa bersama Sean!" Gina tetap teguh dengan pendiriannya.

Brak! 

Wijaya tiba-tiba menggebrak meja kerjanya dengan tatapan murka ke arah Gina. 

Dia berjalan cepat, mencengkram kedua pipi Gina. "Gina Sayang, kenapa kamu tidak pernah menurut padaku?" gumamnya.

Sekuat tenaga Gina melepaskan cengkeraman Wijaya di pipinya. Namun dia tidak bisa. 

Rasa perih menjalar di pipinya. Dia yakin itu akan menimbulkan bekas kemerahan nyeri, tetapi Gina tak peduli. Satu hal yang ada di pikirannya adalah menemukan sang anak segera. 

"Dengar, kamu harus pergi dari sini!" Wijaya tiba-tiba berteriak, "Apa kamu tidak paham posisimu, hah? Kamu sudah tidak diinginkan!"

Wijaya bahkan mulai mencekik leher Gina. 

Annie sedikit terkejut melihat tragedi itu, tapi dia segera menormalkan ekspresinya. Perempuan itu tidak ingin terlibat. Sedangkan Andrea, wanita itu justru memekik senang melihat penderitaan Gina.

"Pergi dari sini sebelum aku kehilangan kesabaranku," ancam Wijaya, berbisik tepat di telinga Gina. "Aku bisa membunuh Sean, jika kamu menolak pergi!"

Mulut Gina mulai memegap-megap–berusaha keras mencari cara agar ada celah kosong di tenggorokannya agar oksigen bisa masuk. 

Wajah Gina mulai membiru. Hal itu membuat panik Annie. Dia tidak ingin kliennya membuat masalah. 

“Pak Wijaya!” 

Seruan pengacara Wijaya itu sontak membuat cengkraman Wijaya lepas dari Gina, hingga wanita itu tersungkur sambil memegangi lehernya yang lebam. 

Wijaya seketika sadar atas emosi yang menguasai dirinya.

Dengan cepat, dia memerintahkan asistennya untuk segera menyeret tubuh Gina pergi dari ruang kerjanya.

Gina sendiri sudah lemas. 

Dia tidak punya banyak tenaga untuk melawan, dan hanya bisa terwakili oleh air matanya yang kian membanjir membayangkan sosok Sean sang anak. 

Layaknya barang lusuh tak berguna, tubuh Gina dilemparkan ke teras rumah dan rumah yang tadinya menjadi istana bagi Gina.

"Sean…! " Gina makin menjerit. 

Membayangkan wajah polos Sean yang selalu berbinar saat memandangnya, Gina sontak merasa lemas. 

Ia tak bisa dan tak ingin hidup tanpa anaknya. 

Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa.

Dengan sehelai pakaian yang menempel di tubuhnya, Gina akhirnya keluar secara tertatih dari rumah pria konglomerat yang dijodohkan dengannya dulu. 

Sayangnya, langkah Gina berhenti saat dirinya mendengar teriakan Sean dari dalam rumah. Anaknya yang pendiam itu, bahkan seakan menjerit.

"Mama! Mama! Jangan tinggalkan Sean!"

Gina sontak memutar arah–hendak kembali masuk meski dia kini sudah berada di luar gerbang rumah besar itu. Namun, satpam rumah itu bergegas menguncinya–melarang Gina untuk masuk.

"Biarkan aku masuk!!" teriak Gina segera mendobrak pagar.

Namun, satpam rumah yang biasanya menurut padanya, hanya memandang Gina penuh penyesalan.

Gina semakin menangis setelah mendengar setiap teriakan Sean yang memanggilnya.

Dia juga dapat mendengar teriakan Andrea–perempuan iblis itu–membentak anaknya….

Anehnya, suara Sean perlahan menghilang dan tergantikan oleh keheningan yang mencekam.

Satpam yang tadi melarangnya masuk, tampak panik membuka pagar. 

Sontak Gina panik dan buru-buru mendatangi satpam itu.

"Ada apa? Apa yang terjadi?!" 

Mendengar pertanyaan Gina, wajah satpam itu justru semakin memucat. 

Dia tidak berani memandang wajah mantan atasannya itu.

Suara sebuah mobil meluncur keluar menuju gerbang menarik atensi Gina, hingga ia  buru-buru sembunyi. 

Dari balik persembunyiannya, Gina bisa melihat minibus mewah milik Wijaya keluar dengan sangat cepat..

"Apa yang terjadi? Ceritakan padaku!!!" Gina mengguncang bahu si satpam.

"M-maafkan saya, Nyonya."

"Jawab!!"

"Tuan Sean ... T-Tuan Sean jatuh dari tangga." 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
suami konglo seenaknya ceraikan istri hanya utk nikah dengan daun muda
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status