Share

BAB 2

Ia tidak menduga seseorang akan mendobrak masuk dan langsung menjatuhkan bos-nya. Penyerang itu mengenakan topi, sehingga Arman tidak dapat melihat dengan jelas muka si penyerang.  

“Brengsek kamu!” teriak Arman dan menerjang penyerang bertopi itu.

Ia melayangkan tinju kanannya ke arah penyerang bos-nya. Namun si penyerang memiringkan tubuh untuk menghindar.

Tangan kanannya menangkap pergelangan tangan Arman, sementara tangan kirinya yang mengepal ia layangkan melalui bawah lengan Arman ke arah dagu Arman.

Bugg!

Hantaman keras mengenai rahang bawah Arman.

Penyerang itu melepaskan genggaman tangan kanannya pada pergelangan tangan Arman lalu melayangkan kembali pukulan. Kali ini ke arah tulang leher Arman.

Buugg!!

Gerakan yang begitu cepat dan tampak simpel itu menyimpan kekuatan cukup besar dan mengenai titik-titik rawan di tubuh Arman.

Dua pukulan itu cukup mematikan, hingga membuat tubuh tinggi besar Arman pun terhuyung ke belakang dengan kedua mata membelalak menahan sakit, sebelum akhirnya ia ambruk ke lantai dan pingsan.

“Siapa kamu?!” Kali ini terdengar Rudianto bersuara. Ia masih terduduk di lantai, kesakitan. “Berani-beraninya menerobos ke vila-ku seperti ini!”  

Sang penyerang tampak tidak mempedulikan kalimat Rudianto. Ia melangkahi tubuh Arman yang tergeletak lalu menuju Aliya yang masih terikat di kursi.

Kakinya yang terbungkus celana jeans lalu menekuk satu.

Ia memperhatikan kondisi perempuan muda yang tengah memejamkan mata itu. Tangannya terulur, lalu mengusap pelan samping kepala Aliya.

“Al...” panggilnya lirih.

Aliya perlahan membuka matanya. Namun kentara tampak begitu lemas, ia kembali menutup matanya.

Pria itu seolah mematung.

Meskipun setengah wajahnya terhalang topi yang ia kenakan, namun terlihat kemarahan yang tengah ia tahan.

Rahangnya terkatup rapat dan mengeras. Tangan kiri yang ia tumpukan di atas lutut kirinya mengepal erat hingga urat-urat tangannya menyembul keluar.  

“Hey! Jangan kamu pegang-pegang wanitaku! Aku membayar mahal untuknya!!” Suara Rudianto terdengar lagi. Kali ini sangat memekakkan telinga.

Pria bertopi itu menoleh sekilas. Ia pun lalu berdiri dan membalikkan badannya. Kedua kakinya melangkah ke arah Rudianto tergeletak.

“Siapa kamu?! Berani sekali menggangguku?! Apa kamu tidak tau siapa aku, hah?!” hardik Rudianto ketika pria itu berhenti di depannya. Ia berusaha untuk bangun, namun rasa sakit di tubuhnya menahan dirinya untuk tetap di posisi duduk.

“Lalu kau siapa?” Sang penyerang bertopi kini berdiri tepat di hadapan Rudianto dan bertanya dengan nada dingin.

Rudianto menelan ludah. Ia menengadah. Tampak kini sosok pria menjulang tinggi yang begitu tampak mengintimidasi.

Dari bawah, Rudianto bisa melihat bola mata berwarna coklat gelap itu menatapnya tajam.

Suhu ruangan terasa turun sekian derajat. Udara di sekitar pun terasa berat.

“Saya tanya lagi, memang kau siapa?” ulang pria bertopi itu.

“A-aku…” gagap Rudianto mencoba menjawab. “Awas kamu!! Penjaga!!” teriaknya tanpa menoleh.

“Lihat saja nanti!” Bibir Rudianto tertarik ke atas. “Habis kamu! Ketika para penjagaku datang, akan kupastikan kamu akan… kamu akan…”

Lelaki tambun itu terdiam tak melanjutkan kalimatnya. Keringat menetes di dahinya. Ia merasakan tekanan intimidatif yang sangat kuat hanya dari tatapan mata saja dari pria bertopi itu.

Baik Rudianto maupun pria bertopi itu diam.

Hening.

“Kemana kalian?! Penjagaaa!!” teriak Rudianto lebih keras, kali ini ia menolehkan kepalanya ke arah luar kamar. Seketika matanya membelalak.

Ia baru menyadari, dari pintu terbuka itu, ia bisa melihat tiga laki-laki bertubuh kekar telah tergeletak di lantai. Semuanya. Persis seperti Arman.

“Ka-kamu!!” tudingnya pada pria bertopi.

Kali ini pria itu tak hanya diam berdiri. Ia menekuk lututnya sebelah. Badannya lalu membungkuk perlahan ke arah lelaki tambun yang telah bercucuran keringat dingin itu.

Rudianto tahu, pria ini ternyata sangat kuat. Bahkan keempat penjaganya yang kuat dan ia bayar mahal, terkapar tanpa ampun dalam waktu yang terbilang sangat singkat.

Pria ini akan bisa melakukan apapun terhadapnya.

“Ja-jangan macam-macam kamu! Sa-saya pemilik perusahaan ter-terbesar di kota ini!” gagapnya mencoba mengancam sang pria bertopi.

“Oh. Kau pemilik perusahaan terbesar kota ini,” ujar pria itu mengulang. “Baiklah.”

“Dengarkan baik-baik,” kembali pria bertopi itu bersuara. “Mulai besok saya pastikan perusahaan mu tidak ada lagi di kota ini.”

“A-apa?”

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Bintang
lanjutkan thorr
goodnovel comment avatar
Hijau Tondano
mantapp lanjut
goodnovel comment avatar
royalmachine
keren thor, lanjutin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status