Share

Flashback

Semua berawal dari ketidaksengajaan Aretha, mendengar pembicaraan Elvan yang sedang mencari seorang istri yang bisa dikontraknya selama dua tahun.

Pada saat itu Elvan memang tidak sedang melakukan pengumuman.

Hanya saja Aretha tidak sengaja menguping pembicaraannya dengan Rangga, temannya sekaligus bos di tempat Aretha bekerja.

Mereka sedang mendiskusikan masalah Elvan yang terus dipaksa untuk menikah oleh keluarganya, padahal dia sedang tidak ingin melakukannya.

Walaupun tidak jelas apa alasannya, yang pasti saat ini Elvan sedang benar-benar membutuhkan solusi untuk mengatasi masalahnya itua, dan karena saat itu mereka tengah berbincang-bincang berdua di tengah-tengah bar milik Rangga yang tentunya pada saat itu Aretha sedang bekerja di sana.

Maka sangat besar kemungkinannya untuk Aretha bisa secara tidak sengaja mendengar percakapan mereka, saat dia tengah membereskan salah satu meja yang ada di dekat mereka.

Awalnya Aretha sama sekali tidak berniat untuk mendengar percakapan mereka atau bagaimana, karena pikirannya saat itu sedang sangat kacau dan dia juga tidak sedang dalam mood yang baik.

Begitu dia mendengar seseorang mengatakan akan bersedia membayar berapapun uang yang diminta jika dia sanggup menjadi istri kontraknya, maka dengan tanpa berpikir panjang Aretha langsung berhambur ke sisi meja mereka dan menawarkan diri.

"Aku!! Aku bersedia. Jika kau sanggup membayarku dengan mahal, maka aku bersedia melakukan apa pun yang kau minta. Menjadi istrimu-pun aku bersedia." seru Aretha dengan cepat dan spontan tanpa dia pikir lagi.

Aretha tahu dia sudah gila. Bagaimana mungkin dia bisa mengajukan diri dengan gampangnya, saat dia mendengar kata uang.

Ya, untuk saat ini uang adalah segala-galanya bagi Aretha.

Jadi, tanpa memedulikan tatapan tidak percaya dan keterkejutan yang dilemparkan kedua pria yang ada di depannya itu dia langsung berkata kembali.

"Aku minta maaf jika aku menyela, tapi aku benar-benar tidak sengaja mendengar kalian sedang berbicara dan kudengar kau sedang membutuhkan seseorang wanita untuk kau nikahi secara kontrak."

"Jika kau tidak keberatan, aku rasa aku bisa membantumu."

Aretha sungguh tidak tahu setan gila mana yang saat itu tengah merasukinya, tetapi dia berani bertaruh, itu adalah hal paling gila yang pernah dia lakukan.

Tentu saja Rangga, Si Bosnya langsung saja menepuk pelan kepala Aretha sebagai tanda peringatan.

"Ya!! Apa kau bisa bersikap sopan terhadap seorang tamu? Siapa yang mengizinkanmu untuk menguping pembicaraan kami?"

"Sana kembali bekerja dan jangan mengacau!!" Seru Rangga dengan nada mengancam.

"Bos, jangan mencegahku untuk menghasilkan banyak uang. Aku jelas mendengar, tadi temanmu itu mengatakan kalau dia sedang membutuhkan seorang tenaga ahli yang akan dia bayar dengan mahal."

"Jadi di zaman globalisasi ini, tidakkah aku diizinkan untuk mengajukan informasiku yang sederhana ini padanya?" Menatap bosnya dengan wajah iba dan merajuk.

Ekspresi yang memang harus dia tunjukkan untuk meminta sejumlah perhatian.

Dia tahu bosnya itu tidak benar-benar sedang memarahinya, jadi dengan percaya dirinya Aretha langsung saja mengabaikan ancaman bosnya itu dan kembali menatap pria yang ada di sebelahnya dengan penuh harap.

"Jika Anda butuh orang yang bisa diajak kerja sama, saya bisa melakukannya. Jika Anda membutuhkan seseorang yang bisa berakting menjadi wanita Anda atau pernikahan di atas kertas seperti yang Anda katakan itu, maka saya juga bisa melakukannya."

"Anda yang bilang kalau Anda tidak peduli siapa pun wanita itu, asal dia bisa diajak bekerja sama, maka hal lainnya tidak akan jadi masalah.  Jadi bersediakah Anda menerima tawaranku?"

Baru kali ini Aretha memperhatikan raut wajah pria yang bernama Elvan itu.

Selama ini, Tuan Elvan memang sudah beberapa kali datang ke bar ini untuk sekadar minum atau berbincang dengan entah teman ataau Rangga, dan baru kali ini Aretha benar-benar memperhatikan wajah pria itu dari dekat.

Setampan inikah pria yang akan dia ajak menikah?

Selama ini Aretha memang tidak terlalu memperhatikan sikap dingin yang selalu ditampilkan Elvan di depan orang lain, tapi saat kali itu dia melihat sikap acuh-tak acuh pria itu dan sikap menilainya yang terus dia tunjukkan.

Dengan melihat Aretha dari atas hingga ke bawah dengan penuh pertimbangan, sepertinya itu cukup membuat Aretha merasa tidak nyaman.

Karena dia hanya pelayan bar-kah, maka laki-laki itu menatapnya dengan sikap mencela?

"Siapa namamu?" tanya Elvan dengan suaranya yang berat sambil menatap Aretha.

Aretha tertegun.

"Aretha. Aretha Anindia," jawabnya.

Aretha bisa merasakan degup jantungnya yang berdetak dengan cepat, karena telah menunggu dengan tidak sabaran jawaban dari pria itu.

Walaupun dia tahu dia tidak dalam situasi yang menguntungkan untuk mengajukan diri, tetapi setidaknya dia tetap harus mencoba semua kemungkinan yang ada, sekalipun itu nihil.

Rangga yang melihat semua situasi menjadi sedikit riskan, segera mencoba mencairkan suasana.

"Aku benar-benar minta maaf, Bro. Aku sungguh tidak menyangka bahwa karyawanku akan begitu lancang dalam berbicara."

"Tolong kau abaikan ucapanya itu." seru Rangga berusaha untuk menjadi penengah.

Dia tahu Elvan sangat tidak suka ada orang yang menyela pembicaraannya, dan bersikap sesuka hati di depannya, tapi dia juga tidak menyangka bahwa Elvan akan penasaran dengan nama karyawannya ini.

Daripada pembicaraan ini terus berlanjut, lebih baik dia segera menghentikannya.

"Bos Rangga, kau tidak bisa menyudutkanku seperti itu. Aku hanya menawarkan jasaku padanya. Apa itu salah? Temanmu itu jelas mengatakan dia tidak peduli siapa pun orang itu."

"Selama dia bisa dipergunakan maka itu tidak jadi masalah. mengapa sekarang situasinya seolah menjadikanku yang bersalah di sini."

"Karena aku hanya seorang pelayan di sini? Karena itu kalian ingin merendahkanku?" Aretha mulai meninggikan nada suaranya karena mulai merasa kesal.

Dia sudah jengah dengan semua kesenjangan sosial yang terjadi di sekitarnya.

Mereka jelas tahu kesenjangan itu tidak bisa dia pilih sesuka hati, krena jika dia bisa memilih maka tentunya dia tidak akan memilih untuk berada di jalurnya yang sekarang.

Sementara Elvan. Dia diam bukan berarti dia sedang bersikap tidak peduli atau mengabaikan sekitarnya, tetapi dia sedang mempertimbangkan segala hal yang diucapkan Aretha padanya.

Seperti yang sudah dia katakan sebelumnya pada Rangga, Elvan memang tidak peduli dengan bagaimana bentuk dan rupa dari gadis yang akan dinikahkannya, selama dia bisa menceraikan wanita itu setelah dua tahun.

Justru jika wanita yang akan dia nikahi berada di kalangan atas seperti dirinya, maka menurut Elvan itu justru akan makin merepotkan untuknya.

Jika wanita itu berstatus, maka Elvan akan makin sulit untuk bernegosiasi dengan wanita itu dan menceraikan wanita itu jika tiba-tiba saja wanita itu berubah pikiran, dan jika wanita yang akan dinikahinya adalah wanita yang tidak berada, maka jelas itu bisa menjadi keuntungan baginya.

Jika wanita itu perlu uang seperti wanita yang ada di depannya itu, maka mudah saja bagi Elvan untuk bernegosiasi karena uang bukan hal yang masalah baginya.

Lalu jika memang hanya uang yang diinginkannya, maka tentu itu akan menjadi hubungan simbiosis mutualisme yang lebih konstan ketimbang apa pun selama wanita itu tidak menginginkan hal yang lebih dari itu, tetapi jika dia harus berhubungan dengan wanita yang materialistis, sepertinya menurut Elvan itu sedikit beresiko.

Apalagi jika wanita itu adalah tipe wanita yang tidak bisa memegang janji dan rahasia.

Itu jelas sikap yang sangat tidak kooperatif, yang tidak diharapkan Elvan dari seseorang yang akan menjadi partnernya nanti, tetapi melihat kegigihan dari wanita yang bernama Aretha itu, sedikit membuat pertimbangan dalam pikiran Elvan yang sudah sangat ingin memecahkan masalahnya itu dengan segera.

Untuk itu, dia perlu tahu lebih banyak soal wanita ini sebelum dia membuat keputusan.

"Oke," ujar Elvan akhirnya yang membuat Aretha dan Rangga tercengang.

Sama halnya dengan Rangga, Aretha juga tidak menyangka Elvan akan begitu cepat menyetujui tawarannya.

"Aku akan memberimu kesempatan," lanjut Elvan dengan tanpa menunjukkan ekspresi apa pun yang bisa dibaca.

Aretha mengerutkan keningnya. Kesempatan?

"Beri aku beberapa hari untuk memikirkan ini. seperti yang kau bilang aku butuh informasi-mu segera."

"Makin cepat makin baik. Jadi segera kirimkan aku data informasi-mu itu ke emailku. Kau bisa tanyakan pada Rangga alamat emailnya. Lalu..."

"Lalu..?" Dengan reflek Aretha mengikuti ucapan Elvan dengan tidak sabaran.

"Aku akan memberikan informasi lebih lanjutannya lagi, setelah aku membuat keputusan dan bertemu denganmu kemudian."

"Jadi siapkanlah segala hal yang aku minta nanti, dan segera kembalilah bekerja dahulu. Saat ini kau masih berstatus pekerja di Bar Rangga."

"Aku tidak ingin dia sampai menegurku karena sudah menyita waktu satu karyawannya dengan seenaknya," tutur Elvan dengan panjang lebar yang langsung membuat Aretha tersenyum sumringah dengan lebar.

"OKE!!" Seru Aretha dengan bersemangat. Dia kemudian berbalik hendak pergi, etapi beberapa detik kemudian dia berhenti dan menoleh kembali pada Elvan, begitu dia memikirkan sesuatu.

"Maaf, benarkah Anda benar-benar akan memberikan berapapun yang saya minta? Bahkan jika saya meminta ratusan juta rupiah?" Tanya Aretha dengan hati-hati.

Dia tentu tidak ingin kata-katanya itu terkesan menyinggung si pemberi harapannya itu, tetapi dia juga perlu untuk memastikan sesuatu.

Jadi sebisa mungkin dia berkata dengan sopan agar tidak membuat pria itu tersinggung.

Elvan terdiam sejenak lalu mengangguk, "Ya, berapapun itu, tapi dengan syarat!" Serunya.

Mendengar dan melihat keyakinannya yang begitu besar, tentu saja membuat Aretha biasa senang luar biasa.

Pasalnya baru saja seharian ini dia pusing tujuh keliling, dengan masalah utang yang terus melilitnya, tiba-tiba saja malaikat menuntun jalannya ke lorong kebebasan.

Jadi bagaimana mungkin dia bisa tidak bahagia luar biasa, tapi mendengar kata syarat Aretha pun bertanya kembali.

"Syarat apa itu?" Tanya Aretha.

"Temui Nenekku di rumah sakit dan yakinkan dia bahwa kau adalah kekasihku, jika kau berhasil maka aku akan memberikan apa yang kau minta." Jawab Elvan dengan nada yang masih datar dan dingin.

"Baiklah." Ucap Aretha dengan penuh keyakinan.

Akhirnya penantiannya yang panjang selama ini bisa membuahkan hasil.

Dengan bersenandung pelan, Aretha berlari kecil pergi dan melanjutkan kembali pekerjaannya.

Dia sungguh tidak sabar menantikan limpahan uang yang akan mengalir dengan deras ke rekeningnya yang selama ini selalu saja kosonga, dan begitu Aretha pergi, Rangga langsung mendekatkan diri kepada Elvan untuk berbisik pelan.

"Hei, apa ucapanmu itu benar? Kau yakin akan meminta gadis itu untuk menjadi istrimu? Apa kau yakin nenekmu akan setuju?" Tanya Rangga dengan sangat ragu.

Elvan membalas dengan santai, "Itu tergantung wanitanya. Jika dia berhasil itu akan menguntungkan untukku, tetapi jika tidak aku tinggal mencari yang lain. Setidaknya aku bisa mencobanya."

Ucapannya itu lalu membuat Rangga tidak bisa berkata apa-apalagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status