Seketika raga Claudya membeku, sedingin es, tangannya berkeringat dingin. Tidak sanggup merotasi tubuh hanya untuk melihat kedatangan suaminya. Benar saja apa yang ditakutkan, Arjuna mengetahui segala perbuatannya. Lihat sekarang, pria itu sudah berdiri di sisi Claudya, aura membunuh tampak jelas keluar dari dalam diri. Arjuna sedikit mendorong Clau agar menjauh dari Andreas.
“Rupanya Tuan Lehman di sini? Sedang apa? Menggoda pegawaiku?” sinis Arjuna seraya melonggarkan dasi dan membuka jas lalu menyerahkan ke tangan Claudya.“Ya bisa dibilang begitu. Anda tidak keberatan kan Tuan Caldwell?” fatalnya Andreas sangat jujur sama sekali tidak menolong Claudya.“Oh ya? Apa wanita itu menerima?” Arjuna melirik Clau yang susah payah menelan saliva.Tawa Andreas mengundang perhatian pengunjung lain, pria casanova itu benar-benar tidak tahu diri. Berkata lugas, “Tentu saja, mana mungkin dia menolakku. Benarkan Nona Claudya Stewart?” Andreas bagai melempar besi panas kepada Clau.“Oh tapi sayang, aku membutuhkan pegawaiku sekarang. Senang bertemu dengan anda Tuan Lehman.” Tukas Arjuna mengakhiri percakapan menegangkan.Setelah Andreas melenggang pergi, sikap asli Arjuna mulai terlihat. Tatapan bola mata abu-abu itu kian menusuk dan menguliti Claudya. Tanpa kata, menggenggam pergelangan tangan Clau hingga terasa berdenyut nyeri. Arjuna menyeret Clau ke area parkir, membawa istrinya pulang ke penthouse. Emosi pria itu berada di ujung kepala siap meledak dan menghanguskan tawanannya.“Tuan, maaf. Kejadiannya tidak seperti yang anda pikir.” Clau mengeluarkan suara, agar Arjuna tahu, bahwa ia bukanlah wanita murahan yang menerima sembarang lelaki.“Benarkah? Aku lihat kau menikmati sentuhan Andreas? Apa permainanku tidak memuaskanmu?” sindir Arjuna, merendahkan Claudya.“Seharusnya kau menghindar! Peraturan lembar 1 poin 5. Kau milikku Clau, tidak ada yang boleh menyentuhmu kecuali aku, paham?” sentak Arjuna.“Masuk!” perintah Arjuna membuka pintu mobil, mendorong Clau duduk di jok penumpang.“Iya Tuan, saya salah.” Jawab Clau enggan berdebat. Lagi pula hasil akhirnya tetap Arjuna yang menang. Detak jantung Clau tidak beraturan, rasanya bertalu-talu sangat kencang. Napasnya tersengal-sengal akibat menahan sakit. Bulir keringat bermunculan menghiasi kening, tubuhnya pun gemetaran. Satu jam yang lalu, pria itu pulang ke penthouse tidak mendapati wanitanya. Keinginan yang sudah menggebu terpaksa ditahan, mencari keberadaan Claudya. Akhirnya Arjuna menemukan bahwa wanita cantik yang dirindukan alam bawah sadarnya sedang di rumah sakit.Pergelangan tangan Clau bertambah sakit karena Arjuna berjalan tergesa-gesa, tak memberinya waktu menyeimbangkan langkah. Clau terseok-seok mengikuti dari belakang, kedua kakinya lecet, sebab heels yang digunakan cukup tinggi.Suara pintu berdentam kasar, berpadu dengan ketukan sepatu pantofel menggema dalam kamar. Rintihan Clau sama sekali tak meredam rasa cemburu yang bersatu dengan kabut amarah menguasai Arjuna. Suaminya itu tega menghempas raga kurus Claudya ke atas ranjang besar, mencengkeram rahangnya cukup erat.“Wanita semua sama, menggerogoti harta pria lalu pergi berselingkuh, termasuk dirimu Claudya Stewart.” Desis Arjuna langsung melepaskan rahang Claudya.“Kau harus tahu diri Claudya! Di dunia ini tidak ada yang gratis.” Kalimat Arjuna ini menyadarkan Claudya akan posisinya yang sebatas istri pelampiasan, tertandatangan berdasarkan kontrak, tidak lebih. Maka jangan mengharap belas kasih atau dicintai seorang Arjuna Caldwell.Arjuna melepas kasar helaian kain pada tubuhnya dan melempar ke sembarang arah. Tanpa hati melakukan penyatuan, memberi pelajaran kecil agar Clau tidak melanggar perjanjian yang tertuang dalam kontrak. Berulang kali pria itu menguasai raganya yang lelah, letih dan tidak berdaya. Bibirnya pun tidak bisa mengeluarkan suara sebab dibungkam oleh Arjuna.Pada akhirnya Clau meneteskan bulir bening hingga membasahi bantal. Apalagi setelah suaminya selesai menuntaskan kegiatan panas, nama wanita lain keluar dari bibir Arjuna. Bahu Clau berguncang, memejamkan mata rapat-rapat, mengigit bibir bawahnya.“Maaf Tuan, aku bersumpah tidak akan mengulangnya lagi.” Cicit Clau, ya yang diperlukan ketika berhadapan dengan Arjuna menurunkan ego serendah-rendahnya.Pagi hari Claudya terbangun dalam keadaan tubuh sakit, remuk redam. Perlakuan Arjuna kepadanya cukup menggila hingga ia tak sanggup bangkit dari tidur. Satu tekadnya berjuang demi kesembuhan sang ibu.Claudya segera membersihkan diri dan bersiap berangkat ke kantor, mengabaikan rasa sakit yang mendera sekujur tubuh. Dalam perjalanan hanya diam membisu sembari bertukar kabar dengan Laras, karena khawatir dirinya menghilang setelah makan malam.Setibanya di Cwell Grup, kedua kaki Clau bertambah lemah, kepalanya kunang-kunang, mereka yang berlalu lalang seolah berputar dan terbagi menjadi tiga. Namun Clau melanjutkan langkah menuju divisi adminitrasi, duduk menyandar tak berselera mengerjakan semua tugas yang diberikan supervisor.Lolongan panjang sampai ke telinga, pengawas marah sebab Clau lalai tidak mengerjakan laporan yang ditunggu oleh Presiden Direktur. Ia pun diminta mengantar berkas secara langsung ke ruangan terkutuk di mana suaminya berada.“Claudya ditunggu Pak Arjuna di dalam, beliau sedang marah, hati-hati kamu.” Peringatan sekretaris Presiden Direktur membuka pintu untuk Clau.Baru saja ia menginjakkan kaki di ruangan, sinar matahari menyilaukan mata hingga kepalanya berdenyut nyeri. Bayang-bayang aura kemarahan Arjuna tidak jelas, pandangannya berubah gelap.“Kau tidak –“ belum sempat Arjuna menyelesaikan kalimat, Claudya sudah tersungkur jatuh, tergelatak di atas karpet.“Claudya!” pekik Arjuna panik luar biasa, wanita yang dikenal cukup tangguh dan bawel kini terkapar.Segera pria itu menggendong tubuh mungil istrinya ke ruangan khusus istirahat Presdir. Ditatap wajah pucat seputih kapas milik sang istri, bibirnya mengering tanda jika Clau dehidrasi. Tangan Arjuna iseng mengusap kening, menyapukan anak rambut yang menempel. Seketika melotot karena suhu tubuh sang istri sangat tinggi.“Claudya, bangun! Clau! Kau sakit, buka matamu!” Arjuna mengguncang kedua bahu, tetapi tak ada respon apapun.Tanpa buang waktu Arjuna memerintah Givano menghubungi dokter, dengan catatan harus wanita dan menandatangani surat perjanjian agar pernikahan rahasianya tidak terbongkar. Tidak berselang lama seorang wanita setengah baya berjas putih datang, memeriksa keadaan Claudya yang memprihatikan. Dokter pun memberi infus agar tubuh pasien lekas pulih.Lebih dari 2 jam Clau pingsan, akhirnya membuka mata. Ia tersentak menyadari keberadaannya di kamar pribadi suaminya. Masih terpatri kuat dalam benak Clau, ketika Arjuna memanggilnya beberapa waktu lalu dan bermain di kamar ini.“Aku harus keluar.” Gumam Clau, meraih infus, mencoba berdiri.“Mau ke mana?” pertanyaan bernada interogasi menanti jawaban. Arjuna berdiri sembari menyandarkan tubuh pada dinding.“Saya harus kembali bekerja Tuan. Permisi.” Clau susah payah menggunakan sepatu dan blazer sebab selang infus menghalangi geraknya.“Tubuhmu lemah, mau tambah sakit? Duduk!” perintah Arjuna sangat dingin dan datar.Arjuna pun mulai merasa iba kepada Claudya karena menjadikannya pelampiasan. Lantas membuka bungkus makanan, berusaha menyuapi Claudya yang kebingungan atas sikap suaminya. “Kenapa?” tanya Arjuna ketus.Claudya mencebik, sudut bibirnya berkedut tipis, membalas tatapan tajam Arjuna untuk pertama kali. Mencoba mengatakan tanpa kata bahwa ia menolak semua sikap suaminya yang dianggap semu.“Kau takut bubur ini beracun, iya?” Arjuna tersulut emosi, menyimpan mangkuk cukup kasar sampai isinya tercecer keluar.“Kalau iya kenapa Tuan? Tidak ada salahnya kalau saya waspada.” Clau menelan air liur, menetralkan setumpuk perasaan dalam jiwa.“Jangan memancing aku sayang, makan sekarang atau aku paksa.” Arjuna tetaplah pria arogan yang memaksakan kehendak.Menjepit rahang Claudya hingga terbuka, menyuapi satu sendok penuh bubur kentang. “Telan!” perintahnya dengan kedua mata menghunus ke dalam iris coklat Claudya.Di rasa tenaganya pulih, Claudya memaksa keluar dari penjara Arjuna, gerah terus menerus dianggap sebagai tawanan. Diperlakukan layaknya penjahat hina yang tak berhak diampuni. Namun kejutan kembali menyapa, ketika sekretaris Arjuna menyampaikan pesan. Clau langsung meneteskan air mata disusul berlari kecil keluar dari gedung Cwell Group.“Aku mohon jangan ….”Di depan gedung megah Cwell Group, Claudya nyaris tersungkur ke jalan akibat terlalu tergesa-gesa. Ia tak menyangka siang hari ini menerima kabar mengejutkan dari rumah sakit. Kondisi Laras dikabarkan menurun drastis, padahal kemarin tampak segar bugar. Tetesan kristal bening membanjiri pelupuk mata, disusul peluh mulai menghiasi kening dan mengalir pada punggungnya.“Ibu …”lirih Clau, napasnya pun tersendat-sendat.Cukup lama menunggu, panik tidak mendapatkan taksi online, dirinya gelisah melirik kiri dan kanan sembari meremas gawai depan dada.“Apa aku perlu jalan ke halte? Tapi jauh.” Clau memijat pelipis kian berdenyut nyeri, ditambah sinar matahari musim panas sangat menyorot. Dirinya terus saja menekan aplikasi khusus mencari taksi, hingga akhirnya tangis pun meledak karena ditolak beberapa kali.Menunduk lesu di pinggir jalan, mencoba sekali lagi menggulir layar pada benda pipih. Seketika, Clau terperanjat mendapati satu unit mobil sport keluaran terbaru berhenti tepat di depa
“Apa?” “Iya Tuan benar, saya bingung bagaimana menolaknya.” Claudya terperanjat di ujung tangga, semula berniat berangkat pagi-pagi sekali terpaksa menghentikan pergerakan, karena suaminya terdengar memarahi Givano. Rasa penasaran membawa kaki melangkah pelan menuju pintu ruang kerja yang terbuka.Merapatkan diri pada dinding, berusaha menangkap dan mencerna isi dari percakapan kedua orang itu. Namun Clau dibuat senam jantung oleh teriakan Arjuna dari dalam. Presdir Cwell Group mengetahui bahwa seseorang berada di depan ruang kerja.“Skors atau potong gaji bagi pegawai yang menguping.” Bentak Arjuna seraya melemparkan pena ke arah pintu.“Ma-maaf Tuan, tidak sengaja.” Clau memejamkan mata dan menunduk, menghirup oksigen sebanyak-banyak, siap menerima kalimat pedas Arjuna. Sampai satu menit menunggu, jantungnya tetap aman terkendali, karena Arjuna hanya memerintahnya duduk di ruang tamu, melarang keluar penthouse.Pagi ini Clau mengenakan rok span di sebatas lutut, kemeja panjang be
Claudya segera membungkuk merapikan semua barang-barang berjatuhan, dirinya seolah bersembunyi di balik tubuh tinggi menjulang seorang Arjuna Caldwell. Mendongak sedikit ke atas, Clau menelan air liur karena kedua tangan Bosnya terkepal kuat, guratan urat pada pergelangan tercetak jelas. Dalam hatinya berharap semua akan baik-baik saja, sebab Clau tidak ingin terjadi konflik apapun.“Kau bantu dia membereskan semua!” Perintah Arjuna kepada seorang petugas keamanan, membuyarkan lamunan Claudya. Ekor matanya tetap tak bisa lepas dari sepasang kaki bercelana panjang dan pantofel hitam itu. Bahkan Clau memasang telinga sebaik mungkin, demi mencuri dengar semua percakapan Arjuna.“Cepat juga. Aku rasa pembahasan kita sudah selesai!” Arjuna naik pitam, pasalnya Andreas lebih dulu tiba di gedung Cwell Group tanpa membuat janji temu.“Tentu saja aku harus cepat. Calon istriku menunggu.” Andreas memasukan satu tangan pada saku celana, lalu merapikan dasi dan rambut.“Ck, ini kantor bukan biro
Malam ini juga Andreas memaksa anak buahnya menyelidiki hubungan Arjuna dan Claudya. Tetapi tidak ada jejak sama sekali, semua bersih dan tertutup rapi hingga mengalami jalan buntu. Tidak menyerah, akhirnya pria casanova yang terobsesi pada Claudya itu menemukan data unik mengenai pegawai, seringai licik pun tercetak jelas pada wajah Andreas. Segera menggulir jari pada gawai untuk menjalankan rencana.“Tunggu kejutan istimewa dariku Arjuna.”Sementara di penthouse, Clau menunduk karena amarah seorang Arjuna Caldwell tak kunjung reda. Bahkan Clau belum mengganti pakaian, masih menggunakan jaket kulit milik suaminya. Ia duduk di tepi ranjang, meremas kain seprei, mendengar setiap untaian kata dari mulut tajam dan berbisa.Clau menyadari kesalahan, terlalu gegabah mengambil tindakan tanpa memikirkan resiko. Sehingga mengakibatkan hubungan kedua pengusaha merenggang, menyisakan sikap saling mencurigai satu sama lain.“Maaf Tuan. Aku hanya tidak mau merepotkan Tuan.” “Tapi kau mempunyai o
Setelah pertemuan tak terduga tempo hari, Clau mendapat fakta baru mengenai suaminya. Ia pun bingung harus mempercayai siapa, harus berada di pihak siapa.Antara Arjuna dan Clara memiliki alibi tertentu. Claudya segera pulang ke penthouse, memilih merebahkan diri untuk menyambut esok hari.Kenyataannya mata hanya tertutup tanpa bisa menghentikan pikiran buruk. Clau turun dari ranjang, meraih sling bag di atas kursi kecil. Membuka perlahan amplop putih berisi kertas hitam putih dan kedua benda bergaris merah.Clau menyentuh dadanya yang berdenyut nyeri, menangisi sebuah foto kecil pemberian Clara. Membaca data yang tertulis, baik tanggal dan identitas. Mencocokkan dengan kejadian beberapa bulan lalu ketika Clara menghilang.“Tidak mungkin.” Lirihnya.Mencoba menampik kenyataan pahit bahwa Clara pernah mengandung anak Arjuna. “Arjuna itu jahat! Sebaiknya kamu pergi! Dia memaksa aku menggugurkan kandungan.”Kalimat Clara terpatri kuat dalam benak Claudya, seketika teringat akan isi perj
Clau susah payah menelan ludah, kedua tangannya mengepal di sisi tubuh. Ingin sekali hatinya berteriak dan menumpahkan segala amarah. Membutuhkan penjelasan lebih terkait keadaan yang membelenggu, tetapi batinnya belum siap menerima kenyataan.“Kenapa Tuan diam saja?” tantang Clau, menahan gerakan kelopak mata agar bulir bening tidak menetes.“Ayo tunjukan sifat aslimu Arjuna! Aku ingin tahu seberapa jahatnya kamu!” lirih Clau dalam hati.“Permisi Tuan.”Clau melepas sabuk pengaman, menekan ikon kunci otomatis pada layar. Segera keluar dari mobil dan berjalan masuk seorang diri.Sedangkan Arjuna tersenyum masam sembari memukul setir mobil karena Clau meninggalkannya sendirian. Sama halnya dengan Clau, Arjuna mengepalkan kedua tangan, menggeram marah pada situasi dan kondisi.“Dasar perempuan tidak tahu balas budi.” Umpat Arjuna menatap pintu utama gedung.Tidak tinggal diam, Arjuna menyusul Claudya, membanting pintu mobil begitu keras. Menghentak setiap langkah kaki menuju penthouse,
Clau urung bertanya kepada Clara, tidak mungkin membongkar rahasia di depan Laras. Acuh tak acuh adalah sikap paling baik untuk saat ini. Tepat pukul 7 malam, Clau berpamitan kepada Laras, bergegas keluar dari rumah sakit.Dadanya sesak sekali menghirup aroma parfum Clara, dapat dipastikan Arjuna dan Clara menjalin hubungan di belakangnya. Keyakinan bertambah besar bahwa peliknya masalah antara Arjuna dan kakaknya didasari oleh kehadiran janin tak bersalah.Sepanjang perjalanan pulang Clau melamun, menatap keluar jendela. Mengabaikan dering gawai yang berulang kali mengganggu. Khawatir emosinya meluap, sebelum puas menuntaskan rasa penasaran karena tidak bisa menahan diri.“Tuan Muda di mana?” tanya Clau setibanya di griya tawang.“Kebetulan Nyonya. Tuan menunggu di ruang kerja.” Asisten rumah tangga membantu membawa tas dan mantel Clau.Clau membuka pintu ruang kerja Arjuna, menghampiri pria yang memang menunggu kedatangannya. Duduk di sofa panjang depan meja, menarik napas guna mene
“Arjuna …” lirih Clau.“Diam! Dan tahan sebentar.” Suara Arjuna merambat parau.Clau memandangi wajah tampan suaminya , gurat kecemasan begitu tampak pada rahang yang ditumbuhi rambut halus. Arjuna segera membawa Clau menuju mobil, mengendarai dengan kecepatan sedang. “Terima kasih.” Clau melengkungkan sedikit senyum manis.“Tugasku melindungi semua pegawai. Bukan hanya dirimu!”Arjuna tetaplah Arjuna, usai melambungkan Clau ke angkasa, kini menghempaskannya melalui kata-kata menusuk. Desah putus asa keluar dari bibir sensual itu, Arjuna menatap pada rambu lalu lintas lalu beralih kepada Clau yang meringis perih.Kendaraan roda empat ini memutar arah, bertolak ke penthouse karena jaraknya lebih dekat dibanding rumah sakit. Dalam perjalanan pulang Arjuna menghubungi dokter sekaligus sahabatnya di salah satu rumah sakit besar Kota Zurich.Pria berjuta pesona ini tak mengizinkan Clau berjalan seorang diri, menggendong ala bridal sampai memasuki kamar utama. Membaringkan penuh kehati-hat