Tiga bulan berlalu, kehidupan pernikahan Clau berjalan di tempat. Tak pernah sekalipun Arjuna memerhatikan, menyayangi selayaknya suami kepada istri. Pria itu hanya memerlukan Clau ketika sisi primitifnya datang, saling bersatu berbagi peluh dan lenguhan. Tapi sayang tidak ada perasaan cinta tersemat ketika melakukannya.
Setiap bulan Clau harus merasakan kulitnya yang sakit tertusuk jarum suntik berisi cairan pencegah kehamilan. Tak hanya itu, ia pun menderita alergi khusus usai menerima obat, hingga mengkonsumsi banyak penawar agar dirinya terbebas dari penderitaan.“Sebaiknya Nyonya diskusi dengan Tuan Caldwell menghentikan suntik KB sementara waktu dan melakukan program kehamilan. Saya bisa bantu menjelaskan.” Terang dokter sembari mencatat resep dan memberikannya kepada Clau.Clau hanya tersenyum miris mendengar saran dokter, “Memiliki anak dariku? Aku tidak mau kelak anakku menderita karena ayahnya tidak menginginkan kehadirannya.” Batin Claudya teriris perih mengingat bagaimana Arjuna melarangnya hamil, bahkan hal itu tercatat dalam kontrak perjanjian.Claudya pelan-pelan melangkah keluar dari ruangan Dokter Spesialis Kandungan. Ia diwajibkan memberi laporan kepada Givano –asisten pribadi Arjuna, sesuai perintah bahwa setiap kegiatan harus dalam pantauan. Menjadikan Clau bagai tawanan kendati suaminya jarang pulang ke griya tawang.Arjuna lebih sering menghabiskan waktu di mansion utama ketimbang menemani Clau di penjara mewah. Menurut Clau sangat bagus, tanpa susah payah ia bisa menghindari pria kejam itu. Apalagi sudah satu minggu Arjuna tidak terlihat di kantor, menurut sumber terpercaya, Presiden Direktur tengah melakukan perjalanan bisnis selama 10 hari. Artinya selama itu Clau memiliki waktu bebas, tidak harus menjalani tugas menyiksa jiwa dan raga.Ya, sudah 2 malam ini, Clau menginap di rumah sakit. Menemani ibunda tercinta, berbagi cerita membahagiakan. Bahkan merebahkan raga di sisi tubuh ringkih, bersandar pada bahu untuk memberinya kekuatan menjalani hidup.“Ibu mau lagi buahnya? Biar aku kupas.” Tawar Clau menunjukkan jeruk manis di atas meja.“Makasih Nak, kamu selalu perhatian.” Mengusap wajah Clau yang tampak kurus namun penampilannya jauh lebih anggun dan menawan.“Pasti pekerjaan kamu di luar kota banyak, sampai lupa makan begini.” Sambung Bu Laras.Beliau mengetahui betul perjuangan putri bungsunya mencari uang, rela dimutasi lintas daerah demi memiliki penghasilan berlipat ganda agar pengobatan berjalan lancar. Tentu saja semua yang disampaikan kebohongan belaka.Tepat satu hari sebelum menikah, Claudya berucap dusta kepada ibunya. Beralasan dipindahtugaskan ke Kota lain, hingga jarang memiliki waktu luang menjenguk ke rumah sakit. Padahal tugas yang dimaksud melayani semua kebutuhan Arjuna di sangkar emas.Clau tertawa sumbang menanggapi perhatian ibunya, menggenggam tangan hangat yang menenteramkan jiwa. “Ibu tidak perlu cemas, di sana banyak makanan enak. Bosnya loyal tapi galak.” Terkekeh pelan sembari memejamkan kedua mata menahan lajur bulir bening yang hampir menetes.“Harus pintar jaga diri nak. Galak dalam pekerjaan tidak masalah, semua bos seperti itu.” Ucap Bu Laras, kini mengalihkan pandangan ke langit-langit ruangan.“Ibu rindu kakakmu, sudah ada kabar dari Clara?” tanya Bu Laras, khawatir putri sulungnya tertimpa bencana. Sebab sudah lebih dari empat bulan tidak memberi kabar apalagi pulang. Semenjak Clara membawa kabur uang serta mobil pemberian Arjuna Caldwell.“Belum bu, jangan terlalu dipikirkan. Sekarang lebih penting kesehatan ibu. Clau senang operasinya berjalan lancar.” Claudya membelai rambut putih wanita yang melahirkannya.Mendadak suasana kamar berubah sendu. “Terima kasih nak, jasamu tak ternilai. Ibu berhutang budi.”Clau menggelengkan kepala dengan cepat, menepis semua lalu berujar, “Jasa ibu jauh lebih banyak, terima kasih Bu. Clau mencintai Ibu dan hanya Ibu.”Tiba-tiba suara dari perut cukup mengganggu percakapan Clau dan Bu Laras. Keduanya tertawa, terlalu larut melepas rindu, Clau melupakan mengisi perut.“Aku ke kantin dulu ya Bu. Tidak apa ditinggal sendirian di sini?” Clau berdiri merapikan isi tas dan pakaian.“Kamu makan yang banyak nak, jangan menghiraukan ibu.” Bu Laras tersenyum lebar menatap putrinya membalik badan menuju pintu keluar. Ada rasa kasihan melihat perubahan fisik Claudya, jelas sekali kalau putri bungsunya itu menderita tekanan batin.Sepanjang selasar rumah sakit, Clau menebar senyum menjawab semua sapaan dari perawat dan petugas. Semenjak ruang rawat Laras dipindah ke presidential suite demi kenyamanan, Clau dan ibunya banyak menerima kebaikan teramat sangat terkait pelayanan.Ia pun asyik bercengkerama di lobi, tak menghiraukan getar ponsel yang terus menerus bergerak dalam tas. Hingga seseorang menepuk bahunya dari belakang.“Claudya?” panggil orang itu. Suara bass pria begitu jelas terdengar oleh Clau. Sontak ia menoleh, sedikit menurunkan pandangan dan tersenyum memberi hormat.“Apa kabar? Lama tidak bertemu ya.” Pungkasnya mengulurkan tangan. Tapi Clau tidak menerima.Bukan karena angkuh, tapi peraturan Arjuna pada lembar 1 poin 5. Claudya dilarang kontak fisik dengan pria lain. Meskipun Arjuna tidak ada di sini, tetapi mata-matanya tersebar mengikuti serta mengamati gerak-gerik Clau. Wanita cantik ini tak ingin menyiram bensin pada bara api. Amarah Arjuna yang berkobar sanggup membakar siapa saja yang mencari masalah dengannya.“Oh ayolah Claudya, ini bukan di kantor. Kita bisa berteman, tapi kalau di kantor, kamu wajib menghormati aku.” Tukas Andreas Lehman, seorang pengusaha terkenal rekan bisnis Arjuna.Arjuna dan Andreas acap kali sering bertemu membicarakan proyek yang dijalani perusahaan. Pria tampan, mapan, dan diidolakan oleh kaum wanita. Seantero Swiss, terutama Kota Zurich mengenal siapa itu Arjuna Bryatta Kreshnik Eberly Caldwell dan Andreas Lehman.Pria casanova itu pun lancang meraih tangan Clau, memaksa melakukan berjabat tangan. Disertai kedipan nakal dari sebelah mata Andreas, menyiratkan betapa mengagumi dan menginginkan wanita cantik salah satu pegawai Cwell Grup ini.“Permisi Tuan.” Pamit Clau hendak mengisi perut ke kantin.Dirinya memang belum beruntung, karena Andreas mencekalnya, membuat Clau tertahan lebih lama. Jujur kondisi ini sangat tak nyaman, pikirannya hanya satu, takut Arjuna mengetahui dan menghentikan pengiriman uang yang telah disepakati.“Kamu mau ke mana?” tanya Andreas bersemangat menggoda gadis incaran.“Saya mau ke kantin Tuan. Maaf tidak bisa menemani anda.” Clau berkelit, berusaha membebaskan diri.Namun andrenalin Andreas semakin tertantang menaklukan wanita yang selalu menolak. “Kita makan malam bersama, di cafe sekitar sini. Bagaimana?”Clau membuang muka dan menolaknya dengan berkata, “Tidak bisa, Ibu saya sedang sakit.”“Wah kalau begitu bagus. Aku bisa mengenal ibumu. Tapi sekarang kita makan dulu. Aku traktir.” Paksa Andreas tak memedulikan raut wajah gelisah Claudya. Terpenting tujuan utama mendekati dan mempersunting Clau berhasil.“Ah … Tuan jangan, lepas!” sentak Claudya, sebab Andreas lancang menarik pinggulnya.“Tuan, saya bisa teriak atau memukul anda.” Ancamnya tidak gentar, lebih baik mencari masalah dengan Andreas daripada Arjuna.“Silakan Claudya, aku tidak melakukan apapun. Ini hal wajar bagi seorang pria memikat wanita. Salahnya di mana?” Andreas menyeringai.Lidah Clau begitu kelu, tidak kuasa mengatakan bahwa dirinya sudah menikah. Merupakan istri dari Arjuna Caldwell, tapi percuma saja sebab semua menjadi rahasia yang terkubur dalam. Sungguh rasanya Clau ingin melayangkan tinju kepada pria petualang cinta ini. Jangan disangka ia mudah tergoda, karena manusia seperti Andreas sangat dihindari olehnya.“Aku tahu biaya rumah sakit di sini mahal. Kamu cukup menjadi istriku, tidak perlu bekerja lagi di Cwell Group. Mau?” tawaran berbisa keluar dari bibir manis Andreas.“Terima kasih, tapi saya tidak tertarik sama sekali. Saya bukan wanita perebut suami orang.” Tanggapan Clau memukul mundur Andreas.Belitan tangan pada pinggulnya pun terlepas karena keberanian Claudya melawan Andreas. Tanpa keduanya sadari sepasang manik abu-abu mengamati dari luar pintu kaca. Orang itu menggeram, rahang tegasnya berkedut, otot-otot pada leher menegang, kedua tangannya mengepal dengan kuku jari menancap kuat pada telapak tangan. Melangkah mantap memasuki rumah sakit, hendak menunjukkan kekuasaan terhadap wanita cantik bermata coklat di dalam sana.“Claudya?” intonasi tegas, dingin, menusuk gendang telinga sangat akrab bagi kedua orang itu.Seketika raga Claudya membeku, sedingin es, tangannya berkeringat dingin. Tidak sanggup merotasi tubuh hanya untuk melihat kedatangan suaminya. Benar saja apa yang ditakutkan, Arjuna mengetahui segala perbuatannya. Lihat sekarang, pria itu sudah berdiri di sisi Claudya, aura membunuh tampak jelas keluar dari dalam diri. Arjuna sedikit mendorong Clau agar menjauh dari Andreas.“Rupanya Tuan Lehman di sini? Sedang apa? Menggoda pegawaiku?” sinis Arjuna seraya melonggarkan dasi dan membuka jas lalu menyerahkan ke tangan Claudya. “Ya bisa dibilang begitu. Anda tidak keberatan kan Tuan Caldwell?” fatalnya Andreas sangat jujur sama sekali tidak menolong Claudya.“Oh ya? Apa wanita itu menerima?” Arjuna melirik Clau yang susah payah menelan saliva.Tawa Andreas mengundang perhatian pengunjung lain, pria casanova itu benar-benar tidak tahu diri. Berkata lugas, “Tentu saja, mana mungkin dia menolakku. Benarkan Nona Claudya Stewart?” Andreas bagai melempar besi panas kepada Clau.“Oh tapi saya
Di depan gedung megah Cwell Group, Claudya nyaris tersungkur ke jalan akibat terlalu tergesa-gesa. Ia tak menyangka siang hari ini menerima kabar mengejutkan dari rumah sakit. Kondisi Laras dikabarkan menurun drastis, padahal kemarin tampak segar bugar. Tetesan kristal bening membanjiri pelupuk mata, disusul peluh mulai menghiasi kening dan mengalir pada punggungnya.“Ibu …”lirih Clau, napasnya pun tersendat-sendat.Cukup lama menunggu, panik tidak mendapatkan taksi online, dirinya gelisah melirik kiri dan kanan sembari meremas gawai depan dada.“Apa aku perlu jalan ke halte? Tapi jauh.” Clau memijat pelipis kian berdenyut nyeri, ditambah sinar matahari musim panas sangat menyorot. Dirinya terus saja menekan aplikasi khusus mencari taksi, hingga akhirnya tangis pun meledak karena ditolak beberapa kali.Menunduk lesu di pinggir jalan, mencoba sekali lagi menggulir layar pada benda pipih. Seketika, Clau terperanjat mendapati satu unit mobil sport keluaran terbaru berhenti tepat di depa
“Apa?” “Iya Tuan benar, saya bingung bagaimana menolaknya.” Claudya terperanjat di ujung tangga, semula berniat berangkat pagi-pagi sekali terpaksa menghentikan pergerakan, karena suaminya terdengar memarahi Givano. Rasa penasaran membawa kaki melangkah pelan menuju pintu ruang kerja yang terbuka.Merapatkan diri pada dinding, berusaha menangkap dan mencerna isi dari percakapan kedua orang itu. Namun Clau dibuat senam jantung oleh teriakan Arjuna dari dalam. Presdir Cwell Group mengetahui bahwa seseorang berada di depan ruang kerja.“Skors atau potong gaji bagi pegawai yang menguping.” Bentak Arjuna seraya melemparkan pena ke arah pintu.“Ma-maaf Tuan, tidak sengaja.” Clau memejamkan mata dan menunduk, menghirup oksigen sebanyak-banyak, siap menerima kalimat pedas Arjuna. Sampai satu menit menunggu, jantungnya tetap aman terkendali, karena Arjuna hanya memerintahnya duduk di ruang tamu, melarang keluar penthouse.Pagi ini Clau mengenakan rok span di sebatas lutut, kemeja panjang be
Claudya segera membungkuk merapikan semua barang-barang berjatuhan, dirinya seolah bersembunyi di balik tubuh tinggi menjulang seorang Arjuna Caldwell. Mendongak sedikit ke atas, Clau menelan air liur karena kedua tangan Bosnya terkepal kuat, guratan urat pada pergelangan tercetak jelas. Dalam hatinya berharap semua akan baik-baik saja, sebab Clau tidak ingin terjadi konflik apapun.“Kau bantu dia membereskan semua!” Perintah Arjuna kepada seorang petugas keamanan, membuyarkan lamunan Claudya. Ekor matanya tetap tak bisa lepas dari sepasang kaki bercelana panjang dan pantofel hitam itu. Bahkan Clau memasang telinga sebaik mungkin, demi mencuri dengar semua percakapan Arjuna.“Cepat juga. Aku rasa pembahasan kita sudah selesai!” Arjuna naik pitam, pasalnya Andreas lebih dulu tiba di gedung Cwell Group tanpa membuat janji temu.“Tentu saja aku harus cepat. Calon istriku menunggu.” Andreas memasukan satu tangan pada saku celana, lalu merapikan dasi dan rambut.“Ck, ini kantor bukan biro
Malam ini juga Andreas memaksa anak buahnya menyelidiki hubungan Arjuna dan Claudya. Tetapi tidak ada jejak sama sekali, semua bersih dan tertutup rapi hingga mengalami jalan buntu. Tidak menyerah, akhirnya pria casanova yang terobsesi pada Claudya itu menemukan data unik mengenai pegawai, seringai licik pun tercetak jelas pada wajah Andreas. Segera menggulir jari pada gawai untuk menjalankan rencana.“Tunggu kejutan istimewa dariku Arjuna.”Sementara di penthouse, Clau menunduk karena amarah seorang Arjuna Caldwell tak kunjung reda. Bahkan Clau belum mengganti pakaian, masih menggunakan jaket kulit milik suaminya. Ia duduk di tepi ranjang, meremas kain seprei, mendengar setiap untaian kata dari mulut tajam dan berbisa.Clau menyadari kesalahan, terlalu gegabah mengambil tindakan tanpa memikirkan resiko. Sehingga mengakibatkan hubungan kedua pengusaha merenggang, menyisakan sikap saling mencurigai satu sama lain.“Maaf Tuan. Aku hanya tidak mau merepotkan Tuan.” “Tapi kau mempunyai o
Setelah pertemuan tak terduga tempo hari, Clau mendapat fakta baru mengenai suaminya. Ia pun bingung harus mempercayai siapa, harus berada di pihak siapa.Antara Arjuna dan Clara memiliki alibi tertentu. Claudya segera pulang ke penthouse, memilih merebahkan diri untuk menyambut esok hari.Kenyataannya mata hanya tertutup tanpa bisa menghentikan pikiran buruk. Clau turun dari ranjang, meraih sling bag di atas kursi kecil. Membuka perlahan amplop putih berisi kertas hitam putih dan kedua benda bergaris merah.Clau menyentuh dadanya yang berdenyut nyeri, menangisi sebuah foto kecil pemberian Clara. Membaca data yang tertulis, baik tanggal dan identitas. Mencocokkan dengan kejadian beberapa bulan lalu ketika Clara menghilang.“Tidak mungkin.” Lirihnya.Mencoba menampik kenyataan pahit bahwa Clara pernah mengandung anak Arjuna. “Arjuna itu jahat! Sebaiknya kamu pergi! Dia memaksa aku menggugurkan kandungan.”Kalimat Clara terpatri kuat dalam benak Claudya, seketika teringat akan isi perj
Clau susah payah menelan ludah, kedua tangannya mengepal di sisi tubuh. Ingin sekali hatinya berteriak dan menumpahkan segala amarah. Membutuhkan penjelasan lebih terkait keadaan yang membelenggu, tetapi batinnya belum siap menerima kenyataan.“Kenapa Tuan diam saja?” tantang Clau, menahan gerakan kelopak mata agar bulir bening tidak menetes.“Ayo tunjukan sifat aslimu Arjuna! Aku ingin tahu seberapa jahatnya kamu!” lirih Clau dalam hati.“Permisi Tuan.”Clau melepas sabuk pengaman, menekan ikon kunci otomatis pada layar. Segera keluar dari mobil dan berjalan masuk seorang diri.Sedangkan Arjuna tersenyum masam sembari memukul setir mobil karena Clau meninggalkannya sendirian. Sama halnya dengan Clau, Arjuna mengepalkan kedua tangan, menggeram marah pada situasi dan kondisi.“Dasar perempuan tidak tahu balas budi.” Umpat Arjuna menatap pintu utama gedung.Tidak tinggal diam, Arjuna menyusul Claudya, membanting pintu mobil begitu keras. Menghentak setiap langkah kaki menuju penthouse,
Clau urung bertanya kepada Clara, tidak mungkin membongkar rahasia di depan Laras. Acuh tak acuh adalah sikap paling baik untuk saat ini. Tepat pukul 7 malam, Clau berpamitan kepada Laras, bergegas keluar dari rumah sakit.Dadanya sesak sekali menghirup aroma parfum Clara, dapat dipastikan Arjuna dan Clara menjalin hubungan di belakangnya. Keyakinan bertambah besar bahwa peliknya masalah antara Arjuna dan kakaknya didasari oleh kehadiran janin tak bersalah.Sepanjang perjalanan pulang Clau melamun, menatap keluar jendela. Mengabaikan dering gawai yang berulang kali mengganggu. Khawatir emosinya meluap, sebelum puas menuntaskan rasa penasaran karena tidak bisa menahan diri.“Tuan Muda di mana?” tanya Clau setibanya di griya tawang.“Kebetulan Nyonya. Tuan menunggu di ruang kerja.” Asisten rumah tangga membantu membawa tas dan mantel Clau.Clau membuka pintu ruang kerja Arjuna, menghampiri pria yang memang menunggu kedatangannya. Duduk di sofa panjang depan meja, menarik napas guna mene