Makan malam berjalan dengan hangat meski Anna hanya banyak diam. Setelah selesai makan, Anna pamit pergi ke kamarnya.Tidak ada yang mencegah, mereka hanya ingin Anna nyaman dengan apa pun yang dilakukan tanpa paksaan.Stefanie hanya bisa diam. Dia ingin menyapa tapi takut Anna marah yang bisa membuat Anna mungkin semakin membencinya.“Pelan-pelan, ya.” Eve mengusap lengan Stefanie, memberi semangat agar Stefanie lebih bersabar jika serius ingin mendekati Anna.Stefanie mengangguk pelan, mencoba tersenyum meski perasaannya terasa hampa.Stefanie pamit pergi ke samping rumah untuk mencari udara segar. Eve tidak melarang dan membiarkan karena berpikir jika Stefanie pasti butuh menenangkan pikiran.Stefanie duduk di bangku yang ada di taman samping rumah. Bahkan udara dingin tak membuatnya berniat beranjak dari sana.Stefanie menghela napas kasar. Dia memandang langit yang bertabur bintang. Stefanie merasa sedih karena Anna belum menerimanya, tapi dia juga menyadari kalau kesedihan Anna
Stefanie masih memeluk erat Anna seolah takut kehilangan lagi jika dilepas. Dia bisa merasakan tubuh Anna yang gemetar karena menangis, mereka tak bisa menahan air mata untuk tak ikut jatuh dalam kebahagiaan yang sedang mereka rasakan.Setelah cukup lama dalam posisi itu. Stefanie melepas pelukan lalu menatap wajah Anna yang basah. Sekali lagi dia menyentuh pipi Anna, mengusapnya lembut untuk menghapus jejak air mata di sana.“Terima kasih karena kamu mau memaafkanku dan memberi kesempatan untuk memperbaiki masa lalu,” ucap Stefanie dengan tatapan penuh rasa bahagia.Anna mencoba tersenyum. Dia mengangguk pelan. “Aku hanya sedang berusaha memberi kesempatan pada diriku sendiri. Jika dua puluh sembilan tahun ini aku tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu, maka aku berharap kesempatan ini, di sisa usiaku, aku bisa mendapatkannya.”Stefanie tersenyum seraya menahan tangisnya. Hati putrinya ini sangat lembut, sama seperti mendiang Adam yang sangat perhatian dan berhati baik.“Aku
Keesokan harinya. Anna benar-benar mengajak Stefanie untuk menginap di rumah Kai. Stefanie senang, meski Anna masih terlihat canggung saat berinteraksi dengannya, tapi sikap Anna yang menerimanya sudah cukup melegakan hatinya.Mereka bisa dekat dengan perlahan, bukan?“Sebelum menikah, kamu kerja di mana?” tanya Stefanie yang siang itu berencana memasak makan siang bersama Anna.“Saat Ayah masih hidup, aku kerja apa saja yang ada. Biasanya kerja di kafe, kalau sedang luang aku terkadang membantu menyetrika pakaian di laundry orang,” jawab Anna dengan senyum merekah. Tidak ada sedikitpun rasa malu saat menjelaskan tentang pekerjaannya di masa lalu.Stefanie menatap Anna yang sedang memotong wortel, entah kenapa dia merasa semakin bersalah karena sudah membiarkan Anna bekerja keras.“Ayahmu, bagaimana dia meninggal, sakit apa?” tanya Stefanie memberanikan diri bertanya meski itu sangat sensitif. Dia menatap Anna yang berhenti memotong wortel.Anna menoleh pelan pada Stefanie. Senyum get
“Kenapa memintaku berpakaian rapi?” tanya Anna seraya menatap bingung pada Kai.Mereka belum mulai bekerja, tapi pagi ini Kai meminta Anna untuk berpakaian sopan dan rapi.Kai mendekat pada Anna, lalu memegang kedua pundak istrinya itu.“Apa pun nanti yang akan kamu dengar dan lihat, kamu harus percaya padaku,” ucap Kai.Dahi Anna berkerut samar.“Kai, apa sebenarnya yang terjadi?” tanya Anna memastikan. Dia tiba-tiba saja merasa takut.Kai tersenyum, lalu berkata, “Bukan apa-apa, yang jelas ini demi dirimu.”Kai mengusap lembut pipi Anna. Dia berbalik ingin mengambil jasnya, tapi Anna menahan lengannya.“Apa ini ada hubungannya dengan berita yang menyeret namaku?” tanya Anna dengan tatapan takut dan cemas.**Anna berada di mobil bersama Kai dan Stefanie. Stefanie terus menggenggam telapak tangan Anna, apalagi dia bisa merasakan tangan Anna yang dingin dan gemetar.“Semua akan baik-baik saja, kamu jangan cemas,” ucap Stefanie meyakinkan.“Apa Mama yakin akan melakukan ini?” tanya Ann
“Jika hanya nama belakang saja yang sama, bisa saja Anda memang bersekongkol untuk menyangkal berita yang sudah beredar,” ucap wartawan itu lagi.Stefanie menanggapi pertanyaan wartawan dengan seulas senyum. Dia terlihat tenang karena Stefanie sudah terbiasa menghadapi kejadian seperti ini.“Memang, tanpa alat bukti, aku tidak bisa membuktikan kalau Anna adalah anakku,” balas Stefanie, “sebab itu, aku akan melakukan tes DNA, juga memberikan bukti-bukti kalau aku menikah dan mengandung Anna dengan suami pertamaku,” ujar Stefanie tegas.“Namun, karena barang buktinya tidak di sini, jadi beri waktu aku beberapa hari untuk menyiapkan dan menunjukkan pada kalian” ungkap Stefanie lagi.Para awak media saling bisik, mereka sepertinya sepakat untuk menunggu. Para awak media tidak akan percaya begitu saja dengan pengakuan Stefanie tanpa bukti.Kai mengambil alih mic, lalu bicara. “Saya harap, berita soal status istri saya tidak dibesar-besarkan lagi sebelum mertua saya memberikan bukti valid a
Anna berada di kamar. Dia sedang duduk diam memandang kotak peninggalan sang ayah.“Sedang apa?” tanya Kai karena melihat Anna melamun.Anna menoleh pelan pada Kai, lalu kembali memandang pada kotaknya.“Hanya kangen Ayah,” jawab Anna dengan suara pelan.Kai menatap Anna yang sedih. Dia menghampiri Anna dan duduk di sampingnya.“Kalau kangen, kenapa tidak dibuka dan dilihat lagi kenangan bersama ayahmu?” tanya Kai.Anna membuka kotak itu, lalu membaca kembali surat yang pernah ditinggalkan sang ayah. Sekarang dia paham maksud ayahnya yang mengatakan agar Anna tidak membenci ibunya, ternyata karena sang ibu pergi dengan terpaksa.“Ada apa lagi di dalamnya?” tanya Kai penasaran.“Tidak ada apa pun lagi, hanya foto-fotoku saat kecil bersama ayah,” jawab Anna.“Padahal kotaknya besar, kupikir isinya banyak,” balas Kai keheranan.Anna melongok ke dalam kotak, lalu memandangi luar kotak itu. Dahinya berkerut halus.“Ada apa?” tanya Kai keheranan.“Kotaknya memang besar, tapi ruang di dalamn
Keesokan harinya. Anna dan Kai sudah harus kembali bekerja meski berita miring tentang Anna belum sepenuhnya dibersihkan.Anna harus menghadap pada HRD untuk mengurus kepindahannya ke divisi lain sesuai dengan kesepakatan yang dibuat oleh para petinggi perusahaan.“Ini surat pemindahanmu, melaporlah ke divisi umum,” ucap kepala HRD.Anna menerima surat pemindahannya. Dia berterima kasih lalu segera pergi ke divisi umum.Anna sebenarnya lebih nyaman bekerja di kafe, tapi demi menjaga perasaan Kai, Anna memilih menerima dipindah tempat.Saat sampai di divisi umum, para staff di sana memandang aneh pada Anna. Ya, rumor tentangnya di perusahaan itu sudah sangat buruk, lalu ditambah kekacauan di pesta pernikahannya, pasti sekarang pikiran para staff itu semakin buruk padanya.Anna hanya harus bersabar, begitu Kai dan Stefanie membeberkan bukti yang dimiliki, dia akan terbebas dari semua rumor miring.Anna sudah sampai di depan ruang manager umum. Dia mengetuk pintu lalu masuk setelah mende
[Aku mau makan siang, apa kamu ada urusan di luar?]Anna mengirimkan pesan pada Kai, lalu berdiri dari tempat duduknya karena ingin pergi ke kantin.“Kamu mau makan siang?” tanya Justin saat melihat Anna berdiri.Anna terkejut, lalu mengangguk.“Ini sudah jam makan siang, apa ada pekerjaan yang harus saya selesaikan lebih dulu sebelum pergi?” tanya Anna memastikan agar tidak salah dalam bertindak.Justin tersenyum, lalu berjalan menghampiri Anna.“Tidak ada,” jawab Justin saat sudah berdiri di dekat meja Anna.Anna mengangguk pelan mengonfirmasi, tapi masih bingung dengan sikap Justin.“Mau makan siang bersama?” tanya Justin menawari, “kebetulan aku tidak ada janji makan di luar,” ucapnya menjelaskan.Anna terkesiap. Dia menengok ke ponselnya dan masih tak mendapat balasan dari Kai.Anna membuka suara untuk menolak, tapi tiba-tiba pintu ruang kerja Justin terbuka. Anna memandang pada pintu, begitu juga dengan Justin yang ikut menoleh.Kai langsung datang ke divisi umum saat jam makan s
Alex menipiskan senyum.“Apa kamu sedang besar kepala?”Rania mengerutkan alis. Dia melihat Alex mengulurkan tangan, Rania pikir Alex hendak menyentuhnya, tapi ternyata pria itu mencolek meja, lalu mengusap telunjuk dengan jempol.“Belum bersih,” kata Alex lalu melirik tajam pada Rania, “bersihkan ulang,” perintahnya kemudian.Setelahnya, Alex sedikit mundur dari Rania tapi tatapannya terus tertuju pada wanita itu. Dia lagi-lagi tersenyum miring, lalu pergi ke sofa.Rania menghela napas lega. Dia melirik pada Alex yang sekarang berjalan santai menuju sofa. Pria ini, benar-benar ingin mengerjainya setiap hari.**Saat jam istirahat, Rania pergi ke rooftop lagi untuk melepas beban yang dipikulnya. Dia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan kasar berulang kali.“Kamu di sini lagi.”Rania terkejut. Dia menoleh dan melihat Arion datang menghampirinya.“Tidak makan siang lagi?” tanya Arion sambil menatap pada Rania.Rania tidak menjawab, lalu melihat Arion mengulurkan roti.“Makanlah,
Setelah selesai memilah jagung dan memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal. Rania mendorong tempat makan ke hadapan Alex lagi.“Itu sudah semua saya pisah, apa ada lagi yang Anda perlukan?” tanya Rania dengan nada malas.Rania melirik pada Alex, pria itu membuat gerakan mengusir menggunakan tangan. Ekspresi wajah Rania begitu masam, pria di depannya ini benar-benar sombong.Rania segera bangun, lalu dia pergi dari ruangan itu sebelum semakin kesal melihat sikap Alex.Alex tersenyum tipis melihat Rania kesal. Dia memandang salad yang ada di meja, lalu mengambil alat makan dan mulai menyantap salad miliknya.Dia juga mengambil jagung yang tadi dipisah oleh Rania. Bukannya Alex tak suka, dia hanya ingin mengerjai wanita itu.“Dasar terlalu lugu,” gumam Alex lalu kembali memasukkan suapan ke mulut.**Saat sore hari. Rania membuat patahan leher dan memijat pundaknya. Akhirnya sehari ini bisa dia lalui dengan baik meskipun harus ada drama mengurus atasannya yang memberi perintah tak
Setelah jam istirahat usai. Rania kembali ke divisi untuk mulai bekerja lagi. Saat baru saja sampai di pantry, Rania terkejut melihat lampu merah menyala.“Sepertinya hari ini Pak Alex berulang kali memanggil,” gumam Herman.Rania menatap lampu itu terus berkedip. Mau tidak mau dia harus pergi ke ruangan Alex untuk melihat, apalagi yang pria itu inginkan.Rania mengetuk pintu ruangan Alex, lalu dia masuk dan melihat Alex duduk di sofa sambil menyapukan jari di atas tablet pintar.“Anda butuh sesuatu, Pak?” tanya Rania tetap sopan meski jiwanya ingin memberontak.“Bersihkan mejaku!” perintah Alex.Rania menoleh ke meja Alex, alangkah terkejutnya dia melihat meja Alex yang sangat berantakan.Berkas-berkas dibiarkan tergeletak begitu saja tak tertatap rapi, lalu ada tumpangan kopi yang dibiarkan sampai agak mengering.Rania benar-benar harus bersabar. Dia berjalan ke arah meja untuk mulai membersihkan, tetapi Alex kembali berkata.“Bersihkan sampai benar-benar bersih. Jika tidak, kamu ti
Rania memandang pada Alex, lalu tatapannya tertuju pada kertas dan pulpen yang berserakan di lantai.“Pungut semua!” perintah Alex.Rania tidak bisa mengelak karena sekarang bekerja untuk Alex. Dia berjalan mendekat lalu berjongkok di sisi kertas-kertas berserakan dan meletakkan nampan di lantai, setelahnya dia memunguti satu persatu kertas itu.Tanpa diduga, Alex ikut berjongkok, tapi bukan untuk membantu Rania memunguti kertas itu, melainkan untuk memberikan senyum ejekan pada wanita yang sudah menolaknya.“Tidak disangka, kamu menolak kerja di rumahku tapi malah bekerja di perusahaanku,” cibir Alex.Rania terdiam sesaat. Dia tak membalas atau menatap pada Alex. Rania fokus memunguti kertas-kertas itu, setelah selesai dia segera berdiri lalu meletakkan semua kertas itu di meja.“Apa kamu pikir harimu akan tenang dengan bekerja di sini?” Alex sudah berdiri dan kini menatap tajam pada Rania.Rania masih menurunkan pandangan, lalu berkata, “Jika sudah tidak ada yang perlu saya lakukan,
Rania benar-benar panik luar biasa melihat pria yang kini menatapnya dengan ekspresi wajah dingin. Dia masih mematung di tempatnya, sampai salah satu teman OB-nya menarik lengan Rania agar menyingkir dari jalan.“Selamat pagi, Pak.” Dua OB lain langsung membungkuk pada Alex dan Arion yang baru saja keluar dari lift.Alex berjalan dengan ekspresi wajah dingin tanpa menoleh Rania sama sekali, sedangkan Arion melirik pada Rania. Jadi, ini OB baru yang kemarin dipermasalahkan oleh atasannya itu.Rania masih bergeming dengan perasaan campur aduk. Di hari pertamanya bekerja, kenapa dia bertemu dengan pria yang membuat hidupnya kacau.“Siapa dia?” tanya Rania menoleh pada teman kerjanya.“Itu tuh, Pak Alex. Dia cucu pemilik perusahaan ini dan direktur di sini. Ya, meski dia masih direktur, tapi katanya sebentar lagi akan diangkat jadi presdir karena kemampuannya memimpin perusahaan,” jawab Herman–OB teman Rania.Rania merasakan jantungnya berdegup sangat cepat. Jadi, dia bekerja untuk pria b
Rania pergi ke rumah sakit dengan perasaan lega. Dengan bekerja di perusahaan itu, Rania bisa mendapatkan uang lebih banyak di siang hari dan bisa menjaga Abi saat malam hari.Rania berjalan di koridor rumah sakit menuju ruang inap Abi. Saat hampir sampai di kamar sang putra, Rania melihat dokter dan perawat masuk ke ruangan sang putra dengan sangat terburu-buru.Tentu saja hal itu membuat Rania sangat panik. Dia segera berlari ke kamar Abi, saat masuk sudah melihat dokter sedang menangani putranya.“Apa yang terjadi pada anakku?” tanya Rania sangat panik.“Kondisi Abi baru saja drop, Bu. Dokter sedang mengecek dan memberikan penanganan yang tepat,” jawab perawat.Rania menutup mulut dengan kedua telapak tangan. Dia benar-benar ketakutan dan panik jika terjadi sesuatu dengan Abi.“Kumohon, Abi. Mama akan mengusahakan kesembuhanmu, tolong jangan terjadi apa-apa padamu, Sayang.”Rania terus memandang dokter yang sedang mengecek kondisi Abi. Bola matanya sudah berkaca-kaca, ketakutan memb
Hari berikutnya. Rania pergi ke perusahaan tempat Silvi bekerja. Dia datang lebih awal dan bertemu dengan Silvi yang ternyata menunggunya di depan perusahaan.“Syukurlah kamu datang awal,” ucap Silvi lalu menengok ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan.“Aku tidak mungkin mengecewakanmu. Kamu sudah sejauh ini mau membantuku, jadi aku harus berjuang,” balas Rania.Silvi tersenyum lebar, lalu dia mengajak Anna segera masuk ke perusahaan karena kepala HRD ternyata sudah datang.Mereka masuk ke ruang HRD, lalu Silvi meninggalkan Rania bersama kepala HRD agar bisa diwawancarai.Rania memberikan surat lamarannya. Dia berdiri di depan meja kepala HRD sambil menunggu wanita itu membaca surat lamarannya.“Ternyata kamu sudah banyak pengalaman kerja di usiamu sekarang,” kata kepala HRD.Rania tersenyum dan mengangguk. “Iya, dan saya ahli menjadi cleaning service.”Kepala HRD tersenyum. “Terakhir kali kamu menjadi petugas kebersihan di klub malam, kenapa kamu keluar? Apa gajinya tidak mu
Alex berada di ruangannya menandatangani berkas-berkas yang bertumpuk di meja. Dia tidak fokus dalam bekerja, sampai beberapa kali membaca ulang berkas yang diserahkan padanya.“Apa ada masalah, Pak?” tanya Arion–sekretaris Alex.Alex melirik pada Arion, tapi tidak menjawab pertanyaan sekretarisnya itu. Dia segera membubuhkan tanda tangan, lalu menyerahkan berkas yang ditunggu oleh sekretarisnya itu.“Mana lagi yang butuh diserahkan hari ini?” tanya Alex sambil menatap satu persatu berkas yang ada di meja.“Stopmap merah, Pak,” jawab Arion sambil menunjuk ke stopmap yang dimaksud.Alex segera mengambil lalu membuka stopmap itu dan menandatangani berkas di dalamnya.Arion mengamati atasannya itu, sikap Alex beberapa hari ini memang sangat aneh. Jika mudah emosi itu sudah biasa, yang tak biasa itu karena Alex sering sekali melamun bahkan tidak fokus saat menghadiri rapat.Setelah Arion pergi dari ruangan Alex. Alex meletakkan pulpen yang dipegang lalu sedikit melonggarkan dasi yang tera
Saat sore hari. Anna duduk di teras sedang makan camilan bersama Stefanie. Dia terlihat sangat bahagia, di masa kehamilan bisa bersama orang-orang yang menyayangi dan memberinya banyak perhatian.“Suamimu pulang,” ucap Stefanie saat melihat mobil Kai memasuki halaman rumah.Anna tersenyum lebar, dia kembali memasukkan potongan semangka ke mulut lalu berdiri untuk menghampiri suaminya.Kai turun dari mobil yang baru saja terparkir sempurna di depan garasi mobil. Dia membuka bagasi mobil, lalu mengambil sesuatu dari dalam sana.Anna mengamati apa yang Kai bawa, suaminya membawa satu kantong plastik besar.“Itu apa?” tanya Anna penasaran.“Pesananmu,” jawab Kai lalu membuka plastik itu agar Anna melihat isinya.Mata Anna berbinar. Dia langsung mengambil kantong plastik berisi banyak mangga muda itu dari tangan Kai.“Terima kasih.” Anna mencium pipi Kai, lalu pergi meninggalkan suaminya tanpa mengajaknya masuk.Kai terkejut, bisa-bisanya dia diabaikan karena mangga muda.“Anna! Hati-hati