Anna, Stefanie, dan Reino sudah berada di restoran yang agak dekat dengan perusahaan. Kai juga sudah datang dan ikut bergabung dengan mereka.“Mama sudah melihat bukti tentang dirimu di berita saat dalam perjalanan kemari. Mama lega karena akhirnya orang-orang tahu dan takkan memandang sebelah mata lagi padamu,” ucap Stefanie sambil memotong steak pesanannya.Anna mengangguk-angguk.Stefanie mengalihkan pandangan dari daging yang ada di hadapannya, ke arah Anna yang duduk berhadapan dengannya.“Anna, kamu sudah terbukti kalau memang anakku. Apa kamu mau kembali pada mama?” tanya Stefanie sambil menatap penuh harap.Anna terkejut. Dia menatap Stefanie sedang memandangnya penuh harap, lalu dia menatap pada Reino dan Kai secara bergantian.“Aku sudah punya suami, Ma. Sudah pasti aku ikut suamiku,” ucap Anna yang belum paham dengan maksud Stefanie.Stefanie tersenyum kecil. “Bukan soal tempat tinggal, Anna. Tapi statusmu. Mama ingin kamu memiliki status yang sama dengan mama, sebagai kelu
Dua hari berlalu. Rachel masih belum ditemukan dan menjadi buronan polisi.Di ruang kerja Kai. Dia semakin cemas karena tidak bisa memprediksi apa yang mungkin akan dilakukan Rachel selama bersembunyi, mengingat jika Rachel gila dan nekat saat melakukan sesuatu.Kai juga merasa aneh, bagaimana bisa Rachel tidak ditemukan, bahkan anak buahnya pun tidak bisa menemukannya. “Jangan biarkan orang suruhan kita berhenti mencari Rachel,” ucap Kai pada Tian.“Tentu saja tidak, Pak. Saya memerintahkan mereka untuk terus mencari,” jawab Tian.Kai diam berpikir, tatapannya tajam penuh amarah karena Rachel sangat pintar bersembunyi. Polisi dan anak buahnya sudah mencari ke tempat-tempat yang mungkin Rachel kunjungi, tapi tetap saja tidak membuahkan hasil.“Buat sayembara. Siapa pun yang bisa menangkap Rachel, akan aku beri hadiah yang besar!” perintah Kai.“Baik, Pak.” Tian mengangguk. **Saat sore hari. Kai menjemput Anna di divisi pemasaran. Dia melihat Anna yang keluar bersama dengan Justin.
Anna dan yang lain makan malam bersama. Kali ini Stefanie dan Reino yang mengambilkan makanan untuk Anna dan Kai, sampai membuat Anna tidak enak hati.“Nanti aku bisa sendiri,” ucap Anna mencegah Reino yang hendak mengambil sayur untuknya.“Kamu tidak suka ini?” tanya Reino memastikan. Tatapannya mengandung kecemasan dan rasa takut.Anna merasa canggung. Dia tak terbiasa dengan semua ini.“Kalian duduklah. Seharusnya yang melayani aku, karena aku yang paling muda. Kalian jangan melayani kami,” ucap Anna berdiri dari duduknya untuk mengambil alih apa yang sedang dilakukan Reino dan Stefanie.Reino tersenyum tipis lalu berkata, “Tidak apa-apa kami melakukannya, kapan lagi kami bisa melayani kalian. Meski kami tua, bukan berarti apa-apa harus yang lebih muda.”Anna terkesiap, tapi sedetik kemudian tersenyum. “Iya karena itu juga, aku tidak tahu kapan bisa melayani kalian, jadi biarkan kali ini aku yang melayani.”Reino dan Stefanie saling pandang, saat itu Anna mengambil sendok sayur dar
Anna tersenyum. Dia mengangguk pelan.“Iya, aku juga ingin melakukannya,” jawab Anna sambil mengangguk pelan.Stefanie memeluk Anna, dia mengusap lembut rambut hingga punggung putrinya itu.“Kita mulai semuanya dari awal. Mama tidak akan pernah meninggalkanmu lagi,” ucap Stefanie lalu mencium kepala Anna.Anna mengangguk pelan. Bisa merasakan memiliki ibu kandung saja sudah membuatnya sangat bahagia.Malam semakin larut. Anna dan Stefanie kembali ke kamarnya masing-masing.Stefanie masuk ke kamarnya, dia melihat Reino yang sedang berdiri di dekat jendela sambil menerima telepon.Reino sedang bicara dengan Alex yang menghubunginya. Putranya itu sedang mengamuk dari seberang panggilan sana.“Bagaimana bisa Papa menerimanya begitu saja? Memangnya dia siapa? Apa Papa tidak takut kalau posisi Papa direbut!”Reino menghela napas pelan. Dia sampai memijat kening karena Alex terus mengamuk meski sudah dijelaskan.Sejak bertengkar dengannya dan Stefanie, Alex pergi dari rumah sehingga tidak ta
Hari berikutnya. Anna bekerja seperti biasa. Dia berada di ruang kerja Justin sedang menyusun berkas yang diminta oleh atasannya itu.“Pak, ini berkas yang Anda minta untuk dipilah. Ini sudah sesuai dengan kategorinya masing-masing,” ucap Anna sambil meletakkan berkas yang dibawanya ke meja Justin.“Anna, bagaimana jadwal pertemuan dengan Pak Kevin? Apa dia setuju untuk bertemu siang ini?” tanya Justin karena dia ingin menemui penanggung jawab pembangunan proyek guna melakukan tinjauan untuk mempromosikan perumahan yang sedang dibangun oleh perusahaan Kai.Anna langsung mengecek ponselnya. Dia ternyata belum membuka pesan dari asisten Pak Kevin.“Asistennya mengirim pesan lima menit lalu dan berkata kalau Pak Kevin bisa ditemui pukul tiga sore nanti,” ujar Anna menjelaskan.Justin mengangguk-angguk. “Kamu ikut denganku,” ucap Justin sambil menatap pada Anna.Anna terkesiap. Namun, dia tidak bisa menolak karena memang sudah menjadi resiko harus ikut Justin jika memang menyangkut soal p
Reino berada di hotel karena baru saja menemui rekan bisnisnya yang ternyata juga sedang singgah di kota itu.Reino duduk di ruang tunggu lobby hotel menunggu taksi, sampai dia terkejut karena ada bayangan yang menghalangi cahaya.“Alex.” Reino tak menyangka kalau putranya ada di sana.Alex menatap datar, ekspresi wajahnya memperlihatkan rasa tak senang.“Kapan kamu datang? Kenapa tidak memberitahu papa? Dan, bagaimana bisa menemukan papa di sini?” tanya Reino bertubi karena Alex hanya dia.“Aku mau bicara berdua dengan Papa karena itu aku datang ke sini. Aku menginap di sini jadi kebetulan melihat Papa,” jawab Alex akhirnya bicara.Reino cukup terkejut. Dia mengangguk, lalu membatalkan taksi yang dipesannya agar bisa bicara berdua dengan sang putra.Reino dan Alex pergi ke restoran yang ada di hotel. Keduanya duduk berhadapan dengan kopi yang tersaji di meja.“Kamu mau membicarakan apa?” tanya Reino. Dia mengambil cangkir kopi miliknya, lalu mulai menyesap perlahan.“Bagaimana bisa Pa
Rachel menunggu di parkiran restoran. Dia memakai pakaian serba hitam, tatapannya terus tertuju pada mobil yang memasuki halaman restoran, sampai akhirnya dia melihat mobil Justin.Rachel masih diam di tempatnya. Dia menunggu, sampai akhirnya mendapat kesempatan saat melihat Anna berjalan kembali ke mobil.“Kamu pikir bisa lolos dariku,” gumam Rachel dengan seringai licik di bibirnya.Rachel memasukkan satu tangan di saku jaket yang dipakainya. Dia berjalan untuk menghampiri Anna, tapi langkahnya terhenti saat ada seseorang lebih dulu menemui Anna.Rachel kembali bersembunyi ketika Anna membalikkan badan. Sial!Anna terkejut melihat siapa yang menepuk pundaknya, tapi detik berikutnya dia tersenyum.“Anser, apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Anna saat melihat pria itu.“Kamu sendiri? Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Anser lalu memerhatikan mobil yang dipakai Anna, bukanlah mobil kai.“Oh, aku sedang bersama atasanku karena ada meeting di sini,” jawab Anna lalu menunjuk restoran
Justin berada di mobil menuju perusahaan. Dia memandangi ponselnya yang terus berdering karena Rachel menghubunginya.Tak bisa terus mengabaikan, akhirnya Justin menjawab panggilan itu.“Kenapa ada Anser di sana?”Justin mendengar suara menggelegar dari seberang panggilan. Belum juga dia menjawab, Rachel kembali bicara.“Dan kenapa kamu menyusul Anna ke parkiran?”Justin mengusap kening, lalu mulai menjelaskan.“Kamu terlalu gila ingin menyakiti Anna di tempat umum. Aku tidak mau terseret dalam masalah karena kegilaanmu ini,” ucap Justin.“Apa kamu ingin melawanku?” “Sadarlah, harusnya kamu berhenti.” Justin mencoba menasihati.Justin tidak tahu, kenapa dia tiba-tiba tidak bisa membiarkan Anna disakiti Rachel. Hatinya tergerak begitu saja untuk menghampiri dan memastikan Anna baik-baik saja.Mungkin karena selama ini dia mengenal Anna sebagai sosok yang baik dan penyayang. Lantas, kenapa Rachel bisa sebenci itu hanya karena Anna menikah dengan Kai.“Oh, sepertinya pemikiran kita suda
Alex menipiskan senyum.“Apa kamu sedang besar kepala?”Rania mengerutkan alis. Dia melihat Alex mengulurkan tangan, Rania pikir Alex hendak menyentuhnya, tapi ternyata pria itu mencolek meja, lalu mengusap telunjuk dengan jempol.“Belum bersih,” kata Alex lalu melirik tajam pada Rania, “bersihkan ulang,” perintahnya kemudian.Setelahnya, Alex sedikit mundur dari Rania tapi tatapannya terus tertuju pada wanita itu. Dia lagi-lagi tersenyum miring, lalu pergi ke sofa.Rania menghela napas lega. Dia melirik pada Alex yang sekarang berjalan santai menuju sofa. Pria ini, benar-benar ingin mengerjainya setiap hari.**Saat jam istirahat, Rania pergi ke rooftop lagi untuk melepas beban yang dipikulnya. Dia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan kasar berulang kali.“Kamu di sini lagi.”Rania terkejut. Dia menoleh dan melihat Arion datang menghampirinya.“Tidak makan siang lagi?” tanya Arion sambil menatap pada Rania.Rania tidak menjawab, lalu melihat Arion mengulurkan roti.“Makanlah,
Setelah selesai memilah jagung dan memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal. Rania mendorong tempat makan ke hadapan Alex lagi.“Itu sudah semua saya pisah, apa ada lagi yang Anda perlukan?” tanya Rania dengan nada malas.Rania melirik pada Alex, pria itu membuat gerakan mengusir menggunakan tangan. Ekspresi wajah Rania begitu masam, pria di depannya ini benar-benar sombong.Rania segera bangun, lalu dia pergi dari ruangan itu sebelum semakin kesal melihat sikap Alex.Alex tersenyum tipis melihat Rania kesal. Dia memandang salad yang ada di meja, lalu mengambil alat makan dan mulai menyantap salad miliknya.Dia juga mengambil jagung yang tadi dipisah oleh Rania. Bukannya Alex tak suka, dia hanya ingin mengerjai wanita itu.“Dasar terlalu lugu,” gumam Alex lalu kembali memasukkan suapan ke mulut.**Saat sore hari. Rania membuat patahan leher dan memijat pundaknya. Akhirnya sehari ini bisa dia lalui dengan baik meskipun harus ada drama mengurus atasannya yang memberi perintah tak
Setelah jam istirahat usai. Rania kembali ke divisi untuk mulai bekerja lagi. Saat baru saja sampai di pantry, Rania terkejut melihat lampu merah menyala.“Sepertinya hari ini Pak Alex berulang kali memanggil,” gumam Herman.Rania menatap lampu itu terus berkedip. Mau tidak mau dia harus pergi ke ruangan Alex untuk melihat, apalagi yang pria itu inginkan.Rania mengetuk pintu ruangan Alex, lalu dia masuk dan melihat Alex duduk di sofa sambil menyapukan jari di atas tablet pintar.“Anda butuh sesuatu, Pak?” tanya Rania tetap sopan meski jiwanya ingin memberontak.“Bersihkan mejaku!” perintah Alex.Rania menoleh ke meja Alex, alangkah terkejutnya dia melihat meja Alex yang sangat berantakan.Berkas-berkas dibiarkan tergeletak begitu saja tak tertatap rapi, lalu ada tumpangan kopi yang dibiarkan sampai agak mengering.Rania benar-benar harus bersabar. Dia berjalan ke arah meja untuk mulai membersihkan, tetapi Alex kembali berkata.“Bersihkan sampai benar-benar bersih. Jika tidak, kamu ti
Rania memandang pada Alex, lalu tatapannya tertuju pada kertas dan pulpen yang berserakan di lantai.“Pungut semua!” perintah Alex.Rania tidak bisa mengelak karena sekarang bekerja untuk Alex. Dia berjalan mendekat lalu berjongkok di sisi kertas-kertas berserakan dan meletakkan nampan di lantai, setelahnya dia memunguti satu persatu kertas itu.Tanpa diduga, Alex ikut berjongkok, tapi bukan untuk membantu Rania memunguti kertas itu, melainkan untuk memberikan senyum ejekan pada wanita yang sudah menolaknya.“Tidak disangka, kamu menolak kerja di rumahku tapi malah bekerja di perusahaanku,” cibir Alex.Rania terdiam sesaat. Dia tak membalas atau menatap pada Alex. Rania fokus memunguti kertas-kertas itu, setelah selesai dia segera berdiri lalu meletakkan semua kertas itu di meja.“Apa kamu pikir harimu akan tenang dengan bekerja di sini?” Alex sudah berdiri dan kini menatap tajam pada Rania.Rania masih menurunkan pandangan, lalu berkata, “Jika sudah tidak ada yang perlu saya lakukan,
Rania benar-benar panik luar biasa melihat pria yang kini menatapnya dengan ekspresi wajah dingin. Dia masih mematung di tempatnya, sampai salah satu teman OB-nya menarik lengan Rania agar menyingkir dari jalan.“Selamat pagi, Pak.” Dua OB lain langsung membungkuk pada Alex dan Arion yang baru saja keluar dari lift.Alex berjalan dengan ekspresi wajah dingin tanpa menoleh Rania sama sekali, sedangkan Arion melirik pada Rania. Jadi, ini OB baru yang kemarin dipermasalahkan oleh atasannya itu.Rania masih bergeming dengan perasaan campur aduk. Di hari pertamanya bekerja, kenapa dia bertemu dengan pria yang membuat hidupnya kacau.“Siapa dia?” tanya Rania menoleh pada teman kerjanya.“Itu tuh, Pak Alex. Dia cucu pemilik perusahaan ini dan direktur di sini. Ya, meski dia masih direktur, tapi katanya sebentar lagi akan diangkat jadi presdir karena kemampuannya memimpin perusahaan,” jawab Herman–OB teman Rania.Rania merasakan jantungnya berdegup sangat cepat. Jadi, dia bekerja untuk pria b
Rania pergi ke rumah sakit dengan perasaan lega. Dengan bekerja di perusahaan itu, Rania bisa mendapatkan uang lebih banyak di siang hari dan bisa menjaga Abi saat malam hari.Rania berjalan di koridor rumah sakit menuju ruang inap Abi. Saat hampir sampai di kamar sang putra, Rania melihat dokter dan perawat masuk ke ruangan sang putra dengan sangat terburu-buru.Tentu saja hal itu membuat Rania sangat panik. Dia segera berlari ke kamar Abi, saat masuk sudah melihat dokter sedang menangani putranya.“Apa yang terjadi pada anakku?” tanya Rania sangat panik.“Kondisi Abi baru saja drop, Bu. Dokter sedang mengecek dan memberikan penanganan yang tepat,” jawab perawat.Rania menutup mulut dengan kedua telapak tangan. Dia benar-benar ketakutan dan panik jika terjadi sesuatu dengan Abi.“Kumohon, Abi. Mama akan mengusahakan kesembuhanmu, tolong jangan terjadi apa-apa padamu, Sayang.”Rania terus memandang dokter yang sedang mengecek kondisi Abi. Bola matanya sudah berkaca-kaca, ketakutan memb
Hari berikutnya. Rania pergi ke perusahaan tempat Silvi bekerja. Dia datang lebih awal dan bertemu dengan Silvi yang ternyata menunggunya di depan perusahaan.“Syukurlah kamu datang awal,” ucap Silvi lalu menengok ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan.“Aku tidak mungkin mengecewakanmu. Kamu sudah sejauh ini mau membantuku, jadi aku harus berjuang,” balas Rania.Silvi tersenyum lebar, lalu dia mengajak Anna segera masuk ke perusahaan karena kepala HRD ternyata sudah datang.Mereka masuk ke ruang HRD, lalu Silvi meninggalkan Rania bersama kepala HRD agar bisa diwawancarai.Rania memberikan surat lamarannya. Dia berdiri di depan meja kepala HRD sambil menunggu wanita itu membaca surat lamarannya.“Ternyata kamu sudah banyak pengalaman kerja di usiamu sekarang,” kata kepala HRD.Rania tersenyum dan mengangguk. “Iya, dan saya ahli menjadi cleaning service.”Kepala HRD tersenyum. “Terakhir kali kamu menjadi petugas kebersihan di klub malam, kenapa kamu keluar? Apa gajinya tidak mu
Alex berada di ruangannya menandatangani berkas-berkas yang bertumpuk di meja. Dia tidak fokus dalam bekerja, sampai beberapa kali membaca ulang berkas yang diserahkan padanya.“Apa ada masalah, Pak?” tanya Arion–sekretaris Alex.Alex melirik pada Arion, tapi tidak menjawab pertanyaan sekretarisnya itu. Dia segera membubuhkan tanda tangan, lalu menyerahkan berkas yang ditunggu oleh sekretarisnya itu.“Mana lagi yang butuh diserahkan hari ini?” tanya Alex sambil menatap satu persatu berkas yang ada di meja.“Stopmap merah, Pak,” jawab Arion sambil menunjuk ke stopmap yang dimaksud.Alex segera mengambil lalu membuka stopmap itu dan menandatangani berkas di dalamnya.Arion mengamati atasannya itu, sikap Alex beberapa hari ini memang sangat aneh. Jika mudah emosi itu sudah biasa, yang tak biasa itu karena Alex sering sekali melamun bahkan tidak fokus saat menghadiri rapat.Setelah Arion pergi dari ruangan Alex. Alex meletakkan pulpen yang dipegang lalu sedikit melonggarkan dasi yang tera
Saat sore hari. Anna duduk di teras sedang makan camilan bersama Stefanie. Dia terlihat sangat bahagia, di masa kehamilan bisa bersama orang-orang yang menyayangi dan memberinya banyak perhatian.“Suamimu pulang,” ucap Stefanie saat melihat mobil Kai memasuki halaman rumah.Anna tersenyum lebar, dia kembali memasukkan potongan semangka ke mulut lalu berdiri untuk menghampiri suaminya.Kai turun dari mobil yang baru saja terparkir sempurna di depan garasi mobil. Dia membuka bagasi mobil, lalu mengambil sesuatu dari dalam sana.Anna mengamati apa yang Kai bawa, suaminya membawa satu kantong plastik besar.“Itu apa?” tanya Anna penasaran.“Pesananmu,” jawab Kai lalu membuka plastik itu agar Anna melihat isinya.Mata Anna berbinar. Dia langsung mengambil kantong plastik berisi banyak mangga muda itu dari tangan Kai.“Terima kasih.” Anna mencium pipi Kai, lalu pergi meninggalkan suaminya tanpa mengajaknya masuk.Kai terkejut, bisa-bisanya dia diabaikan karena mangga muda.“Anna! Hati-hati