공유

BAB 7

작가: Dannisa Idris
last update 최신 업데이트: 2025-08-07 00:37:05

Suara langkah berat terdengar mendekat. Dari kerumunan, seorang pria tua dengan setelan tiga potong abu-abu dan tongkat kayu berlapis perak muncul. Wajahnya tegas, sorot matanya tajam meski senyumnya tipis.

“Don Artur Kalatama,” bisik Queen pelan, hampir tak terdengar, setelah Sultan menyebutkan siapa yang mendekat.

Sultan tidak melepas tangannya dari pinggang Queen. Ia justru merapatkan genggamannya sedikit, seakan mengunci posisi.

“Ini Kakek saya,” ucap Sultan datar tapi jelas.

Queen menatap cepat ke arah pria tua itu, memberi senyum sopan. “Senang bertemu, Kakek.”

Don mengangguk. “Jadi ini istrimu? Kau menepati janji juga akhirnya,” katanya sambil menatap Sultan, bukan Queen.

Sultan hanya mengangkat alis. “Kakek bilang, bawa istri. Sekarang aku bawa.”

Don tersenyum samar. “Bagus. Malam ini, aku akan mengenalkannya pada semua yang hadir.”

“Terserah,” jawab Sultan singkat.

Queen menoleh sedikit ke arah Sultan, berbisik cepat, “Aku harus bagaimana?”

“Biasa saja,” jawab Sultan santai.

“Tapi aku harus bilang apa kalau mereka tanya?” Queen masih berbisik, suaranya lebih cepat.

“Jawab seadanya,” kata Sultan tanpa mengubah ekspresi.

Queen menarik napas pelan, tapi dadanya tetap terasa berat. “Seadanya itu maksudnya gimana?”

Sultan menunduk sedikit, membalas bisikannya dengan nada yang nyaris terdengar seperti perintah lembut, “Kalau mereka tanya siapa kamu, jawab istri saya. Kalau mereka tanya kenapa, jawab karena saya mau.”

Queen menelan ludah. “Itu terdengar singkat sekali.”

“Lebih panjang, mereka akan bosan,” balas Sultan tenang. Jemarinya di pinggang Queen bergerak sedikit, seperti penegasan agar ia tenang.

Don menatap mereka berdua, senyum tipisnya seperti menilai lebih dari yang diucapkan. “Baiklah, kita mulai dari meja utama.”

Sultan mengangguk, lalu menuntun Queen menyusuri kerumunan. Pegangan di pinggangnya tetap tidak lepas, bahkan saat langkah mereka melambat di dekat para tamu penting.

Langkah Sultan mantap, sedangkan Queen sedikit memperlambat agar tumit sepatunya tidak tersangkut karpet tebal. Pegangan di pinggangnya tetap, hangat, dan tidak memberi ruang untuk mundur.

“Langkahmu terlalu hati-hati,” ucap Sultan pelan tanpa menoleh.

“Aku cuma nggak mau tersandung di depan semua orang ini,” balas Queen, menahan senyum gugup.

Sultan menunduk sedikit, suaranya nyaris seperti gumaman, “Kalau jatuh, aku yang akan menarikmu. Jadi lihat ke depan, bukan ke lantai.”

Mereka berhenti di meja utama. Di sana duduk pria berambut perak dengan jas gelap dan tatapan ramah namun penuh perhitungan. Ia berdiri dan menyalami Don.

“Tuan Don Kalatama,” sapanya hormat. Lalu matanya beralih pada Sultan dan Queen. “Ah, jadi ini Nyonya Sultan yang baru.”

Queen tersenyum sopan, sedikit menunduk. “Senang bertemu.”

Sultan hanya memberi anggukan singkat pada pria itu, lalu tetap memegangi pinggang Queen. Pegangan itu terasa seperti peringatan agar ia tidak bergerak terlalu jauh.

Satu per satu, Don Kalatama memperkenalkan Queen pada tamu penting lainnya, duta besar, CEO, politisi senior. Setiap sapaan terdengar formal.

Seorang wanita bergaun merah dengan intan besar di leher menatap Queen dari atas sampai bawah. “Cantik sekali, tapi kelihatan muda sekali, jauh lebih muda dari yang saya bayangkan.”

Queen menoleh cepat ke Sultan, tak yakin harus menjawab. Sultan yang membuka suara, santai tapi tegas, “Itu artinya selera saya bagus.”

Wanita itu tertawa kecil, mengangkat gelasnya. “Pintar menjawab, Tuan Sultan.”

Queen menunduk sedikit, lalu berbisik pada Sultan saat mereka melangkah pergi, “Kamu baru saja menyelamatkanku.”

Sultan menatap ke depan, tapi ibu jarinya menggeser sedikit di sisi pinggangnya. “Aku memang di sini untuk itu. Ikuti saja arusnya.”

Mereka berpindah ke meja berikutnya. Seorang pria muda tersenyum lebar pada Queen. “Nyonya, apakah Anda sering hadir di acara seperti ini sebelumnya?”

Queen melirik Sultan sebelum menjawab, “Tidak terlalu…”

“Dia sibuk mengurus hal lain,” potong Sultan cepat, nadanya dingin tapi mengakhiri topik. Pria itu langsung tertawa canggung dan beralih bicara tentang hal lain.

Saat jeda perkenalan, Queen berbisik, “Kamu seperti punya radar untuk orang yang mau menjebak.”

Sultan menunduk sedikit, suaranya rendah. “Karena aku pernah melihatnya terlalu sering. Orang yang diam sambil mengamati lebih berbahaya daripada yang banyak bicara.”

“Dan aku termasuk yang mana?” tanya Queen cepat.

Sultan menatap sekilas, sudut bibirnya terangkat samar. “Belum tahu. Kita lihat nanti.”

Mereka melangkah lagi melewati kerumunan, pegangan di pinggang Queen tetap erat.

Queen menoleh pelan. “Kalau aku menjawab salah, kamu bakal potong pembicaraanku lagi?”

“Kalau itu menyelamatkanmu, ya,” jawab Sultan datar.

Queen menahan senyum kecil. “Berarti kamu benar-benar mengawasiku.”

Sultan hanya menatap lurus, tapi genggamannya di pinggang sedikit menguat. “Bukan mengawasi. Menjaga.”

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 67

    Nala duduk perlahan di kursi seberang Queen, menunggu dengan sikap tenang. Ruangan terasa hening beberapa saat, hanya suara detik jam dinding yang terdengar jelas.Queen menatap cangkir kopinya, jemarinya mengetuk pelan permukaan meja. Diamnya panjang, sampai akhirnya Nala membuka suara. “Boleh saya bertanya, Nyonya?”Queen mengangkat wajahnya perlahan. “Apa yang ingin kamu tanyakan, Nala?”“Apa yang sedang Nyonya pikirkan?” tanya Nala hati-hati, sorot matanya tulus penuh rasa ingin tahu.Queen menimbang sejenak sebelum membalas dengan pertanyaan lain. “Apa yang dilakukan Sultan hari ini?”Nala mengangguk kecil, seperti sudah menduga arah pertanyaan itu. “Sejak pagi, beberapa direksi dan pimpinan anak perusahaan bergantian masuk ke ruang kerja Tuan Sultan. Mereka membawa laporan terkait masing-masing divisi.”Queen terdiam, matanya menggelap sesaat. Lalu ia bersandar, suara lebih pelan namun tajam. “Seberapa banyak kebocoran data yang sudah terjadi, Nala?”Pertanyaan itu membuat Nala

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 66

    Queen mengatur napas, mencoba menahan amarah yang sudah hampir meledak. “Kalau benar anda tahu soal kebocoran data itu,” suaranya rendah tapi tajam, “berarti ada orang dalam yang bicara padamu. Siapa?”Rivando terkekeh pelan, kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. “Pertanyaan yang bagus, tapi anda tidak benar-benar mengira aku akan memberitahumu, bukan?”“Kalau anda tidak mau bilang, berarti kabar itu hanya setengah benar. Atau malah anda sendiri yang membuatnya terlihat seolah ada kebocoran.” Queen menatapnya lurus, tidak goyah.Rivando mengangkat alis, matanya berbinar seakan menikmati ketegasan Queen. “Saya tidak perlu memalsukan apa pun, Nyonya Queen. Kalatama sendiri yang sudah membuka celahnya. Saya hanya berdiri di tepi, menunggu air masuk lebih banyak.”Queen mengepalkan tangan di samping tubuhnya. “Berhenti bermain teka-teki. Kau tidak akan menjebakku dengan kalimat manismu. Kalau benar ada kebocoran, cepat atau lambat kami akan tahu siapa dalangnya. Dan waktu itu, jangan

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 65

    Queen menoleh sekali lagi ke lukisan pria paruh baya itu. “Tatapannya memang berat,” ucapnya pelan. “Tapi bukankah itu justru yang membuat orang tak bisa berpaling?”Rivando tersenyum tipis. “anda melihat sisi itu.” Ia melangkah mendekat, jarak mereka kini hanya selembar kanvas besar. “Kebanyakan orang justru merasa tertekan. Seperti dia bisa membaca kesalahan yang mereka sembunyikan.”Queen mengangkat alis sedikit. “Mungkin itu karena mereka punya terlalu banyak yang disembunyikan.”Senyum Rivando melebar, kali ini bercampur heran. “anda tidak takut? Bahkan setelah… segala yang terjadi?”“Aku tidak datang untuk takut,” jawab Queen, suaranya stabil meski dadanya masih berdebar. Ia melangkah ke arah lukisan berikutnya, sebuah kanvas abstrak dengan dominasi merah pekat. “Aku datang untuk melihat sendiri apa yang sebenarnya ingin anda sampaikan.”Rivando menatapnya beberapa saat, lalu ikut memandang lukisan abstrak itu. “Lukisan ini disebut Api yang Terkekang. Katanya, seniman membuatnya

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 64

    Sultan sudah rapi dengan jas gelapnya, berdiri di dekat pintu sambil menunggu Queen yang masih menata scarf tipis di lehernya. Suasana rumah pagi itu tenang, hanya terdengar suara langkah pelayan yang sesekali melintas.Queen melirik ke meja, ponselnya bergetar. Ia meraihnya sekilas. Sebuah pesan baru muncul di layar, nama pengirim membuatnya refleks menahan napas.Rivando Samdani. Galeri Citra Aruna. Pukul sepuluh. Datang sendiri.Dada Queen berdegup keras. Ia buru-buru menekan layar agar pesan itu hilang dari pandangan sebelum Sultan sempat melihat.“Sudah siap?” suara Sultan terdengar datar, tapi penuh penekanan.Queen tersenyum tipis, mencoba menutupi kegelisahannya. “Ya, hanya aku mungkin tidak bisa langsung ke kantor bersamamu.”Sultan berhenti merapikan jam tangannya, menoleh dengan tatapan tajam. “Kenapa?”Queen menghela nafas pelan, pura-pura sibuk memasukkan ponsel ke tas. “Ada urusan yang harus aku selesaikan dulu. Tidak lama, hanya sebentar. Setelah itu aku akan menyusul k

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 63

    Sinar matahari perlahan merembes masuk melalui celah tirai. Queen membuka mata perlahan, butuh beberapa detik untuk menyadari di mana ia berada. Hangatnya selimut, aroma samar kayu dari perabotan kamar, dan, napas teratur di sampingnya.Ia menoleh, mendapati Sultan masih tertidur. Posisi tubuhnya sedikit miring menghadap Queen, wajahnya tenang, jauh berbeda dari kesan keras yang biasanya. Ada sisi manusiawi yang jarang terlihat.Queen menahan diri agar tidak membuat suara. Tangannya tanpa sadar bergerak, hampir menyentuh lengan Sultan, tapi ia segera menariknya kembali. Jantungnya berdetak terlalu cepat hanya karena jarak sedekat itu.Suara pintu diketuk pelan memecah keheningan. Queen buru-buru duduk, menoleh. Seorang pelayan baru, Rendra, kepala pelayan yang menggantikan tugas Nala untuk pagi itu, masuk setelah mendapat izin. Ia menunduk hormat.“Selamat pagi, Tuan, Nyonya. Sarapan sudah disiapkan di ruang makan.”Queen menoleh sekilas pada Sultan, yang ternyata sudah membuka mata.

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 62

    Mobil berhenti di halaman rumah besar itu. Udara malam terasa lebih tenang, tapi suasana di dalam hati Queen belum benar-benar reda. Ia turun setelah sopir membukakan pintu, sementara Sultan berjalan di sampingnya tanpa banyak kata.Mereka melangkah masuk. Lorong rumah senyap, hanya lampu dinding yang temaram. Queen sedikit tertinggal, pandangannya menyapu sekitar, sampai langkahnya terhenti di depan sebuah pintu kayu gelap yang setengah terbuka.Ia ragu sejenak, lalu mendorongnya pelan. Pintu berderit ringan, memperlihatkan sebuah ruangan kecil yang berbeda dari bagian rumah lain. Dindingnya penuh rak buku, meja kayu tua di sudut, dan di atasnya beberapa bingkai foto hitam putih.Queen masuk setengah langkah, matanya tertumbuk pada satu foto besar di dinding, seorang pria dan wanita dengan wajah yang mirip Sultan, berdiri berdekatan. Senyuman mereka sederhana, tapi hangat.“Jangan sentuh,” suara berat Sultan terdengar dari belakang.Queen tersentak, berbalik. Sultan berdiri di ambang

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status