Chiara langsung bangkit dari sofa begitu melihat Lucas berderap memasuki pintu utama mansion bersama Albert. Ia sudah mengganti dressnya dengan pakaian tidur, dan kini ia berjalan pelan menghampiri Lucas."Lucas, kau baik-baik saja?" Chiara hendak menyentuh pundak Lucas. Tapi, tangannya ditepis dengan kasar oleh Lucas.Tatapan Lucas tajam. "Jangan menyentuhku. Dan jangan muncul di depanku untuk sementara ini," ucapnya dengan nada memperingatkan.Chiara mematung di tempatnya berdiri. Ia menatap kepergian Lucas dalam diam.Lucas menutup pintu keras setelah ia dan Albert memasuki ruang kerjanya yang terletak di samping kamarnya. Lucas menghempaskan tubuhnya ke kursi kulit seraya memijat pelipisnya. "Untung kau datang tepat waktu, Albert. Kalau tidak... entah aku harus bagaimana menghadapi ketakutanku," ucap Lucas diiringi desahan berat.Lucas tadi sempat putus asa ketika terjebak hujan yang seakan tidak ada hentinya. Selain itu, tanpa obat penenang kondisi Lucas semakin buruk. Beruntung
Lucas sekarang sudah berada di ruangan kerjanya yang ada di bangunan perusahaan Knight Group. Setelah tadi ia membentak Chiara karena gadis itu tetap bersikeras untuk pergi ke rumah sakit, ia jadi merasa menyesal. Ia nyaris tak bisa berkonsentrasi karena terus memikirkannya."Tuan, ada laporan masuk. Ini tentang proyek terbaru Anda." Albert membawakan tabletnya kepada Lucas.Lucas menerima tablet tersebut dan seketika ia dipenuhi rasa amarah yang membuncah. Proyek yang telah ia rencanakan sejak lama, dihancurkan dengan mudah oleh ayahnya. Selain itu, ayahnya juga memberikan pengumuman tentang pertunangannya dengan Poppy. Sepertinya ayahnya sudah kehilangan akal. Padahal seluruh rekan kerjanya sudah tahu tentang pernikahan Lucas dan Chiara, tapi berita itu lenyap tanpa bekas dengan cepat. Lalu tergantikan yang baru."Bagaimana, Tuan? Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Albert bertanya setelah Lucas mengembalikan tabletnya, tapi tak kunjung berucap.Lucas menggeram pelan. "Aku akan i
Lucas melepaskan nampan dari tangannya, secara spontan ia berlari pada Chiara. "Chiara!"Chiara tak mempedulikan panggilan Lucas sama sekali, sampai pria itu menarik lengannya dengan kasar. Lucas menyambar pecahan kaca yang tengah dipegang oleh Chiara dan membuangnya ke lantai. "Chiara, jangan melakukan hal bodoh seperti ini! Memangnya kau ingin mati menyusul ibumu?! Kau sudah gila!"Sudut mata Lucas menangkap cermin di meja rias Chiara yang sudah hancur berkeping-keping. Kepingannya berceceran di lantai. Lucas buru-buru menarik pandangannya kepada Chiara kembali saat gadis itu menatapnya dengan penuh kebencian."Iya, aku memang gila. Aku memang bodoh. Aku ingin mati menyusul ibuku!" Chiara berteriak sambil berusaha lepas dari cengkeraman kuat tangan Lucas di lengannya. "Lepaskan aku! Biarkan aku menyusul ibuku!"Bagaikan orang yang kesetanan, Chiara memberontak. Gerakannya tidak terkendali. Tangisannya pecah. "Lepaskan aku! Kau memang sialan, Lucas! Andai kau tak melarangku pergi. Ak
Setelah mendengar perkataan Chiara dan melihat wajah putus asa gadis itu, Lucas tetap bersikeras untuk tak mengakhiri kontraknya. Ia berpikir jika Chiara mengatakannya karena emosi sesaat, dan setelah semuanya membaik gadis itu akan berubah pikiran. Kurang dua setengah bulan lagi, Lucas tak akan menyia-nyiakan waktu yang tinggal sedikit itu untuk mencapai tujuan awalnya. Hanya saja, sekarang sedikit ada perbedaan. Lucas juga akan mempedulikan Chiara, dan lebih memperhatikan gadis itu.Sekarang Lucas berdiri di samping Chiara saat pemakaman ibu Chiara berlangsung. Ia menariknya mendekat, dan memeluknya erat untuk menenangkannya.Lucas tak tahu ia harus mengatakan apa untuk menghibur Chiara. Ia hanya menepuk-nepuk punggung Chiara pelan sambil berucap, "Menangislah. Aku tahu ini sangat sakit untukmu. Maafkan aku."Chiara menangis, ia memukul dada bidang Lucas seakan ia tengah meluapkan rasa amarah dan sedihnya. Kemudian perlahan tangannya melemas dan jatuh di sisi tubuhnya, dengan tetap
Meski masih heran, Albert akhirnya menuruti titah Lucas untuk berhenti. Albert segera turun dan membukakan pintu bagi tuannya itu.Lucas menapakkan kakinya di salah satu toko roti di tengah gempuran barisan bakery lain. Konon, ini yang paling enak se-kota New York raya. Lucas memperbaiki jasnya sebelum melanjutkan langkah ke dalam bakery tersebut.Pintu terbuka. Kehadiran Lucas dan Albert tersorot dan menjadi perhatian di sana. Salah seorang pelayan langsung tergopoh-gopoh menghampiri mereka."Selamat pagi, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya kepada Lucas.Mata dingin Lucas justru sibuk beredar menyapu beberapa cake yang menarik perhatiannya. Albert berdeham, lantas menjawab, "Tolong pilihkan cake yang paling enak di sini." Kepalanya menoleh ke arah Albert, memastikan. "Benar kan, Tuan?"Tanpa membalas kedua pasang tatapan yang dilayangkan untuknya, Lucas mengacungkan salah satu tangan ke udara. "Aku ambil cake yang ada di sana."Lucas mengangkat kepala satu kali, menunjuk salah
Lucas mengunyah daging setenang mungkin. Setelah berusaha menelannya, ia berkata, "Tidak apa-apa. Aku bisa punya keturunan dari Poppy. Tapi setelah aku mempunyai anak dengan Lala."Lucas mendongak memperhatikan ekspresi beberapa orang di depannya. Sarah tampak bersungut-sungut, sedang Robert nyaris saja memecah gelas kaca melalui genggaman tangannya.Berada di tengah-tengah keluarga ini membuat tubuh Chiara menegang. Nyatanya ia tak suka saat Lucas mengatakan bahwa dirinya harus ikut makan malam lagi bersama keluarga Knight. Sekarang Chiara mencoba mengunyah pelan daging yang seharga hampir sejuta dollar, meski matanya sesekali melirik Lucas khawatir.Poppy dengan rakus menjelajahi ekspresi antara Lucas dan Chiara, lalu tergelak. Bibir tebalnya mengunci sebuah senyuman miring. Ia memainkan rambut cokelat gelombangnya, kemudian mulai ikut menimbrung."Begitu kah? Apa kau yakin akan menjadikanku istri kedua, Lucas?"Perhatian Chiara beralih ke Poppy. Bagaimanapun ia tahu, Poppy seksi da
Pagi-pagi sekali Chiara sudah terbangun dari tidurnya. Tangannya tangkas membuka korden yang menyelimuti jendela luas di dalam kamar. Chiara menopang dagu, menyaksikan sekumpulan burung hinggap lalu terbang bebas mengangkasa.Chiara mengembuskan napas dengan berat. Seandainya ia dapat menjelma menjadi burung-burung itu. Dan lagi, Chiara belum bisa tidur nyenyak dikarenakan mimpi berupa sejumlah kenangan bersama ayah dan ibunya masih berputar di alam bawah sadarnya. Mendadak dadanya sesak kembali. Ia tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini.Lalu tiba-tiba pintunya terbuka. Chiara terjingkat, namun merengutkan wajah ketika tahu Lucaslah yang masuk. Pria itu masih memakai kaos putih polos dan celana jeans pendek. Jika saja Chiara sedang tak sedih, mungkin wanita tersebut menyadari jika kaos polos itu sangat cocok menempel di tubuh kekar Lucas. Semua wanita pasti akan tergila-gila ingin menjamah tubuh pria tersebut."Kenapa kau masuk ke dalam kamarku pagi-pagi begini?" senggak Chiara tanp
"Ada apa, Tuan?" Albert yang berada di dekatnya bertanya khawatir.Lucas menggeleng. "Ada hal yang terjadi di kantor, aku akan membereskannya sebentar."Lucas beranjak dari duduknya. Diikuti oleh gerakan grasah-grusuh Albert. Namun Lucas segera mencegah pria itu."Albert, sebaiknya kau di sini bersama Chiara.""Ta-tapi, Tuan—""Ingat, dia sudah jadi incaran kakakku," bisiknya dekat telinga Albert. Sedang Chiara mengerutkan dahinya jelas."—Baik, Tuan." Albert akhirnya menurut meski dengan berat hati.Lucas mendesah kemudian berderap cepat menuju mobil meninggalkan Chiara dan Albert yang masih termangu akan kepergiannya. Semakin lama derum mobil menjauh dan hilang dari indra pendengar mereka.Sesampainya di perusahaan, Lucas segera menuju ruangannya. Di sana sudah berdiri Robert dan Sarah. Rona wajah mereka nyaris sama. Wajah Robert merah padam, sementara Sarah tampak kalut."Lucas! Dari mana saja kau!""Sayang, sudah. Tahan dulu," bujuk Sarah di dekat Robert."Tidak bisa! Lama-lama an