Share

Bab 3 Sakit

Seketika raga Claudya membeku, sedingin es, tangannya berkeringat dingin. Tidak sanggup merotasi tubuh hanya untuk melihat kedatangan suaminya. Benar saja apa yang ditakutkan, Arjuna mengetahui segala perbuatannya. Lihat sekarang, pria itu sudah berdiri di sisi Claudya, aura membunuh tampak jelas keluar dari dalam diri. Arjuna sedikit mendorong Clau agar menjauh dari Andreas.

“Rupanya Tuan Lehman di sini? Sedang apa? Menggoda pegawaiku?” sinis Arjuna seraya melonggarkan dasi dan membuka jas lalu menyerahkan ke tangan Claudya.

“Ya bisa dibilang begitu. Anda tidak keberatan kan Tuan Caldwell?” fatalnya Andreas sangat jujur sama sekali tidak menolong Claudya.

“Oh ya? Apa wanita itu menerima?” Arjuna melirik Clau yang susah payah menelan saliva.

Tawa Andreas mengundang perhatian pengunjung lain, pria casanova itu benar-benar tidak tahu diri. Berkata lugas, “Tentu saja, mana mungkin dia menolakku. Benarkan Nona Claudya Stewart?” Andreas bagai melempar besi panas kepada Clau.

“Oh tapi sayang, aku membutuhkan pegawaiku sekarang. Senang bertemu dengan anda Tuan Lehman.” Tukas Arjuna mengakhiri percakapan menegangkan.

Setelah Andreas melenggang pergi, sikap asli Arjuna mulai terlihat. Tatapan bola mata abu-abu itu kian menusuk dan menguliti Claudya. Tanpa kata, menggenggam pergelangan tangan Clau hingga terasa berdenyut nyeri. Arjuna menyeret Clau ke area parkir, membawa istrinya pulang ke penthouse. Emosi pria itu berada di ujung kepala siap meledak dan menghanguskan tawanannya.

“Tuan, maaf. Kejadiannya tidak seperti yang anda pikir.” Clau mengeluarkan suara, agar Arjuna tahu, bahwa ia bukanlah wanita murahan yang menerima sembarang lelaki.

“Benarkah? Aku lihat kau menikmati sentuhan Andreas? Apa permainanku tidak memuaskanmu?” sindir Arjuna, merendahkan Claudya.

“Seharusnya kau menghindar! Peraturan lembar 1 poin 5. Kau milikku Clau, tidak ada yang boleh menyentuhmu kecuali aku, paham?” sentak Arjuna.

“Masuk!” perintah Arjuna membuka pintu mobil, mendorong Clau duduk di jok penumpang.

“Iya Tuan, saya salah.” Jawab Clau enggan berdebat. Lagi pula hasil akhirnya tetap Arjuna yang menang. Detak jantung Clau tidak beraturan, rasanya bertalu-talu sangat kencang. Napasnya tersengal-sengal akibat menahan sakit. Bulir keringat bermunculan menghiasi kening, tubuhnya pun gemetaran.  

Satu jam yang lalu, pria itu pulang ke penthouse tidak mendapati wanitanya. Keinginan yang sudah menggebu terpaksa ditahan, mencari keberadaan Claudya. Akhirnya Arjuna menemukan bahwa wanita cantik yang dirindukan alam bawah sadarnya sedang di rumah sakit.

Pergelangan tangan Clau bertambah sakit karena Arjuna berjalan tergesa-gesa, tak memberinya waktu menyeimbangkan langkah. Clau terseok-seok mengikuti dari belakang, kedua kakinya lecet, sebab heels yang digunakan cukup tinggi.

Suara pintu berdentam kasar, berpadu dengan ketukan sepatu pantofel menggema dalam kamar. Rintihan Clau sama sekali tak meredam rasa cemburu yang bersatu dengan kabut amarah menguasai Arjuna. Suaminya itu tega menghempas raga kurus Claudya ke atas ranjang besar, mencengkeram rahangnya cukup erat.

“Wanita semua sama, menggerogoti harta pria lalu pergi berselingkuh, termasuk dirimu Claudya Stewart.” Desis Arjuna langsung melepaskan rahang Claudya.

“Kau harus tahu diri Claudya! Di dunia ini tidak ada yang gratis.” Kalimat Arjuna ini menyadarkan Claudya akan posisinya yang sebatas istri pelampiasan, tertandatangan  berdasarkan kontrak, tidak lebih. Maka jangan mengharap belas kasih atau dicintai seorang Arjuna Caldwell.

Arjuna melepas kasar helaian kain pada tubuhnya dan melempar ke sembarang arah. Tanpa hati melakukan penyatuan, memberi pelajaran kecil agar Clau tidak melanggar perjanjian yang tertuang dalam kontrak. Berulang kali pria itu menguasai raganya yang lelah, letih dan tidak berdaya. Bibirnya pun tidak bisa mengeluarkan suara sebab dibungkam oleh Arjuna.

Pada akhirnya Clau meneteskan bulir bening hingga membasahi bantal. Apalagi setelah suaminya selesai menuntaskan kegiatan panas, nama wanita lain keluar dari bibir Arjuna. Bahu Clau berguncang, memejamkan mata rapat-rapat, mengigit bibir bawahnya.

“Maaf Tuan, aku bersumpah tidak akan mengulangnya lagi.” Cicit Clau, ya yang diperlukan ketika berhadapan dengan Arjuna menurunkan ego serendah-rendahnya.

Pagi hari Claudya terbangun dalam keadaan tubuh sakit, remuk redam. Perlakuan Arjuna kepadanya cukup menggila hingga ia tak sanggup bangkit dari tidur. Satu tekadnya berjuang demi kesembuhan sang ibu.

Claudya segera membersihkan diri dan bersiap berangkat ke kantor, mengabaikan rasa sakit yang mendera sekujur tubuh. Dalam perjalanan hanya diam membisu sembari bertukar kabar dengan Laras, karena khawatir dirinya menghilang setelah makan malam.

Setibanya di Cwell Grup, kedua kaki Clau bertambah lemah, kepalanya kunang-kunang, mereka yang berlalu lalang seolah berputar dan terbagi menjadi tiga. Namun Clau melanjutkan langkah menuju divisi adminitrasi, duduk menyandar tak berselera mengerjakan semua tugas yang diberikan supervisor.

Lolongan panjang sampai ke telinga, pengawas marah sebab Clau lalai tidak mengerjakan laporan yang ditunggu oleh Presiden Direktur. Ia pun diminta mengantar berkas secara langsung ke ruangan terkutuk di mana suaminya berada.

“Claudya ditunggu Pak Arjuna di dalam, beliau sedang marah, hati-hati kamu.” Peringatan sekretaris Presiden Direktur membuka pintu untuk Clau.

Baru saja ia menginjakkan kaki di ruangan, sinar matahari menyilaukan mata hingga kepalanya berdenyut nyeri. Bayang-bayang aura kemarahan Arjuna tidak jelas, pandangannya berubah gelap.

“Kau tidak –“ belum sempat Arjuna menyelesaikan kalimat, Claudya sudah tersungkur jatuh, tergelatak di atas karpet.

“Claudya!” pekik Arjuna panik luar biasa, wanita yang dikenal cukup tangguh dan bawel kini terkapar.

Segera pria itu menggendong tubuh mungil istrinya ke ruangan khusus istirahat Presdir. Ditatap wajah pucat seputih kapas milik sang istri, bibirnya mengering tanda jika Clau dehidrasi. Tangan Arjuna iseng mengusap kening, menyapukan anak rambut yang menempel. Seketika melotot karena suhu tubuh sang istri sangat tinggi.

“Claudya, bangun! Clau! Kau sakit, buka matamu!” Arjuna mengguncang kedua bahu, tetapi tak ada respon apapun.

Tanpa buang waktu Arjuna memerintah Givano menghubungi dokter, dengan catatan harus wanita dan menandatangani surat perjanjian agar pernikahan rahasianya tidak terbongkar. Tidak berselang lama seorang wanita setengah baya berjas putih datang, memeriksa keadaan Claudya yang memprihatikan. Dokter pun memberi infus agar tubuh pasien lekas pulih.

Lebih dari 2 jam Clau pingsan, akhirnya membuka mata. Ia tersentak menyadari keberadaannya di kamar pribadi suaminya. Masih terpatri kuat dalam benak Clau, ketika Arjuna memanggilnya beberapa waktu lalu dan bermain di kamar ini.

“Aku harus keluar.” Gumam Clau, meraih infus, mencoba berdiri.

“Mau ke mana?” pertanyaan bernada interogasi menanti jawaban. Arjuna berdiri sembari menyandarkan tubuh pada dinding.

“Saya harus kembali bekerja Tuan. Permisi.” Clau susah payah menggunakan sepatu dan blazer sebab selang infus menghalangi geraknya.

“Tubuhmu lemah, mau tambah sakit? Duduk!” perintah Arjuna sangat dingin dan datar.

Arjuna pun mulai merasa iba kepada Claudya karena menjadikannya pelampiasan. Lantas membuka bungkus makanan, berusaha menyuapi Claudya yang kebingungan atas sikap suaminya. “Kenapa?” tanya Arjuna ketus.

Claudya mencebik, sudut bibirnya berkedut tipis, membalas tatapan tajam Arjuna untuk pertama kali. Mencoba mengatakan tanpa kata bahwa ia menolak semua sikap suaminya yang dianggap semu.

“Kau takut bubur ini beracun, iya?” Arjuna tersulut emosi, menyimpan mangkuk cukup kasar sampai isinya tercecer keluar.

“Kalau iya kenapa Tuan? Tidak ada salahnya kalau saya waspada.” Clau menelan air liur, menetralkan setumpuk perasaan dalam jiwa.

“Jangan memancing aku sayang, makan sekarang atau aku paksa.” Arjuna tetaplah pria arogan yang memaksakan kehendak.

Menjepit rahang Claudya hingga terbuka, menyuapi satu sendok penuh bubur kentang. “Telan!” perintahnya dengan kedua mata menghunus ke dalam iris coklat Claudya.

Di rasa tenaganya pulih, Claudya memaksa keluar dari penjara Arjuna, gerah terus menerus dianggap sebagai tawanan. Diperlakukan layaknya penjahat hina yang tak berhak diampuni. Namun kejutan kembali menyapa, ketika sekretaris Arjuna menyampaikan pesan. Clau langsung meneteskan air mata disusul berlari kecil keluar dari gedung Cwell Group.

“Aku mohon jangan ….”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nim Ranah
ada apa ya ............
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status