“Kamu … kamu ngikutin jejak mama?” tanya Stefanie menatap tak percaya dengan pernyataan Alex.“Siapa yang kemarin menghinaku? Lihat siapa yang kamu nikahi,” timpal Anna.“Kamu menghina Rania?” Alex menatap tak senang ke Anna.“Bukan menghina Rania, tapi mencibirmu. Pria sombong dan angkuh sepertimu, ternyata sekarang menikahi wanita biasa. Aku ingin meledekmu,” balas Anna tak tahan ingin menggoda adiknya itu.Alex gemas sampai ingin sekali memukul Anna, tapi dia menahan diri karena ingat kalau Anna sedang hamil.“Tidak usah bicara kalau hanya mau meledekku,” balas Alex pada akhirnya.Anna hanya tersenyum karena berhasil mengalahkan Alex.“Lex, mama tidak peduli kamu menikah dengan siapa asal kamu bahagia. Tapi kenapa kamu tidak memberitahu mama atau papamu?” tanya Stefanie dengan lemah lembut.Stefanie tahu betul putranya keras kepala, bicara keras hanya akan membuat Alex membangkang.Alex menghela napas, lalu mengguyar kasar rambutnya.“Aku tidak bisa percaya pada siapa pun,” balas A
Di ballroom hotel, Abraham diam dengan tatapan tajam, menahan amarah karena melihat Alex berani kabur dari pertunangan yang sudah dia rencanakan.Shirly menangis karena sangat malu ditinggal pergi Alex, sampai orang tuanya menenangkan, sedangkan para tamu di sana masih bingung dengan yang terjadi.“Kakek, kenapa Alex tega mempermainkanku seperti ini?” tanya Shirly merengek manja.Abraham menghela napas kasar, lalu berkata, “Aku akan mengurus semuanya.”Abraham berdiri, membuat Shirly dan orang tuanya menatap pria itu.“Biarkan para tamu tetap menikmati hidangan yang tersedia,” ucap Abraham lalu dia berjalan pergi meninggalkan ballroom hotel.Steve mengikuti Abraham, begitu mereka sampai di depan hotel, semua pengawal yang dibayar Abraham berdiri sambil menundukkan kepala, beberapa di antaranya babak belur karena terkena pukulan Alex, Arion, ataupun Kai dan Reino.“Apa rencana Anda sekarang?” tanya Steve.“Cari Alex dan bawa dia ke hadapanku.” Setelah mengatakan itu, Abraham berjalan m
Alex menoleh ke belakang, memastikan apakah ada mobil yang mengejar mereka atau tidak.“Anda tenang saja, Pak. Begini-begini saya mantan pembalap amatiran zaman SMA, saya yakin mereka tidak bisa mengejar kita,” kata Arion penuh dengan percaya diri.Alex menatap pada Arion yang sedang menyetir. Dia akui kalau asistennya ini menyetir agak ugal-ugalan, tapi bisa menjauhkan mereka dari pengawal sang kakek.“Tadi sepertinya saya melihat Nyonya Stefanie,” kata Arion sambil fokus menyetir.Alex diam sejenak.“Ya, sepertinya mereka membantu kita lepas dari pengawal Kakek,” balas Alex lalu duduk dengan tenang menghadap ke depan.Arion menoleh pada Alex, lalu bertanya, “Anda yakin kabur seperti ini? Anda tahu, ini pertama kalinya Anda nekat melawan keinginan Tuan Abraham.”“Aku juga tidak tahu,” balas Alex, “saat ini yang kupikirkan hanya Rania, bagaimana kondisinya.”Arion menoleh Alex sekilas, lalu tersenyum dan memacu mobil semakin cepat.Begitu sampai di rumah sakit. Alex berlari ke ruang in
Arion berada di hotel menemani Alex yang akan melangsungkan pertunangan siang itu. Dia baru saja mengirim pesan pada Rania, lalu menghampiri Alex yang hanya duduk diam dengan dua pengawal di sekitarnya.“Acaranya sebentar lagi dimulai, Pak,” kata Arion lalu melirik pada dua pengawal di sana.Alex melirik pada pengawal bayaran kakeknya, lalu dia berdiri sambil merapikan jasnya.“Ayo.” Alex berjalan di depan diikuti Arion dan dua pengawal yang sepertinya takkan melepas pandangan dari Alex.Sesampainya di ballroom, Alex melihat para tamu sudah berdatangan, dia tak menyangka sang kakek mengundang banyak kolega, padahal dia hanya baru akan bertunangan saja.Abraham menghampiri Alex. Dia merapikan jas cucunya itu sambil berkata, “Kakek harap kamu tidak mengecewakan kakek seperti yang pernah mamamu lakukan.”Alex tak membalas ucapan Abraham. Baginya, diam lebih baik daripada membuat keributan yang akan merugikannya.Di luar hotel. Anna dan yang lain datang untuk memenuhi keinginan Stefanie m
Alex benar-benar dijemput oleh orang suruhan Abraham. Sekarang dia dalam perjalanan menuju rumah kakeknya itu.Alex hanya diam, memberontak sekarang sama saja membahayakan nyawa Rania, apalagi sebentar lagi Abi akan menjalani operasi, sehingga Alex harus benar-benar menahan diri agar Rania dan Abi bisa melewati masa itu, baru kemudian dia memikirkan cara, bagaimana agar bisa bersama wanita yang benar-benar dipilih hatinya.“Silakan, Tuan.” Orang suruhan Abraham membuka pintu untuk Alex saat mereka sampai di rumah Abraham.Alex merapikan jasnya, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk rumah sang kakek. Saat sampai di dalam, Alex melihat kakeknya sedang minum teh di ruang keluarga. Dia lantas menghampiri sang kakek dan duduk bersama pria itu.“Kenapa Kakek menyuruh orang menjemputku. Jika Kakek memintaku datang, aku pasti datang,” ucap Alex sambil menatap pada Abraham yang sedang menyesap teh.Abraham meletakkan cangkir yang dipegangnya ke meja, lalu dia menatap pada Alex.“Melih
Sore itu Alex pergi ke apartemen Arion agar bisa menemui Rania. Hanya ini satu-satunya cara yang terbaik untuk bisa berinteraksi dengan Rania.“Kalian bicaralah, kami akan di dapur,” kata Silvi.Rania menatap Silvi yang sudah susah payah membantunya padahal tahu resikonya.“Terima kasih,” kata Rania.Silvi mengangguk, lalu dia pergi ke dapur bersama Arion untuk membuat makan malam, selagi Alex dan Rania bicara.Alex menggenggam telapak tangan Rania, lalu mereka duduk berdua di ruang televisi.Rania menatap Alex yang hanya diam. Dia tahu kalau pria itu pasti mendapat banyak tekanan, membuatnya tidak tega tapi dia juga tak tahu harus melakukan apa untuk membantu Alex.“Apa sebaiknya kita tak usah bertemu lagi? Ini demi kebaikanmu, aku takut kalau kakekmu mengetahui hubungan kita lalu mempersulitmu,” ucap Rania.Alex diam sejenak. Lalu dia bicara. “Bersabarlah, aku akan mencari cara agar Kakek tidak curiga.”Rania menatap Alex yang bimbang.“Lex, aku tidak masalah jika kamu mau menjauhik
Alex berada di ruang kerjanya karena Shirly datang membawa makan siang seperti sebelumnya.“Cicipilah, ini tadi yang masak koki di rumah. Aku bela-belain pulang buat ambil lalu ke sini,” kata Shirly dengan nada manja sambil menyodorkan sendok ke Alex.“Terima kasih,” ucap Alex dengan nada datar. Dia terpaksa menerima kedatangan Shirly agar wanita itu tak mengadu lagi ke kakeknya.Shirly senang Alex mau bicara padanya. Dia memerhatikan Alex yang sudah siap makan.Saat Alex baru saja akan makan, terdengar suara ketukan pintu yang membuat Alex dan Shirly menoleh ke pintu secara bersamaan.“Masuk!” perintah Alex.Pintu ruangan itu terbuka, terlihat Arion masuk lalu menghampiri Alex dengan cepat.“Anda belum selesai makan siang, Pak?” tanya Arion.Alex mengerutkan alis.“Anda setelah ini ada pertemuan dengan klien di luar, mereka sudah menghubungi dan sekarang dalam perjalanan ke restoran, Pak.”Alex semakin mengerutkan alis. Dia merasa tak ada jadwal bertemu klien, tapi kenapa Arion berka
Alex dan Rania sama-sama pergi ke perusahaan, tapi kali ini mereka tak pergi bersama. Bahkan, Alex dan Rania bersikap seperti atasan dan bawahan sebagaimana mestinya, seolah mereka tak saling mengenal.“Apa menurutmu sikap Pak Alex dan Rania berbeda hari ini?” tanya Silvi saat menemui Arion di meja kerjanya.Arion menoleh ke pintu ruangan Alex, lalu kembali menatap pada Silvi.“Semalam Rania bertanya soal Tuan Abraham yang tiba-tiba datang ke tempat tinggal Pak Alex, mungkinkah terjadi sesuatu sampai mereka saling diam?”Silvi berpikir.“Aku kasihan pada Rania kalau patah hati. Dia sudah disakiti oleh mantan suaminya, masa sekarang patah hati karena cinta beda status?”Arion terdiam sejenak. “Aku akan mencoba mencari tahu.”“Kalau begitu kamu cari tahu dari Pak Alex, biar aku cari tahu dari Rania,” kata Silvi.Arion mengangguk setuju. Arion pergi ke ruang kerja Alex untuk meminta tandatangan atasannya itu. Dia meletakkan berkas di atas meja kerja Alex, lalu dia menunggu sambil memand
Rania tidak jadi pergi karena Alex tak mau melepasnya, bahkan tangan pria itu begitu gemetar, membuat Rania takut meninggalkan Alex sendirian.Bahkan sekarang, Alex berbaring sambil terus menggenggam tangan Rania.“Lex.” Rania mencoba mengajak bicara karena sejak tadi Alex hanya diam.Bukannya menanggapi panggilan Rania, Alex semakin mempererat genggaman tangan wanita itu.Rania hanya bisa menghela napas panjang, lalu mengusap lembut rambut Alex. Pria itu berbaring sambil menggunakan paha Rania sebagai bantal.“Tidurlah, aku tidak akan pergi,” kata Rania dengan suara lembut.Rania tetap tak mendengar suara Alex. Dia menurunkan pandangan, melihat Alex yang memejamkan mata, tapi genggaman tangan pria itu masih sangat kuat.Rania penasaran dengan apa yang dirasakan Alex, tapi dia juga tak bisa langsung bertanya karena takut membuat Alex semakin tertekan.Rania memilih diam, cukup lama dia duduk dengan Alex yang berbaring di pangkuannya, sampai akhirnya Rania merasakan genggaman Alex mula