Share

Kedatangan Lauren Clarke

Stella mengejar langkah Bian yang sengaja memintanya untuk bicara berdua kala ibunya mulai tenang dan tertidur.

Bagaimanapun ini harus diluruskan, bagaimana bisa Bian seenaknya begitu? Dia kira hamil dan melahirkan itu mudah? Setelah melahirkan, dengan sangat santai mereka akan berpisah? Benar-benar tidak punya hati! Seenaknya membuat keputusan dan seenaknya pula mengakhiri semuanya.

"Bian!"

Pria yang sedang duduk di kursi belakang itu tampak acuh saat Stella memanggilnya. Hal yang membuatnya bergerak dan berdiri dihadapan Bian.

"Bian ... kau harus memikirkan semua ucapan dan janjimu itu. Bagaimana bisa kau malah menyetujui permintaan Mama? Siapa yang akan mengandung anakmu? Aku?" tanyanya dengan wajah yang memerah, tampak hampir marah karena pria ini bertindak sesuka hatinya.

Memutuskan sesuka hatinya, memaki sesuka hatinya. Dia kira dia siapa? Stella sudah tidak mau berurusan dengannya lagi dan bagaimana mungkin Bian malah mengatakan hal itu.

"Aku juga tidak memintamu mengandung anakku!" Bian berkata tajam dengan matanya yang menatap nyalang pada Stella. "Memangnya aku memintamu melakukannya? 'Kan tidak ada! Mama dan permintaannya hanya kusetujui di depannya saja, aku tidak berniat untuk membuatnya menjadi kenyataan."

Stella menghela napasnya lega.

"Kau harus menepati janjimu, ceraikan aku seminggu lagi. Aku tidak mau lagi bersamamu," ucap Stella tegas, hingga Bian merasa agak kesal mendengarnya.

"Lalu kau akan meninggalkanku dengan semua ini?!" Pria itu bangkit seraya memukul meja dengan emosi. "Kau harus membantuku sebentar lagi. Aku akan membuat rencana yang mengatakan kalau kau mandul, untuk membuktikan semuanya pada Mama kalau kita tidak bisa memiliki anak bersama."

"Kau gila, ya? Kau mau mengulur waktu lagi? Aku tidak bisa begini, aku tidak mau!"

"Stella!" bentak Bian dengan tatapan menajam. "Aku akan membayar waktumu yang sudah terbuang ini. Kau jangan membuat Mama semakin parah!"

Jantung Stella terasa berdegup kuat mendengar suara Bian yang meninggi. Tidak seharusnya dia bertingkah begini? Tubuh gadis itu melemah, hingga bersanggakan meja.

"Aku hanya membutuhkanmu sampai Mama percaya kalau kau mandul, setelahnya aku akan memintamu pergi."

Stella memegang dadanya yang sakit, ada yang menekan jantungnya hingga dia merasa lemah.

"Kenapa harus aku yang mandul? Kenapa tidak kau saja?! Bukankah kau yang tidak tertarik pada wanita manapun?" tanyanya lemah membuat Bian melembutkan wajahnya dan menghela napas pelan.

"Aku tidak mandul dan Mama tahu itu sejak dulu. Kalau kau, bisa saja menjadi satu alasan." Bian berkata datar, membuat Stella menghela napasnya pelan. "Aku akan tetap mengurus perceraian kita, tapi sebelum Mama percaya kau mandul, aku tidak akan menandatanganinya."

Hati Stella terasa seperti diiris kuat akibat ucapan Bian. Namun, dia harus kuat dan memikirkan ibu mertuanya juga. Walau hatinya tidak rela kala harus membohongi ibu mertuanya yang sudah begitu baik. Namun, untuk melakukan apa yang diminta oleh ibu mertuanya dia tak mampu. Stella tidak mau tubuh dan hidupya hanya akan dimanfaatkan oleh Bian, ada banyak sekali kerugian yang akan dia alami.

Pertama, dia takkan lagi perawan andai Bian melakukan hubungan percintaan dengannya. Kedua, hamil itu tidak mudah, ada hormon, perubahan kulit, kerusakan kulit yang elastis dan semacamnya. Belum mual muntah yang identik di alami oleh ibu hamil, belum yang lainnya.

Yang ketiga adalah hal yang membuatnya tidak siap, melahirkan. Itu sangat menyakitkan, apalagi kalau Bian hanya akan membuatnya hamil bayinya, lalu bayinya akan diserahkan pada ibu mertuanya untuk dirawat dan setelahnya mereka akan bercerai.

Penderitaan apalagi setelah ini? Dia benar-benar tidak sanggup merasakan dan mengalaminya. Stella memang ingin menikah dan melahirkan, tapi dengan pria yang akan tulus mencintainya, yang akan berjuang untuk dirinya. Bukan dengan begini caranya, karena kalau begini maka dia yang akan merasakan sakit seorang diri, sementara Bian hanya akan diam dan acuh seperti selama ini.

"Baiklah, aku akan-"

"Ternyata seperti itu ..."

Bian menegang mendengar suara yang ada dibelakang tubuhnya. Sontak saja dia menoleh, dengan Stella yang sama-sama membeku akibat takut.

"Tante Lauren ... Apa yang membuat Tante datang?" Bian dengan gugup tapi berusaha terlihat tenang bertanya, membuat wanita berpakaian jas putih itu tersenyum miring.

"Ini kunjungan rutinku kerumah. Kenapa? Kalian kaget mengetahui aku datang dan mendengar semua pembicaraan kalian?" tanyanya seraya melangkah lebih dekat pada dua manusia yang mulai tak bisa mempertahankan ketenangannya itu. "Hebat sekali kau Biantara Dominic, keponakanku yang ternyata sangat kejam dan pengecut! Ck, ck, ck ... apakah kau putra dari ibumu? Kau tidak merasa bersalah akan membohonginya?"

Bian menelan ludahnya gugup, dia tak pernah bisa berhadapan dengan adik Ibunya yang jauh lebih skakmat dalam membalas perkataan orang. Lauren adalah seorang pengacara yang terkenal dan memiliki nama baik di kota ini. Sikapnya terang-terangan, ucapannya pedas tapi dia penuh kasih sayang dan dapat dipercaya.

Bian sudah terjerat masalah saat ini karena pembicaraannya didengar oleh adik Ibunya yang tidak bisa disuap begitu saja. Benar-benar sial! Double sial!

"Tidak perlu memaki dalam hatimu," ucap Lauren dengan senyum sinis, apalagi saat melihat Bian gelagapan. "Aku sudah lama tahu kalau hubungan kalian sangat membosankan, terutama bagi Stella yang merupakan seorang wanita," lanjutnya seraya melihat ke arah Stella yang diam menunduk. "Disia-siakan itu sangat menyakitkan, tidak dihargai, tak di anggap berharga. Bukan begitu, Stella?"

Stella tak bersuara, pun Bian yang mematung tak tahu harus bicara apa pada Lauren yang sudah tersenyum lagi dan membuka tasnya.

"Aku mencabut gugatan perceraian yang kau ajukan lewat pengacara lain," ucap Lauren

seraya meletakkan berkas di meja, membuat bola mata Bian dan Stella membulat. "Kau tidak bisa memintaku mengajukannya lagi karena semua sudah ada di tanganku. Aku Lauren Clarke, pengacara ternama di kota, tidak akan ada yang bisa mengambil apa yang sudah kuambil apalagi dari keponakanku sendiri."

Bian tak bersuara apapun, dia hanya diam dengan rasa kesal yang tertanam. Sementara Stella, dia meremas tangan dengan erat karena merasa takut atas apa yang sudah terjadi dan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Aku akan beritahukan ibumu soal apa yang sudah kalian bicarakan," lanjut Lauren seraya menatap Stella dan Bian bergantian. "Aku sangat malu pada kalian, terutama padamu Bian. Kau adalah keponakanku yang kubanggakan, putra kebanggaan ibumu. Namun, kau tega menipunya dan memperalat seorang wanita? Astaga, luar biasa ... Kalau kau dilaporkan ke polisi, kau akan terkena hukuman penjara yang mungkin akan lama. Dan kau Stella, kau punya kuasa untuk melakukannya. Perlukah Tante mendampingimu membuat laporan?"

Stella membulatkan matanya, pun Bian yang sejak tadi diam.

"Tante tidak perlu repot-repot," ucap pria itu membuat Stella menatapnya yang sudah tersenyum lebar dan memegang bahu Lauren dengan sikap akrab. "Maaf atas kekeliruan yang sudah kulakukan, masih ada waktu. Aku dan Stella akan memperbaikinya dan melakukan dengan sungguhan apa yang diminta oleh Mama."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status