Aliya lalu mencoba melihat profil teman f******k lainnya. Ia hendak melakukan uji coba dengan klik info pertemanan yang ada di sebelah kiri itu.
Jarinya bergerak dan meng-klik kembali. Matanya menatap layar. Berhasil.
Ia lakukan kembali pada dua orang teman lainnya. Penghapusan pertemanan, bisa dilakukan tanpa kendala.
“Lah, ini ga ada gangguan. Bisa hapus pertemanan…” gumam Aliya dengan mata terus menatap pada layar. Setelah ia mengajukan permintaan pertemanan kepada ketiga teman yang tadi ia hapus, jarinya kembali bergerak.
Mencari profil akun asing yang tadi gagal untuk di hapus status pertemanannya.
Mata Aliya menatap lekat pada layar. Jarinya terlihat beberapa kali mengetuk tombol. Namun, pada akun f******k milik seseorang bernama Einhard itu, Aliya sama sekali tidak bisa menghapus pertemanan.
Pilihan ‘Hapus Pertemanan’ itu sama sekali tidak merespon, tak peduli berapa kali Aliya meng-klik nya.
“Aneh sekali…” gumam Aliya.
Dalam bungkusan plastik itu adalah jas hujan. Aliya mengeluarkannya perlahan. Kepalanya kembali menoleh ke kanan dan ke kiri. Namun tidak terlihat satu pun orang yang lalu lalang di sana, yang tampak mencurigakan.Aliya kembali melihat barang di tangannya. Itu jas hujan satu set, dengan label tag yang masih menggantung. Jas hujan ini tebal dan halus, terasa seperti jas hujan mahal.Secarik kertas terselip dalam lipatan jas hujan itu.[Pakailah. Jika telah tidak dibutuhkan lagi, boleh berikan pada yang lebih membutuhkan]Kening Aliya berkerut. Lagi-lagi pandangannya beredar ke sekelilingnya. Mencari siapa kira-kira orang yang begitu iseng atau terlalu dermawan meletakkan jas hujan di atas motornya, seakan tahu ia tengah membutuhkannya. Apalagi jas hujan ini tampak mahal.Suara gemuruh di langit membuyarkan keraguan Aliya.‘Duh… semoga ga ada apa-apa dengan aku memakai ini,’ ujarnya dalam hati.Ia segera mengenakan ja
“Hai Miss Diani,” balas Milah dengan senyuman ramah. ‘Aissh! Giliran nyapa miss Diani nih orang ramah banget. Luar biasa lihai pasang topengnya,’ gerutu Aliya dalam hati. “Lagi ngomongin orang yang ga punya teman sama sekali, Miss?” cetus Milah bertanya pada Diani sambil melirik Aliya. Diani terkekeh. “Ngga juga. Itu Miss Aliya sedang nyiapin bahan overview tentang anak introvert,” jawab Diani spontan. Kali ini Aliya yang melirik. Dengan ujung matanya ia seolah menyatakan terima kasih pada Diani atas jawabannya ke Milah. Aliya sangat paham, Diani bukan tipe perempuan yang suka bergosip ataupun menggunjingkan orang lain, terutama rekan kerja sendiri. Diani juga seorang pekerja keras dan seseorang yang tegas. Meskipun ia seorang perempuan, ia tidak pernah ragu untuk menyatakan pendapat dan menyampaikan jika sesuatu yang salah adalah salah. Diani juga guru part-timer satu-satunya yang hampir tidak pernah ditegur Mr. Eddie. Tidak heran memang, jika Milah pun agak segan terhadap Dian
“Kenapa Miss?” Suara Diani terdengar.Aliya menggaruk kepalanya. “Entah nih…” Aliya lalu menyodorkan ponselnya ke hadapan Diani.Sesungguhnya Aliya tidak sedekat itu dengan Diani atau siapapun di kantor ini, sampai harus memberitahunya hal-hal kurang penting seperti ini.Namun entah bagaimana, Aliya terdorong untuk membiarkan Diani tahu apa yang tengah membuatnya bingung.“Apa nih?” tanya Diani sambil matanya melihat isi pada layar ponsel Aliya.“Jadi, ini tuh kemaren ada akun yang aku konfirmasi friend request nya,” Aliya memulai penjelasan.“Eh salah,” ralat Aliya. “Aku ga merasa approve request itu sih. Tapi intinya, akun orang ini ada dalam daftar temanku.”“Paling Miss Aliya lupa udah approve orang,” tukas Diani.“Oh ngga dong. Aku emang cuma berteman sama yang aku kenal aja. Kalau yang ga aku kenal, aku ga pernah approve tuh&h
Aliya tercenung. Mencoba memahami maksud dari kalimat jawaban itu. Ia lalu mengetik lagi di kolom tanggapan.[Siapa namamu? Apa kau kenal saya? Atau hanya random melihat akun saya?]Tak lama kemudian muncul lagi balasan. [Einhard. Itu nama saya. Saya pernah melihatmu]Ketika Aliya hendak menanyakan sesuatu lagi, terdengar suara gedoran pintu yang sangat kencang.“Yaaa!! Buka pintunyaa!!” Suara teriakan Bisma terdengar nyaring disertai gedoran pintu depan yang masih sangat kencang.“Iya! Sebentar!” sahut Aliya sambil setengah berlari menuju pintu depan dan langsung membukakan pintu untuk suaminya itu.Begitu pintu terbuka Bisma langsung menerobos masuk, berjalan dengan cepat ke arah kamar tidur mereka yang bisa dicapai hanya dengan lima langkah lebar saja.“Ada apa?” Nada suara Aliya terdengar sedikit kaget dan bingung. Ia mengekori suaminya masuk ke dalam kamar.Namun Bisma tak segera menjawa
Bisma segera berbalik dan keluar dari rumah kontrakan mereka, sebelum Aliya berhasil bangun dengan sempurna.Aliya termangu dalam diam. Menatap nanar punggung Bisma yang menjauh berboncengan di atas motor dengan seorang temannya. Aliya baru sadar, bahwa sedari tadi teman Bisma yang tidak ia kenal, telah menunggu Bisma di luar pagar rumah.Mereka berlalu dengan cepat tanpa sempat Aliya mencegah lagi. Napas Aliya tersengal, kakinya sedikit goyah hingga mundur beberapa langkah sampai punggungnya bersandar ke tembok.Matanya mulai terasa panas kini, dengan sudutnya yang mulai bergenang.Aliya luruh terduduk di lantai sambil bersandar. Ia terisak pelan. Bahunya sedikit bergetar menahan gejolak rasa di dalam dadanya.“Kau keterlaluan, a Bisma. Kau memang keterlaluan…” lirih Aliya. Habis sudah semua yang ia miliki dari hasil jerih payahnya sebelum menikah dengan Bisma.Aliya sesungguhnya tidak mempermasalahkan harta benda yang ki
Entah mengapa, perasaan kesal memenuhi diri Aliya ketika membaca jawaban dari akun bernama Einhard itu. Belum lagi, orang asing tak dikenalnya itu memanggil nama dirinya. Ia sungguh sangat jengkel.Jemarinya mengetikkan kata demi kata dengan cepat.[Anda tahu apa tentang saya? Anda menuliskan kalimat seperti itu maksudnya apa?]Terunggah.Aliya menunggu. Ia menggigit pinggir jari telunjuk kanannya. Hal ini menjadi kebiasaannya ketika ia tengah gelisah.Suara notifikasi terdengar. Respon jawaban itu muncul.[Kalimat seperti itu? Seperti itu bagaimana?]“Ih!” Aliya mengatupkan giginya. Ia mengetikkan lagi balasan terhadap pertanyaan balik Einhard itu.[Anda bicara soal sesuatu yang dipaksakan. Anda tahu apa? Apa Anda mengenal saya? Tidak kan? Apa Anda tahu yang terjadi pada saya? Tidak kan? Kenapa Anda pikir Anda punya hak bicara soal sesuatu bisa dipaksakan atau tidak? Anda tidak tahu sesuatu itu memiliki arti apa ba
“Kenapa Miss?” tanya Diani. Aliya tidak menjawab. Gegas ia membuka kotak persegi itu. Napasnya tertahan sesaat. “Ya Allah… bener!” pekiknya tertahan. Diani melongokkan kepalanya. “Wah… kalung emas?” tanyanya. Aliya mengeluarkan dengan hati-hati kalung emas yang ada dalam kotak persegi itu. Ia meneliti huruf-huruf yang menyusun menjadi sebuah nama. ALIYA. Lalu ia perhatikan juga simbol keluarga yang ada di belakang ukiran nama itu. “Ini benar-benar kalungku…” desis Aliya pelan. Diani yang sejak tadi hanya diam memperhatikan, lalu bertanya. “Kalung Miss Aliya?” Aliya mengangguk. “Tadi yang titipin ini, mbak Tri?” “Yup. Tadi pas gue baru masuk, mbak Tri manggil dan nitipin bungkusan itu ke gue buat Miss Aliya,” jelas Diani. Aliya mengangguk lagi. Ia lalu meraih kotak dan memasukkan kalung itu kembali ke kotaknya lalu memasukkan kotak perhiasan itu ke dalam kain biru sebelumnya. Ia bangun dari duduk dan bergegas keluar ruang guru, menuju lantai satu, tempat mbak Tri, sang resepsi
Aliya, “…” Kedua matanya menatap cukup lama pada layar ponsel miliknya. “Apa ini kebetulan lagi?” bisik Aliya. Sejenak ia tampak berpikir. Setelah menimbang-nimbang, ia akhirnya memutuskan merespon status baru akun tersebut. ‘Bagaimanapun, jika orang ini ada kaitannya dengan kalung emasku yang kembali, maka setidaknya aku harus menyampaikan terima kasih,’ batin Aliya berujar. Tangannya lalu meraih ponsel dan mulai mengetik. [Apa arti statusmu kali ini? Jika saya boleh tahu.] Terunggah. Tak lama berselang, balasan muncul. [Artinya seperti kalimatnya. Tak akan lari dari kita, apa yang digariskan menjadi milik kita.] Mata Aliya mengerjap. Ia lalu mengetik lagi. [Maaf jika bertanya to the point. Apa kau ada hubungannya dengan sesuatu yang terjadi hari ini?] [Be honest] tambah Aliya sebelum pemilik akun itu membalasnya. Aliya lalu menunggu beberapa saat. Dadanya sedikit berdebar cepat menanti jawaban dari pemilik akun f******k bernama Einhard itu. [Ya] Deg. Aliya terpaku sekia