“Tandatangani suratnya dan buat rekamannya sekarang!” perintah seorang pria menggunakan kemeja putih, tuksedo hitam, serta dasi kupu-kupu menambah ketampanannya semakin bertambah berkali-kali lipat. Tapi sayang semua hanya cangkang untuk menutupi kekejaman yang dilakukan.
Di atas sofa putih besar seorang wanita menggunakan dress panjang berwarna senada tengah duduk. Memegang berlembar-lembar surat perjanjian serta pena, jangan lupa kamera yang merekam setiap gerak geriknya. Claudya Stewart menelan saliva yang terasa kelat, berulang kali menutup mata dan mengembuskan napas, begitu berat jemarinya menorehkan tinta pada surat perjanjian pranikah.Poin-poin tercatat di dalamnya sama sekali tidak menguntungkan bagi Clau, terkesan merugikan. Tapi ia bisa apa selain menerima dengan lapang dada, berharap calon suaminya –Arjuna, kelak memperlakukan dirinya sebaik mungkin.“Baik Tuan, saya tandatangani. Tapi … bisakah uangnya dikirim hari ini? Ibu saya memerlukan secepatnya.” Claudya mendongak, memberanikan diri menatap wajah sangar Arjuna.“Tugasmu saja belum selesai, sudah meminta bayaran. Benar-benar wanita tidak tahu diri.” Sindir Arjuna mendekati Clau. Lalu menunjuk kening wanita itu dengan jari telunjuk hingga tubuh Clau terdorong ke belakang.“Kau masih punya mata untuk membaca? Lembar pertama poin 10.” Tukas Arjuna menggeram marah, sebab calon istrinya sangat membuang-buang waktu.“Baik Tuan, saya tanda tangan. Kita bisa menikah sekarang juga.” Jawab Clau dengan suara gemetaran.Pada akhirnya ia pun berhasil membubuhkan tanda tangan di atas kertas berisi banyaknya peraturan selama menjadi istri seorang Arjuna Caldwell. “Sudah Tuan.” Cicit Clau, menundukkan kepala, sungguh ia tidak berani menatap amarah pada kedua mata Bosnya.Pasalnya Clau mengetahui persis alasan Arjuna menikahinya, semua tidak lain karena Clara –kakaknya. Membuat masalah dengan Presiden Direktur Cwell Group itu, hingga Clau yang harus menanggung semua beban.“Ok, hapus air matamu! Tidak berguna, jangan harap aku iba. Sekarang keluar dan tunggu di ruang pernikahan!” perintah Arjuna, melempar sebungkus tissue kecil ke atas paha Clau.Kedua tangan Clau mendadak tremor, untuk menyeka air mata saja memerlukan tenaga ekstra. Sedih dan hancur perasaannya, bagaimana tidak? Pagi ini pihak rumah sakit menghubungi, menagih biaya rumah sakit serta biaya terkait transplantasi jantung ibunya.Uang dalam rekening Clau sama sekali tidak mencukupi, walaupun bekerja di perusahaan besar sekelas Cwell Group. Tetap saja gajinya tidak mampu membiayai seluruh kebutuhan pengobatan, pembayaran hutang atas rumah yang disita dan keperluan hidup sehari-hari. Pernikahan ini sama sekali bukan keinginan Clau, terpaksa menerima pinangan Arjuna adalah jalan satu-satunya untuk mendapatkan uang dalam waktu singkat.Semula Clau berniat meminjam uang kepada bagian koperasi dan keuangan pegawai, siapa sangka laporan akibat menumpuknya hutang terdengar ke telinga Presiden Direktur.Clau yang melamun tersentak ketika ponselnya bergetar, sebuah pesan masuk bernada ancaman dari seseorang. Siapa lagi kalau bukan Arjuna Caldwell? Pria arogan, telah menunggunya di ruangan pernikahan.Ya, Clau dan Arjuna melangsungkan pernikahan di badan kependudukan. Jangan harapkan adanya hamparan bunga berwarna warni, iringan musik syahdu, dekorasi mewah bak negeri dongeng atau tamu undangan. Semua hanya dalam mimpi, Clau mengubur pernikahan impian. Saat ini lebih penting ibunya dibanding diri sendiri.Sebelum melangkahkan kaki keluar, Clau mengoleskan perona bibir serta memperbaiki riasan tipis agar wajah sembabnya tidak terlihat oleh semua orang. Dia mencoba mengukir senyum pada bibir, menyembunyikan seluruh asa. Menghela napas berulang kali, meneguhkan hati bahwa semua ini akan baik-baik saja.Clau membuka pintu, berjalan perlahan menemui calon suaminya di ruangan. Wajah pria itu tampak santai, tidak menyeramkan seperti beberapa belas menit yang lalu. Bahkan Arjuna mengulurkan tangan kepada ClauSontak kepala Clau terangkat, sebab calon suaminya berdeham cukup keras. Manik abu-abu Arjuna menatap tajam dan mengintimidasi Clau, seolah mengatakan bahwa ia harus menerima uluran tangan itu. Pelan-pelan tangan Clau terangkat menggapai milik Arjuna. Seketika tubuhnya ditarik hingga merapat padu dengan sosok bertubuh tinggi nan atletis.Keduanya mengucap janji pernikahan kemudian menandatangani sejumlah berkas penting penunjang. Data Arjuna Caldwell dan Claudya Stewart langsung tersimpan rapi serta dirahasiakan atas permintaan mempelai pria.“Mulai sekarang lakukan tugasmu!” nada dingin Arjuna kian menusuk relung hati Claudya.Meskipun sudah menjadi istri sah dari Arjuna, tak sekalipun Clau berani bertatap muka secara langsung. Memilih menyadari posisinya sedini mungkin, kemudian Clau menjawab, “Baik Tuan, saya akan melayani anda dengan segenap hati.”“Bagus. Memang itu yang aku perlukan. Jaga penampilanmu! Aku tidak menyukai perempuan lusuh.” Ekor mata Arjuna melirik ke samping. Memindai penampilan Clau dari ujung kepala hingga kaki. Tentu saja karena wanita itu hanya menggunakan dress seadanya, bukan rancangan designer ternama yang memiliki harga selangit.“Lalu Tuan, bagaimana dengan uangnya? Aku membutuhkannya.” Berani Clau mempertanyakan mengenai hak yang tertuang dalam perjanjian.“Kau ingin uangmu kan?” tanya Arjuna sembari menyeringai.Secepat kilat Clau mengangguk, ia bernapas lega karena sebentar lagi bisa membayar biaya rumah sakit dan hutangnya. Namun senyum itu mendadak berganti rasa perih pada pergelangan tangan, Arjuna meraihnya dan membawa Clau masuk ke dalam mobil.“Penthouse.” Perintah Arjuna kepada sopir.“Tuan … tapi bukankah mau mentransfer uang?” bibir merah delima Clau tak henti melontarkan pertanyaan yang sama, membuat suaminya jengah.“Tuan?” Clau tersentak karena tangan kekar Arjuna menarik pinggulnya, menjadikan tubuh mereka menempel tak memiliki celah sedikitpun.“Aku membenci wanita berisik seperti mu. Semakin bawel, jangan harap aku kirim uangnya!” ancam Juna membungkam mulut Clau.Sepanjang perjalanan menuju penthouse tak banyak kata dan suara diantara keduanya, hanya deru napas serta mesin mobil terdengar mengalun menyambangi telinga.Setibanya di penthouse, Arjuna menghempas tubuh mungil Claudya ke atas sofa. Tak mengindahkan suara kesakitan wanita itu. Clau mengusap sikut dan bahunya, seraya berkata, “Tuan sakit.”“Ck, sakit? Sekarang laksanakan tugas lembar 1 poin 1.” Arjuna melepas dasi kupu-kupu dan tuksedo, melemparnya ke sembarang arah.“Hah? Tapi aku sudah menandatangani surat perjanjian, uangnya belum aku terima.” Clau menolak sebab ia pikir Arjuna harus menyelesaikan kesepakatan lebih dulu baru memerintahkan melakukan ini dan itu.“Masih berani juga! Layani aku malam ini, setelah aku puas, aku kirim uangnya.” Arjuna benar-benar menjerat Claudya ke dalam masalah baru.Tanpa basa-basi menyambar bibir ranum Clau, tidak ada kelembutan sama sekali. Penuh tuntutan dan gairah. Tidak membiarkan Clau menghirup oksigen. Dominasi Arjuna teramat kuat, membuat Clau melemah. Dengan sisa tenaga yang ada, Claudya berusaha memberontak, namun kedua tangannya diikat menggunakan ikat pinggang.Malam yang seharusnya istimewa dan hangat berakhir dengan tangis serta rintih kesakitan dari Clau. Akibat perbuatan suaminya yang terus bermain hingga dini hari.Pagi ini Claudya terbangun dalam keadaan tubuh polos. Ia menyeka air mata yang turun membasahi pipi. Terlalu sakit jiwa dan raganya mendapat perlakuan sewenang-wenang dari Arjuna.Claudya tersenyum miris, melirik ranjang berantakan. Bayang-bayang kejadian semalam memenuhi isi kepala. Ia meremas selimut yang menutupi diri, marah, kesal, sedih, tak berdaya, bercampur jadi satu. Hatinya tersayat sembilu manakala Arjuna menyebutkan nama wanita lain ketika melakukan dengannya.Clau terperanjat ketika mendengar suara pintu diketuk dari luar, perlahan terbuka. Dia pikir Arjuna, tetapi dua orang asisten rumah tangga tampak tersenyum membawa satu nampak makanan.“Nyonya, ini sarapannya. Tolong dihabiskan, perintah dari Tuan.”“Terima kasih, tapi aku tidak lapar. Silakan dibawa lagi saja.” Clau menolak halus.“Tapi Nyonya, Tuan bilang, kalau tidak dimakan, maka kami berdua menerima hukuman.” Kedua pelayan itu keluar dari kamar setelah selesai menyimpan sarapan.Lagi-lagi Clau teringat ibunya yang terbaring di ruang ICU, ia harus kuat dan sehat demi orang tersayang dan tercinta. Lantas meraih ponsel lalu memeriksa M-Banking. Clau menggelengkan kepala, betapa terkejutnya melihat deret angka di akun bank. Nominal fantastis, bahkan ia tidak perlu repot bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Arjuna adalah pria berjuta pesona, statusnya sebagai Presiden Direktur Cwell Group membuatnya dipuja banyak wanita, ya kecuali Claudya.Secepatnya Clau membersihkan diri dari peluh yang menempel, menggosok tubuhnya dengan banyak sabun hingga kulit kenyal mulus berwarna merah. Di bawah guyuran rintik shower, tubuhnya gemetaran ketika pintu kamar mandi terbuka lebar. Seorang pria berdiri menyandar sembari memerhatikan dirinya.“Arjuna?” lirih Clau.“Lama sekali mandinya. Cepat! Jangan sampai kamu sakit dan menyusahkan.” Tangan kekar itu menyambar handuk yang tergantung, melekatkannya kepada Clau.Arjuna pun menggendong tubuh istrinya, menghirup harum aroma tubuh Clau yang membuatnya candu setelah aktifitas semalam.Seketika Clau tersentak, lantaran tangan Arjuna merengkuh pinggangnya. Sungguh saat ini Clau tak ingin disentuh secara kasar. Meskipun Arjuna suaminya secara sah, tetap saja Clau bukan budak apalagi hewan diperlakukan tanpa kelembutan sama sekali.“Mulai hari ini kau harus melayani segala keperluanku!” Arjuna menjepit dagu Clau, menariknya ke atas hingga kedua pasang mata mereka beradu pandang.“Termasuk kebutuhan biologis.” Bisik Arjuna sembari menyeringai.Setelah puas menikmati waktu berduaan di bibir pantai, Arjuna dan Clau bergegas kembali ke penginapan terapung. Hari semakin larut dan Arjuna teringat, istrinya belum menyantap makanan apapun. Penampilan Clau sangat berantakan, tidak mengenakan pakaian dalam, hanya kemeja biru kebesaran milik Arjuna. Berjalan tepat di balik punggung, melindungi dari tatapan pengunjung lain.Meskipun sepi Clau tetap tidak nyaman, berkeliaran hanya dengan sehelai pakaian saja. Alhasil tubuh Arjuna yang bertelanjang dada menjadi tameng.“Di sini sepi sayang, tidak ada siapapun. Mereka semua pasti sibuk dengan urusan masing-masing.” Arjuna terkekeh pelan.“Tapi … bagaimana kalau tiba-tiba ada yang keluar dari kamar? Aku malu Arjuna, kenapa melakukannya di luar?” Clau menunduk hingga menambrak punggung kekar sang suami.Ternyata Arjuna menghentikan langkah kaki. Mendengar penyesalan dari mulut Clau membuatnya tersenyum kecil, dan tidak tahan untuk melakukan kegiatan panas lagi. “Bukankah tadi kamu yang me
“Di mana Arjuna dan adik ipar? Kenapa dia lama sekali, jangan-jangan memilih menginap di villa? Ck dasar tidak kompak.” Geram Andreas.“Memangnya kenapa? Biarkan saja, mereka juga bisa datang ke sini sesuka hati, lokasi villanya tidak jauh.”“Tunggu! Dari mana kamu tahu kalau villa Arjuna jaraknya dekat? Apa kalian—“ pikiran Andreas melayang ke segala arah.Clara segera membungkam mulut suaminya, susah payah sebelah tangan bergerak. Ia tidak ingin membuka lembaran masa lalu, baginya sekarang hanya ada Andreas dalam hati bukan pria lain.Apalagi Clara dan Arjuna pernah menjalin kasih selama dua tahun. Dapat dipastikan jika keduanya bepergian berdua, begelung di atas ranjang dan saling menyebut mesra nama pasangan.Seketika wajah Andreas berubah merah padam. Dadanya bergemuruh, tangannya pun mengepal sempurna, isi kepalanya membayangkan hal itu.“Andreas sudahlah itu ‘kan masa lalu, aku juga tidak pernah mempermasalahkan kamu sering membayar wanita lain.” “Tapi Clara, itu beda! Aku mela
“Apa?” pekik Andreas dan Kevin.Keduanya langsung melirik ruang kamar yang cukup sempit. Benar yang dikatakan Arjuna, kamar asing milik Presdir Cwell. Akan tetapi Andreas menyadari sesuatu, mana mungkin Arjuna tidak menyewa presidential suite.“Ini bukan kamarmu!” Andreas melotot dan menunjuk ke segala arah.“Siapa yang melakukan ini?!” Arjuna geleng-geleng kepala membenarkan tanggapan sahabatnya.“Mungkin para istri yang membawa kita ke kamar karena mabuk.” Jawaban Kevin paling masuk akal.Segera Arjuna bangkit dari kasur, merapikan penampilan dan memandang jijik. Sungguh rasanya alergi satu ranjang bersama Andreas dan Kevin, ia melepas jas lalu membersihkan diri dari debu. “Hey, tidak perlu berlebihan!” Andreas berteriak di dalam kamar.“Aku tidak pernah satu ranjang dengan pria kecuali Daddy-ku. Kalian berani sekali! Jangan sampai kejadian ini terulang lagi. Mereka benar-benar meminta hukuman rupanya.” Arjuna mengepalkan tangan tidak sabar bertemu Clau.Arjuna melirik jam tangan, k
Setelah pesta pernikahan yang digelar sederhana hanya mengundang kerabat dekat, Kevin dan Brigitta memisahkan diri. Pasangan baru itu layaknya anak muda yang menikah dadakan, baik pria atau wanita sama-sama canggung.Sejak tadi, Brigitta selalu meremas tangannya. Bahkan kedua kaki tak kuasa berdiri sebab gemetaran, khawatir terjatuh. Begitupun dengan Kevin, memilih mengguyur diri di bawah air dingin, sebagai seorang pria tidak dipungkiri mengharapkan sesuatu.Namun, saat ini jauh berbeda. Suasana tegang belum menghilang, antara takut dan terharu. Setengah jam menghabiskan waktu di kamar mandi, Kevin keluar hanya mengenakan handuk putih. “Umm … Brigitta?” panggil Kevin dengan pemandangan menambah beban kegugupan.Rambut basah Kevin menggoda Brigitta, sayangnya wanita ini tak kuasa untuk bertindak lebih dulu. Cenderung menunggu aksi dari Kevin, layaknya seorang gadis yang baru merasakan indahnya jatuh cinta.“Ya, K-Kevin a-da apa?”“Boleh minta tolong ambilkan bajuku di tas?”“Oh, ya …t
Dua minggu kemudian.Hamparan bunga beraneka warna menghiasi ballroom hotel, pengantin pria sedang menanti calon istrinya. Kevin berdiri tegak, kemeja putih tertutup tuksedo hitam melekat sempurna pada tubuh atletis. Didampingi oleh Arjuna dan Andreas, lelaki itu mengalami ketegangan luar biasa. Usianya hampir menginjak 40 tahun tetapi tidak membuat Kevin tetap tenang. Apalagi semalam menerima kabar dari calon mertua, bahwa Brigitta demam.Ingin rasanya Kevin terbang ke rumah calon istri. Tetapi apa daya, dua sahabatnya ini menahan, mereka melarang Kevin bepergian, demi menjaga keamanan.“Kau bisa diam tidak?” Andreas mendengus di telinga Kevin.“Kenapa Brigitta belum datang?” pandangan Kevin selalu tertuju ke pintu utama.“Tenanglah! Brigitta baik-baik saja. Clau bilang mereka sebentar lagi tiba. Sabar sedikit, kalian sudah memiliki anak remaja tetapi seperti baru pertama kali merayakan cinta.” Cibir Arjuna mengepalkan tinju pada lengan sahabatnya.Ketiga pria itu berada di altar per
“Umm … terima kasih Mom. Aku pikir Mommy sibuk, soalnya Daddy bilang kalau hari ini ada rapat penting.”“Daddy bohong! Mom tidak sibuk. Apapun demi Karen, Mom bangga sayang, kamu benar-benar hebat. Selamat ya berhasil menjadi juara dua, ini hadiah untuk Karen.”“Aku sayang Mommy. Wah, baju berenangnya bagus.” Karen memeluk Brigitta dari belakang, melingkarkan lengan ke dada ibunya.Pemandangan mengharukan bagi Kevin. Sebentar lagi keinginan Karen terwujud, setiap hari bisa melihat Brigitta, bahkan bermain bersama. Baik Kevin atau Brigitta sama-sama berkomitmen memberikan yang terbaik, mereka menebus hilangnya waktu di masa lalu.“Sekarang kita mau ke mana Dad? Boleh makan malam di luar?”“Iya, tapi ke salon dulu. Kita makan malam bersama kakek dan nenek.” Kevin tampak santai dan tak acuh.Sedangkan Brigitta dan Karen menegang, tidak menyangka pertemuan kurang dari tiga jam lagi. Brigitta menelan saliva, mencoba mengutarakan isi hati. Takut ayahnya bertindak sewenang-wenang, apalagi Kar