Home / Romansa / Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia / 5. Sandiwara Yang Ketahuan

Share

5. Sandiwara Yang Ketahuan

Author: Sasa Sun
last update Huling Na-update: 2025-03-14 16:12:23

Tak tahan ingin meledak, Alfreed bergegas keluar dari kantor sipil meninggalkan kakeknya dan Luisa.

“Shit! Si tua bangka itu sungguh-sungguh menguji kesabaranku!”

Satu-satunya orang yang terpikirkan olehnya sekarang adalah Paul. Langsung dia telepon asistennya itu.

“Kau tahu, kesialan sudah menimpaku saat ini. Si tua bangka itu menikahkan kami seperti kilat, dan setelahnya dia malah beracting menjadi orang termiskin di dunia yang tidak punya tempat tinggal selain menumpang di rumahku. Damn it!” Alfreed berteriak di ujung kalimat. Dia bahkan menendang ban mobil orang sampai alarmnya berbunyi.

Terkejut, buru-buru dia berpindah tempat. Tak mau sampai ada yang tahu kelakuan bodohnya itu.

“Suara apa itu, Tuan?” Di ujung telepon Paul juga ikut terkejut.

“Tidak perlu kau tanyakan! Sekarang cepat pikirkan solusinya! Sebab kau yang harus bertanggung jawab atas ide bodohmu ini!” hardik Alfreed.

Paul menelan ludah. Dia sendiri tak menyangka kalau Tuan Besar akan bertindak begitu cepat.

“Begini saja, Tuan. Anda bisa memakai apartemen saya sebagai tempat tinggal sementara. Lingkungan dan kondisinya menengah, tidak high class, jadi saya yakin Nyonya tidak akan curiga.” Paul belum bisa berpikir lebih jauh, maka dia menawarkan apartemennya sendiri untuk ditinggali.

“Nyonya? Siapa yang kau panggil Nyonya? Wanita itu?”

“Maafkan saya, Tuan. Bukan maksud saya lancang, tapi biar bagaimanapun Luisa sudah menjadi istri anda sekarang, maka saya harus memanggilnya begitu,” terang Paul.

“Tidak perlu! Dia hanya istri di atas kertas, dan kau jangan lupa dengan sandiwara pura-pura miskin yang terpaksa aku jalani ini, jadi tidak ada Tuan dan Nyonya di kehidupan kami,” ucap Paul.

“Baik, Tuan. Kalau begitu saya akan persiapkan semuanya. Dalam dua jam apartemen saya akan siap untuk anda tinggali.”

Alfreed mengangguk. Sedikit tenang dia sekarang. Bersamaan dengan itu, sang kakek dan Luisa pun keluar dari kantor sipil.

“Sekarang bagaimana kalau kita makan siang bersama. Kebetulan ada temanku yang mempunyai restoran kecil di dekat sini. Anggap saja ini perayaan hari pernikahan kalian. Uangku masih cukup kalau hanya untuk mentraktir makan,” ucap kakek.

Luisa tersenyum menyetujui permintaan Kakek, sementara Alfreed menolak.

“Tidak bisa, Kek. Aku harus segera kembali ke kantor.”

“Yang benar saja. Masa orang baru saja menikah harus bekerja di hari yang sama?! Siapa bosmu yang tidak punya pikiran itu?!” Kakek sengaja menyindir cucunya sendiri.

“Kakek tidak perlu tahu siapa bosku. Intinya aku tidak bisa buang-buang waktu.” Alfreed tetap menolak.

“Ya sudah, kau pergi ‘lah. Biar aku dan Luisa yang makan siang bersama. Setelah itu kami akan langsung pulang ke rumahmu.” Kakek mengalah.

Sebelum melangkah pergi, Alfreed mendekat pada kakeknya. “Jangan macam-macam dengan istriku, Kek, dan jangan pernah bawa dia ke rumahku. Nanti aku kabari kemana kalian harus pulang. Aku akan mempersiapkannya lebih dulu.”

Kakek Scott tiba-tiba saja tertawa. “Hehehe ..., manis sekali kau, Alfreed. Anggap saja pernikahan ini hadiah dariku yang tidak punya apa-apa. Jadi kau tidak perlu mengganti biayanya.”

Acting kakek Scott memang sangat ahli. Apa yang Alfreed bisikkan dibalasnya dengan kalimat yang berbeda.

Alfreed malas menanggapinya lagi. Terserahmu saja ‘lah mau bilang apa, pikirnya.

Langsung dia putar balik. Tapi baru saja satu langkah kakinya beranjak, kaosnya ditarik dari belakang.

“Heh! Begitu caramu meninggalkan istrimu?” Rupanya tangan sang Kakek yang menarik.

“Memangnya harus bagaimana?” tanya Alfreed.

“Betul ‘kan yang aku bilang, Luisa. Cucuku ini memang bodoh. Makanya aku heran kenapa kau mau menikah dengannya.”

“Kek ..!” protes Alfreed dikatai begitu.

Luisa yang melihat keadaan itu angkat bicara. “Tidak apa-apa, Kek. Aku suka sikapnya yang seperti itu. Terlihat dingin tapi sesungguhnya hangat.”

“Oh ya, benarkah begitu?” Kakek tidak yakin, diliriknya Alfreed yang ikut terkejut dengan ucapan Luisa.

“Beruntung kau memiliki istri pengertian sepertinya. Ya sudah, kau pergi sana.” Kakek mengibas-ngibaskan tangannya menyuruh Alfreed pergi.

---------

Sesuai janji Paul, apartemen tempatnya tinggal dalam dua jam disulap menjadi milik bosnya. Beberapa barang Alfreed saat masih kuliah dulu dia letakkan di sana.

“Maaf Tuan, saya bingung harus meletakkan barang-barang anda yang mana. Jadi saya putuskan yang seperti ini,” ucap Paul. Tampak sebuah gitar klasik bersandar rapi di sudut kamar dan sebuah figura kecil yang berisi foto Alfreed saat kuliah di atas nakas.

“Saya juga sudah memindahkan barang-barang Luisa dari hotel ke kamar ini.” Paul membuka lemari baju, menunjukkan tas kecil milik Luisa.

“Apa isinya?” tanya Alfreed.

“Tidak tahu, Tuan. Apa anda mau saya buka?” tawar Paul.

“Tidak usah.” Dari tas, mata Alfreed beralih ke tumpukan pakaian yang tersusun rapi.

“Milik siapa semua pakaian ini?” Melotot mata Alfreed memandang asistennya. Dia teringat dengan baju security hotel yang kemarin dipinjamkan Paul.

“S-saya membelinya, Tuan. Saya berani sumpah kalau ini bukan milik siapapun.” Paul tidak berbohong, tapi juga tidak sepenuhnya jujur, sebab dia mendapatkan semua itu dari toko barang bekas.

“Buang! Aku tidak mau mengenakannya. Aku tidak mau terlihat seperti orang bodoh setiap hari.”

“Tapi, Tuan, nanti sandiwara anda akan ketahuan.”

“Kau yang harus pikirkan bagaimana caranya. Yang jelas aku ingin pakaian milikku sendiri! Aku setuju hanya mengenakan kaos dan kemeja tanpa jas.”

Mau tidak mau Paul mengangguk. Entah bagaimana caranya nanti akan dia pikirkan.

Disaat yang sama bel pintu berbunyi.

“Cepat, kau bukakan pintunya, itu pasti mereka,” perintah Alfreed.

“Baik, Tuan, tapi ... 'kan sekarang ini adalah apartemen anda, dan peran saya di sini sebagai tamu sekaligus se-sepupu.” Sedikit gagap Paul menyebut kata sepupu.

“Argh, sialan! Jadi aku harus bagaimana?!” Alfreed memaki kesal. Baru kali ini dia tidak bisa memerintah bawahannya.

“Ayo, kita keluar dulu, Tuan.” Paul mengajak Alfreed keluar dari kamar. Lalu menjelaskan kalau bosnya lah yang seharusnya membuka pintu sementara dia duduk di sofa.

Mau tidak mau Alfreed menurut.

“Lama sekali kau membuka pintu, sedang apa rupanya?” protes kakek Scott begitu dia dan Luisa masuk.

Bangkit dari sofa, Paul buru-buru mendekat lalu memegangi tangan Kakek. “Kek ... Aku pikir siapa, ternyata kau yang datang.”

Paul tersenyum kaku pada sang Tuan Besar. Sejujurnya dia ketakutan sudah melakukan tindakan itu. Namun demi kelancaran sandiwara bosnya, apapun akan dia pertaruhkan.

Sementara Alfreed dan kakeknya, sudah pasti terkejut dengan reaksi Paul. Untungnya kakek Scott buru-buru mencairkan suasana.

“Eh, Paul, kau di sini juga ternyata.”

Kakek mendekatkan bibirnya ke telinga Paul. “Memangnya peranmu sebagai apa di sini? Kenapa sampai memegangi tanganku?

“Ma-maaf, Tuan Besar. Demi Tuhan, saya minta maaf sudah lancang. Saya diminta Tuan Alfreed menjadi sepupu jauhnya.” Paul membawa nama Alfreed sebagai alasan.

Kakek Scott mengangguk sembari tangannya mengangkat jempol.

“Ya sudah kalau begitu, bawa Istrimu ke kamar, Alfreed. Dia pasti butuh istirahat.”

Sekarang giliran Alfreed yang kaku. Bukan dia tidak terbiasa dengan wanita, tapi kali ini konteksnya berbeda. Luisa bukan wanit bayaran, yang bisa seenaknya dia sentuh begitu saja.

“Apalagi yang kalian tunggu? Memangnya kalian tidak saling merindu sudah terpisah seharian?” Setahu kakek yang namanya pengantin baru tentu tidak ingin lama-lama berjauhan.

“Apa? Rindu?” sahut Alfreed dengan ekspresi terkejut.

“Ya, rindu. Memangnya ada yang salah dengan kalimatku?” tanya kakek balik. Dia jadi heran dengan cucunya itu, mengenalkan kekasih, tapi setelah dinikahkan malah sikapnya aneh begini?

“Kek, mungkin Alfreed hanya shock tiba-tiba sudah jadi suami. Biasanya dia tidak seperti ini. Kemarin saat aku temani menjemput Luisa di bandara, mereka tidak malu berciuman di depanku. Hehehe ...” Paul angkat bicara, sambil sedikit tertawa demi menyelamatkan bosnya.

Dan pengakuan bohong itu membuat pipi Luisa memerah. Hal yang tidak mungkin terjadi antara dirinya dan Alfreed sebab mereka hanya menikah di atas kertas.

“Ya sudah, masuk ‘lah, kalian bebas menghabiskan waktu semalaman di kamar. Ya kan, kek,” lanjut Paul lagi tanpa menghilangkan tawanya.

‘Tutup mulutmu, Paul! Membuatku malu, saja! Mengatakan hal yang tidak-tidak! Awas kau besok di kantor!’ menggeram Alfreed dalam hati.

Sebelum emosinya makin menjadi, dia tarik tangan Luisa masuk ke kamar.

“Jangan salah paham. Aku memegang tanganmu karena di depan kakek. Dan selama dia tinggal di sini, kita terpaksa tidur satu kamar. Tapi kau tidak usah khawatir. Aku akan tidur di sofa.” Alfreed menarik satu bantal dan satu guling dari kasur pindah ke sofa.

“Jangan, biar aku saja yang di sofa. Kau bisa tidur di ranjang. Kan aku yang menumpang di rumahmu,” cegah Luisa.

“Bagus ‘lah kalau kau mengerti posisimu.”

Luisa menghela napas kesal membelakangi Alfreed. ‘Dia sungguh-sungguh berbeda dari Alfreed yang kukenal dulu.’

Pagi menjelang, Alfreed membuka matanya. Baru saja dia bangkit dari ranjang, dilihatnya Luisa sudah rapi keluar dari kamar mandi.

“A-aku akan menyiapkan sarapan. Ada bahan-bahannya ‘kan di kulkas?” tanya Luisa.

“Entahlah, aku tidak tahu.” Alfreed bergegas ke kamar mandi. Mana dia tahu apa saja yang ada di kulkas Paul.

Lagi-lagi Luisa menghela napas. Sikap acuh Alfreed sungguh diluar dugaannya. Beruntung Paul sudah mempersiapkan apartemen itu dengan baik berikut dengan semua perlengkapannya.

Saat Luisa sedang berkutat di dapur, tiba-tiba pintu apartemen terbuka. Hampir saja dia melemparkan telur ke orang yang menerobos masuk, sebab ternyata itu adalah Paul.

“Maaf, Luisa. Aku mengagetkanmu, ya? Aku sengaja tidak menekan bel khawatir kakek terbangun. Ini aku hanya mengantarkan pakaian Alfreed, sebab selama ini dia selalu menginap di tempatku. Kau pasti paham ‘lah dua lelaki kesepian. Dan ini sekalian, access card apartemen Alfreed yang masih kupegang, sekarang jadi milikmu.”

Belum hilang rasa terkejutnya, Luisa hanya menganggukkan kepala.

“Sekarang tolong kau berikan tas ini pada Alfreed, ya. Dia membutuhkannya untuk ke kantor. Kalau begitu aku pamit. Aku juga harus bersiap-siap ke kantor.” Paul langsung pergi.

Luisa mencuci tangannya sebentar lalu membawa tas tersebut ke kamar. Di saat yang sama Alfreed keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggang. Bukan maksudnya berpenampilan begitu, tapi selesai mandi dia baru ingat kalau pakaiannya belum diantarkan oleh Paul.

Melihat pemandangan itu, Luisa refleks berbalik badan. Seketika jantungnya berdegup kencang. “Ma-maaf, aku tidak sengaja. Aku hanya mengantarkan ini. Barusan Paul datang memberikannya.”

“Letakkan saja di situ,” jawab Alfreed singkat.

Sayang, pintu kamar mereka ternyata tidak tertutup rapat. Kejadian itu terlihat oleh Kakek yang baru saja bangun. Dia jadi curiga kalau sesungguhnya Alfreed tidak punya hubungan apapun dengan Luisa, sebab tidak mungkin sepasang kekasih bereaksi begitu.

Kakek kembali masuk ke kamarnya. “Aku yakin bocah itu pasti sudah menipuku. Berapa dia bayar Luisa untuk melakukan ini? Tapi ..., kenapa harus bersandiwara pura-pura miskin. Apa sesungguhnya permainan yang dia rencanakan?”

Sedang sibuk kakek mondar-mandir memikirkan taktik cucunya, pintu kamar diketuk.

“Kek, ini aku.” Suara Alfreed terdengar dari luar.

Reflek kakek mengambil ponsel. Dia tekan nomor seseorang untuk di telepon.

Alfreed membuka pintu kamar. “Ayo, sarapan. Luisa sudah menyiapkannya.”

“Sebentar, aku sedang bicara dengan David,” jawab Kakek. Ternyata dia menelepon pengacaranya.

“Ya, David. Aku sudah memutuskannya, tolong kau ubah surat wasiatku. Alihkan semua hartaku ke Children’s Aid Society saat aku mati nanti. Lebih baik aku beramal saja daripada harus meninggalkan harta pada seorang penipu. Aku memang sudah tua, tapi tidak begitu bodoh untuk tahu mana yang sesungguhnya dan mana yang hanya tipuan belaka.”

Ternganga Alfreed mendengar pembicaraan itu.

‘Damn! Bagaimana mungkin si tua bangka ini bisa tahu? Padahal aku tidak melakukan kesalahan sedikitpun!’

Usai menutup telepon, kakek memandang cucunya serius. “Aku rasa pilihanmu untuk pura-pura miskin sangat tepat, kau mulai berlatih sejak sekarang. Dan aku akan langsung katakan semua ini di depan istrimu. Aku penasaran, kau janjikan apa dia sampai mau bersandiwara seperti ini?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    45. Menjadi Perawat Tuan Muda Jose

    Jose dan Luisa sudah tiba di rumah sakit Santa Antoinette sekarang. Mereka masuk ke ruang dokter yang biasa menangani sang pemimpin Kartel itu.“Sudah lama aku tidak melihatmu terluka, Tuan Muda,” ucap Dokter Miguel sembari meminta Jose naik ke ranjang periksa. Memang terakhir kali Jose terluka sudah setahun yang lalu saat paha kirinya tertancap belati dengan kedalaman lima belas centi. Dan yang menangani adalah dokter Miguel.Tersenyum tipis, pria bertato itu menurut. Begitu dia sudah duduk di ranjang , ditariknya dokter Miguel mendekat.“Tolong kau lebih-lebih ‘kan saja sakitku ini. Bisa ‘kan?” bisiknya.Ternyata Jose ingin mengajak dokter itu bekerja sama menipu Luisa dan jawaban sang dokter sudah pasti setuju. Mana mungkin dia berani melawan perintah pemimpin El Salvador.Dokter Miguel langsung membuka perban yang membalut luka Jose. Diperiksanya luka awal menyeluruh , kemudian baru mengecek luka yang satunya.“Sudah berapa lama luka ini, Tuan Muda?” tanya sang dokter dengan raut

  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    44. Scott Ferdinand

    Scott Ferdinand, pria yang sudah memasuki usia lebih dari setengah abad itu berjalan keluar dari kantor Alfreed dengan langkah tegas. Paul yang melihat ekspresi Tuan besarnya merinding seketika. Tak pernah dia melihat wajah semenakutkan itu dari Kakek Scott sebelumnya. "Booking dua pesawat airline. Aku akan berangkat malam ini juga.”Menganga Paul di tempatnya. Menyewa satu pesawat saja sudah membuatnya heran plus bertanya-tanya, tapi ini dua sekaligus yang tentu bisa memuat ratusan orang di dalamnya."B-baik, Tuan." Membungkukkan badan, Paul menyanggupi. Kendati dalam hati dia sangat menyayangkan betapa bodoh perbuatan tuan besarnya itu. 'Bukankah memakai jet pribadi saja sudah cukup untuk mengunjungi Tuan Alfred?!' begitu pikiran Paul yang polos.Tidak tahu saja dia bahwa sore itu Kakek Scott menghubungi orang-orang yang sampai detik ini masih menyimpan kesetiaan penuh terhadapnya. Scott Ferdinand sesungguhnya adalah mantan pemimpin kelompok yang sama besarnya dengan Kartel El S

  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    43. Kakek Scott Mengetahui Kabar Alfreed

    “Siapa? Kenapa tidak kau angkat?”Melihat Paul yang hampir menjatuhkan ponselnya lalu menatap layar dengan raut khawatir, membuat Selena jadi ingin tahu.“Maaf, Selena, aku harus pergi sekarang.” Baru selangkah Paul berjalan, wanita itu memanggil.“Tunggu, Paul. Kau mau meninggalkan aku lagi?” Menoleh Paul padanya. “Lagi?”‘Apa-apaan dia ini? Memangnya kami kembali bersama?’ Heran Paul dengan pertanyaan Selena.“Iya ... Ini kedua kalinya kau meninggalkan aku.” Kembali berkaca-kaca mata Selena. Kalau urusan menangis, dia memang jagonya.“Aku harus buru-buru, Selena. Tidak ada waktu lagi. Sudah, ya.” Dibandingkan dengan air mata Selena, bayangan wajah kakek Scott jauh lebih membuat Paul khawatir.Bergegas dia meninggalkan wanita itu bersama tiga orang pengawal lainnya. Mereka langsung menuju pesawat yang saat itu juga membawa keempatnya pulang ke Washington DC.Dan disini ‘lah Paul sekarang, berkutat di kantor dengan pengurusan kompensasi yang akan dia transfer ‘kan langsung ke keluarg

  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    42. Cinta Pertama Paul

    Paul menoleh kanan dan kiri, wajahnya panik. Tapi setelah memastikan kekhawatirannya tidak terbukti, dia baru kembali menatap wanita yang memanggilnya tadi.“Mau apa kau datang ke sini?”Wajar Paul panik sebab dia mengira wanita itu datang bersama komplotannya.“Paul ... Kasar sekali kau ini. Baru juga kita bertemu setelah sekian lama.” Ternyata wanita itu adalah Selena, adik tiri Luisa.“Tidak usah banyak basa-basi Selena, aku yakin kau pasti sudah tahu semuanya.” Mengingat bahwa mantan pacarnya itulah yang dulu hendak menjual Luisa, Paul tak mungkin bersikap baik terhadapnya.Tersenyum wanita licik itu. “Ya, aku tahu. Dan aku tak menyangka kalau gadis sialan itu sangat beruntung bisa menjadi pacar bosmu.”‘Pacar? Oh, jadi dia pikir Nona Luisa pacaran dengan Tuan Alfreed,’ batin Paul.“Tapi jangan harap kalian bisa mengambil dia dari Tuan Muda Jose. Itu tidak mungkin,” lanjut Selena.“Bukan urusanmu.” Malas melanjutkan obrolan dengan Selena, Paul melanjutkan langkahnya meninggalkan

  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    41. Luisa Tertipu

    Keadaan sudah berbalik sekarang. Yang semula benci, menjadi khawatir. Begitu lah Luisa, terlalu mudah percaya dengan apa yang dilihat oleh matanya. Namun hal itu pula yang menjadi kunci Jose untuk kembali menarik simpati wanita itu.“Asal kau janji tidak meninggalkanku. Aku baru mau.”Tak kunjung mendapat jawaban, Jose melempar senyuman getir pada Luisa.“Aku sudah tahu jawabanmu, Lu. Kau memang tidak peduli padaku.” Berbalik dia membelakangi Luisa.Sesungguhnya memainkan peran bodoh seperti ini, bukan tipe Jose sama sekali. Tapi setelah dia pikir-pikir, patut dicoba juga agar dia bisa kembali merebut hati Luisa.Teramat pahamnya Jose dengan kelembutan hati Lulu kecilnya itu, membuatnya sanggup melakukan hal konyol. Jose ingin Luisa menyerahkan dirinya secara ikhlas tanpa tekanan. “Aku sudah janji akan merawatmu hingga sembuh. Apa lagi yang kau mau? Katakan, aku akan melakukannya. Tapi kita harus ke rumah sakit lebih dulu.” Luisa tak mau menambah janjinya lagi. “Aku tahu kau menjanj

  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    40. Lengan Kanan Jose Diamputasi?

    Melangkah keluar dari rumah sakit menuju mobil, air mata Luisa tak henti menetes. Dia kuatkan dirinya untuk tegar menghadapi kenyataan ini, padahal sesungguhnya dia sangat sedih. Bagaimana mungkin ada seorang istri yang tega meninggalkan suaminya yg sedang dalam keadaan kritis?Tapi ini ‘lah kenyataannya. Demi mendapatkan kesempatan hidup untuk Alfreed yang hanya fifty-fifty, Luisa nekat menggadaikan dirinya sebagai pertukaran.‘Kumohon, cepat ‘lah sadar ... Kau harus sembuh! Kau benar-benar harus sembuh! Jangan sia-siakan pengorbananku.’ Masih menetes air mata Luisa sekalipun dia sudah berada di dalam mobil yang langsung dikemudikan oleh Andres.“Jangan sampai Tuan Muda melihat wajahmu yang basah.” Andres menyodorkan tissue yang ada di mobil pada Luisa.Tak menjawab tapi wanita itu menariknya beberapa. Dia keringkan pipinya yang terasa dingin karena air mata.“Tuan Muda tidak pernah punya kekasih dan dia juga tidak pernah menuruti perkataan siapapun kecuali Tuan Besar. Kau satu sat

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status