Share

Bab 7 Menghancurkan

"Aku seperti pernah bertemu denganmu, ya?" tanya Annie curiga.

Fiona berusaha untuk tetap tegar. Dia berdiri kokoh, tak ingin merasa terintimidasi oleh wanita berhati iblis ini.

"Mungkin Bu Annie pernah melihat saya di rumah Bu Ajeng?" tebak Fiona, bersikap datar.

Annie masih memicingkan mata menatapnya. Tapi dia detik kemudian, ketegangan itu mencair. Annie mengangguk, dan tampak setuju.

'Hampir saja,' batik Gina, dengan setitik eluh dingin yang turun dari keningnya.

***

“Fiona?” tegur Annie, ketika Fiona sudah mulai menyiapkan sarapan di jam 5 pagi.

Fiona yang tak paham dengan kebiasaan Annie, tentu setengah terjerembab kaget saat mendengar seseorang tiba-tiba memanggilnya. Setahu Fiona, baru dia saja yang bangun sepagi ini. Namun ketika dia memutar tubuh ke belakang, dan mendapati Annie yang bersandar di meja island sambil meminum segelas air putih, Fiona menghela nafas lega.

“Kamu kenapa sudah bangun sepagi ini?”

“Saya menyiapkan sarapan, Bu.”

Lirikannya dingin ke arah Fiona. “Aku mau mandi, tolong siapkan air hangat dan baju. Ini daftar pakaianku setiap hari yang musti kamu siapkan,” Annie menyerahkan secarik kertas, yang berisi daftar pakaian seminggu untuk Annie bekerja.

Karena hari ini adalah hari Rabu, maka Fiona perlu menyiapkan kemeja berwarna ungu dan bawahan rok maxi warna abu-abu gelap. Dia pun bergegas menuju kloset milik Annie yang seluas satu kamar tidur, setelah itu cepat-cepat mengisi bathtub dengan air hangat. Setelah semua selesai, Fiona kembali menghadap Annie yang sibuk di depan laptop sambil duduk di ruang makan.

“Bu Annie, semua sudah siap,” ucap Fiona patuh.

Annie mengangguk cepat, seraya membereskan keperluannya. Sedangkan Fiona, dia kembali menyiapkan sarapan untuk Damian dan Tasya.

“Fiona!!!” teriak Annie sangat kencang.

Spontan Fiona membanting pisaunya karena panik, dan berlari tergopoh menghampiri Annie yang sedang berada di dalam kloset. Tampak Annie membuang kemeja dan rok yang sudah disiapkan Fiona sedemikian rupa. Fiona yang tak paham tentu hanya bisa menunduk sambil memunguti pakaian bersih itu.

“Kamu nggak bisa baca, ya?! Aku bilang ungu gelap, bukan ungu muda kayak gitu! Aku mau ketemu klien penting, petinggi negara, mana mungkin pakai baju seterang itu!” maki Annie, tak peduli meski teriakannya di subuh hari bisa membangunkan siapa saja.

Fiona lagi-lagi menunduk, pura-pura ketakutan, kemudian mulai memilah-milah lagi kemeja warna ungu gelap yang tergantung bersama puluhan kemeja. Lalu dia dengan sangat hati-hati memberikan kemeja warna ungu tua sesuai permintaan Annie.

“Kalau kerja yang becus, ya! Aku nggak bisa mentolerir orang ceroboh untuk kedua kalinya!”

Fiona tak menjawab, selain mengangguk ketakutan. Annie lalu mengusir Fiona karena dia harus segera mandi dan siap-siap. Maka Fiona tak ingin berlarut dalam suasana tegang itu, karena sarapan harus segera matang sebelum Damian dan Tasya bangun.

'Sialan', batin Fiona. 'Dia memang pantas menjadi bawahan Wijaya. Sama-sama berhati kejam,"

Dengan hati dongkol, Fiona bergegas menyiapkan sarapan untuk Tasya dan Damian.

“Silahkan sarapan, Pak Damian,” Fiona meletakkan sepiring toast ke meja makan, untuk Damian dan Tasya.

Damian yang seumur-umur tak pernah disajikan sarapan oleh wanita manapun selain ibunya, tentu sangat bersemangat. Kedatangan Fiona ke dalam rumahnya sungguh merupakan berkah bagi Damian, yang setiap hari harus kelabakan bangun pagi demi menyiapkan sarapan untuk Tasya.

Tak lama, Annie keluar dari kamarnya dengan dandanan yang rapi dan harum, seperti biasa. Wanita itu selalu tampil cantik, bahkan di usianya yang sudah tak muda lagi, Annie tetaplah wanita cantik yang selalu dikagumi siapapun. Damian hendak merengkuh tubuh Annie, namun lagi-lagi istrinya itu menolak tegas.

“Aku sudah rapi, jangan cium,” larang Annie tegas.

Damian merengut kecewa, namun dia tak ingin berdebat di pagi hari dengan Annie. Dia memilih kembali fokus pada sarapannya dan menunggu Tasya bersiap ke sekolah.

“Sayang, kamu nggak mau cobain masakan Fiona?” tawar Damian.

Annie menggeleng tak selera, kemudian pamit pergi sebelum jalanan begitu macet dan menyebabkan dia telat masuk kantor. Sepeninggal Annie, kini tinggallah mereka bertiga, dengan Tasya yang sedang mengunyah sarapannya secepat yang ia bisa. Damian buru-buru memanaskan mesin mobil, sementara Fiona memasukkan bekal Tasya dan membantu anak itu bersiap ke sekolah.

Setelah ada Fiona, Damian lebih banyak menghabiskan waktunya di ruang kerja untuk menulis, karena dia merasa kikuk jika harus berdua saja di rumah bersama Fiona. Meski, ketika Damian perhatikan, Fiona jarang sekali berada di rumah. Wanita itu selalu ijin pergi ke suatu tempat, dan akan pulang satu jam sebelum makan siang. Selalu seperti itu setiap hari, kecuali saat Annie dan Tasya libur dan berada di rumah.

Ingin sekali rasanya bertanya apa yang Fiona lakukan dan kemana dia pergi, namun Damian merasa itu sama sekali tak perlu. Alih-alih dianggap peduli, bisa-bisa Fiona menganggap Damian majikan yang kurang sopan karena mempertanyakan hal pribadinya. Jadi Damian hanya bisa memendam rasa penasarannya.

* * *

Setelah Tasya berangkat sekolah, Gina akan menyelesaikan tugasnya membersihkan rumah. Namun, perempuan itu selalu izin untuk keluar tanpa menyebutkan tujuannya pada Damian. Dia berjalan beberapa ratus meter jauhnya dari rumah Annie, untuk menemui Emma yang sudah menunggunya. Lalu, keduanya  akan pergi ke makam Sean, yang terletak sedikit jauh dari rumah Annie.

Sesampainya di sana, Gina mengganti bunga mawar putih yang kemarin dia berikan di atas makam Sean dengan bunga mawar baru yang dia bawa hari ini.

Dia mengelus batu nisan Sean, dan selalu menangis tiap kali melakukannya.

"Em, kurasa aku tidak bisa terus seperti ini," ucap Gina. Dia lalu berdiri, berhadapan dengan Emma.

"Tinggal menunggu waktu sampai Damian mengetahui makam ini. Jadi, kurasa untuk sementara kita perlu menghapus nama Sean dari batu nisan."

"Tapi Nyonya ... "

Gina menggeleng. "Meskipun pria itu menyedihkan karena selalu diremehkan Annie, tapi aku tahu, dia bukanlah pria bodoh seperti Wijaya,"

Gina menatap nanar ke arah makan Sean. "Aku tidak perlu mengerahkan tenagaku untuk menghancurkan rumah tangga Annie karena dia sendiri yang hampir merobohkannya."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Atiek As Ardhy
kok mau"nya gina jd pbantu di rmh annie gina cari apa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status