Aliya lalu mencoba melihat profil teman f******k lainnya. Ia hendak melakukan uji coba dengan klik info pertemanan yang ada di sebelah kiri itu.
Jarinya bergerak dan meng-klik kembali. Matanya menatap layar. Berhasil.
Ia lakukan kembali pada dua orang teman lainnya. Penghapusan pertemanan, bisa dilakukan tanpa kendala.
โLah, ini ga ada gangguan. Bisa hapus pertemananโฆโ gumam Aliya dengan mata terus menatap pada layar. Setelah ia mengajukan permintaan pertemanan kepada ketiga teman yang tadi ia hapus, jarinya kembali bergerak.
Mencari profil akun asing yang tadi gagal untuk di hapus status pertemanannya.
Mata Aliya menatap lekat pada layar. Jarinya terlihat beberapa kali mengetuk tombol. Namun, pada akun f******k milik seseorang bernama Einhard itu, Aliya sama sekali tidak bisa menghapus pertemanan.
Pilihan โHapus Pertemananโ itu sama sekali tidak merespon, tak peduli berapa kali Aliya meng-klik nya.
โAneh sekaliโฆโ gumam Aliya.
Hai GoodReaders!! Akhirnya โIstri Ku Sang Ratu Bumiโ telah sampai di penghujung cerita. Terima kasih banyak untuk seluruh GoodReaders yang dengan setia mengikuti kisah ini hingga akhir. Author mohon maaf jika pada tulisan yang GoodReaders baca dalam cerita ini, masih ditemukan banyak typo atau kata-kata rancu dan hal lain yang tanpa sadar Author lakukan. Author berharap GoodReaders dapat menikmati juga menyukai karya ini. Adakah kesan dan pesan kalian untuk Author? Would love to know it! Adakah tokoh favorit kalian? Aliya? Elang? Dean? Agni? Atau lainnya? Author dengan senang hati membaca kesan kalian dan pesan kalian untuk mereka :D Jangan lupakan untuk memberi review di luar buku yaโฆ Bintang lima dari kalian akan menambah semangat author melanjutkan Session 2 buku ini. Sambil menunggu, kalian bisa buka karya on going Author dengan judul โDibuang Mantan, Dikejar CEO Sultanโ. Love-love yang banyak untuk kalian semua! Sampai Jumpa di karya-karya Author lainnyaโฆ. Luv U!!
Mereka semua telah menjadi bagian dari keluarga bagi Aliya. Keluarga kedua yang berbeda dunia. Dunia aneh penuh kejutan yang hidup berdampingan dengan manusia umumnya. Siapa yang pernah menyangka, ternyata sejak lama ada kehidupan seperti ini di tengah-tengah kehidupan normalnya dahulu? Kini tatapan Aliya membidik pada sang suami, Einhard Sovann Gauthier. Pria tampan yang tampak asyik mengajak putri mereka berbicara. Meski demikian, tak dapat dipungkiri, Aliya bisa merasakan sesuatu yang menekan kuat yang terpancar dari Elang. Meski pria tampan itu tengah bermain dengan bayi mungil, namun aura kekuasaan nan tenang dan terkendali, menyelimuti suaminya. Membuat siapapun tak kuasa menentang dan menghindari membuat masalah dengannya. Senyum di bibir Aliya kian merekah. Matanya berbinar menangkap pemandangan yang begitu menyejukkan hatinya itu. Fayza tampak tergelak ketika hidung Elang menyerbu perut mungil sang putri. Hatinya begitu damai melihat semua pemandangan yang ada di sekit
โSekali lagi aku minta maaf, Dean. SungguhโฆโDean menghela napas pelan. โApa yang kau bicarakan, Al?โIa terhenti karena teko yang dipanaskan Aliya telah berbunyi.โBiar aku saja,โ katanya sembari berjalan mendekat untuk mematikan kompor lalu mengangkat teko dan menuangkannya ke dua cangkir dan empat gelas belimbing yang telah diisikan kopi dan gula oleh Aliya sebelumnya.Tangannya mengaduk telaten setiap gelasnya. โJika kau berpikir kepergianku karena berada di dekatmu itu menyakitkan untukku dan untuk menjauh darimu, kau keliru Aliya.โโAku pergi karena memang ada sesuatu yang harus kulakukan. Dan itu baru bisa kulakukan saat ini, ketika situasi di sini telah kondusif. Einhard seorang elemen yang kini berada di ambang Level Satu. Einhard seorang diri, sudah bisa menakuti semua elemen yang ada di sini saat ini, Al.โDean selesai mengaduk dan meletakkan sendok ke bak cuci piring dan melanjutkan. โSekalipun aku pergi, kita sekarang punya Nawidi yang seorang Level Dua Tingkat Tertinggi.
โEinhard, duduk di sini,โ Dean beralih pada Elang yang berdiri di sebelah Aliya. Elang lalu menggamit pergelangan tangan Aliya dan menariknya untuk duduk di antara Dean dan Nawidi. Dengan patuh Aliya mengikuti suaminya dan membalas semua sapaan dari Agni dan teman-teman elemen lainnya dengan hangat. โFayza di mana?โ tanya Dean lagi setelah Elang dan Aliya duduk. โKami tinggalkan di rumah dulu dengan bi Sumi dan Asih,โ jawab Elang. Tangannya menerima sodoran jagung bakar dari Dean. โThanks.โ โLiebling, kau mau?โ Elang mengoper jagung bakar itu ke Aliya. โNgga, Liebe. Kau aja,โ tolak Aliya. Ia melemparkan pandangan ke sekeliling, lalu beralih pada Dean. โKau mau kemana? Pertanyaanku tadi belum di jawab.โ Dean tersenyum. โAku ada kerjaan di Botswana, Al.โ โApa?? Botswana? Afrika??โ Mata Aliya membulat. โJauh banget. Ada apa di sana?โ โEmmโฆ Kerjaan lama ku.โ โLiebling, bisa tolong buatkan kopi untukku?โ Elang menyentuh lengan istrinya itu. โAku--โ Tatapan Aliya beralih pada Elang
โGung, dulu gimana si cewek itu. Lu buang kemana?โ โYa kali, dia barang. Main buang-buang aja.โ Agung meringis. Bukan karena luka di tangan kiri yang ia derita setelah latihan tadi. Namun karena mendengar pertanyaan Agni. โKok baru nanya sekarang?โ tanyanya dengan tangan yang sibuk mengulur kain kasa panjang untuk membalut luka-luka di sela tangannya. โGue baru kepo, Gung. Asli, waktu itu gue eneg banget denger nama tu cewek. Baru kali ini gue agak legaan,โ tukas Agni sambil membantu Agung menggunting kasa tersebut, merobek ujungnya lalu mengikatnya kuat. โIsh! Pelan-pelan, Ni.โ โJangan cengeng lu.โ Agni mengoles antiseptik pada bekas luka lain di tangan kanan Agung. Meski tidak sedalam luka di tangan kiri, namun tetap saja menggambarkan betapa keras latihan yang baru saja ditempuh Agung. โLain kali lu perhitungkan ritme serangan si bang Nawi, Gung. Dia punya pola sendiri dengan alter variasinya. Pas bagian lu, itu pola yang dia gunain waktu nyerang gue latihan kemaren,โ tutur
Angin semilir menghantarkan suasana yang begitu tenang dan damai. Beberapa dedaunan kering berjatuhan perlahan menyentuh tanah di tepian kolam renang dengan pantulan kilau terik mentari di atas air. Gerakan tangan Elang membelah air dan mendorong kuat tubuhnya meluncur. Sudah lima balik ia menggunakan gaya kupu-kupu, setelah enam balik sebelumnya menggunakan gaya bebas untuk membawa dirinya menyentuh tepian kolam renang sekian kali. Elang berhenti di pinggir dan memutuskan menyudahi kegiatan berenangnya siang itu. Kedua lengannya bertumpu pada tepian dan setengah melompat, membawa tubuhnya keluar dari dalam kolam. Ia duduk di tepian sambil mengusap wajah untuk menyingkirkan bulir air yang membasahi wajah tampannya. Mata coklat tua itu menerawang, membawa ingatannya kembali pada percakapannya dengan Dean semalam. โSaat itu ayahmu melalui Hecate mencari juga wanita elemen bumi dan sempat menyangka ibuku adalah salah satunya. Dia sebenarnya bukanlah seorang elemen bumi, Hecate salah
โLiebling, sarapannya sudah kau makan habis?โ โIya,โ jawab Aliya lalu mendongakkan kepalanya ke arah Elang yang baru keluar dari kamar mandi. Ia menatap suaminya dengan alis berkerut. โKenapa?โ โAsi ku masih sedikit keluarnya,โ keluh Aliya. โTadi perawat datang kesini untuk mengambil asi ku. Tadi gak bisa dapat banyak.โ โHm.โ Elang melangkahkan kakinya mendekati brankar Aliya. โItu hal wajar, Liebling. Untuk kelahiran pertama, seorang ibu agak kesulitan mengeluarkan asi-nya. Putri kita juga belum membutuhkan makanan yang banyak, Liebling. Kau tahu, ukuran usus dan lambungnya pun masih sangat kecil,โ sambungnya lagi sambil menggerakkan ibu jari dan telunjuknya untuk menunjukkan betapa kecilnya ukuran tersebut. โTapi--โ โAku tahu kau khawatir. Itโs ok. Bahkan bayi baru lahir masih bisa tanpa diberikan asi atau susu dalam waktu dua kali dua puluh empat jam.โ โKau tahu dari mana?โ โI read it somewhere (aku baca entah di mana).โ โElang--โ โAku sudah bicara dengan dokter, Lieblin
Arah pandang Aliya terpaku pada pintu ruang untuk beberapa saat. Meski sedikit bertanya-tanya, namun ia segera menepis itu dalam hatinya dan langsung beralih pada monitor di dinding sebelah kiri. Bibirnya seketika tertarik ke atas disertai pandangan yang melembut dan penuh kasih. Monitor itu menampilkan bayinya yang berada dalam inkubator di ruang NICU. Tubuh mungil yang masih berwarna merah dengan jemari kecil yang mengepal. Kedua manik mata Aliya lalu berkaca-kaca. Betapa ia ingin memeluk makhluk mungil itu. Betapa ia merasa semua bagai mimpi. Dari dalam dirinya bisa keluar makhluk luar biasa seperti itu. Ia hanya harus bersabar lagi, untuk bisa mendekap bayi mungilnya itu. โIsnโt she beautiful?โ Sebuah suara mengagetkan Aliya. Ia mengusap titik air di sudut matanya lalu tersenyum pada dua orang yang datang itu. โDean, kang Awi. Masuklah.โ Kedua pria bertubuh tegap dan atletis itu kemudian duduk di kursi meja makan yang memang bersebelahan dengan brankar Aliya. โBagaimana
โAh ya Tuhan!โ Agni mengerjap-kerjapkan kedua kelopak matanya. Menatap penuh haru sekaligus takjub dengan tangan menempel pada dinding kaca. Begitu pula ketiga teman-teman lainnya. Agung, Iyad, Guntur sama -sama menatap dengan mata berbinar penuh ketakjuban ke arah satu box bayi dari balik kaca besar pembatas ruang NICU. โLakukan covering kalian, setiap kalian keluar.โ Suara datar Nawidi mengingatkan empat pria yang terus menerus menatap tanpa berkedip ke arah bayi merah di dalam inkubator itu. Ia baru saja datang bersama Dean setelah melakukan pengecekan ulang di sekitar Rumah Sakit Bersalin tersebut, sebagai bentuk tindakan antisipatif standar mereka. Agni dan lainnya menoleh dan baru menyadari pengunjung wanita di sekitar mereka, tak hentinya menatap mereka seolah melihat artis terkenal yang membuat mata mereka tak berkedip mengagumi. Penampilan Agni dan kawan-kawan memang tidak bisa dibilang biasa, terutama Agni. Wajah tampan pria muda itu begitu menarik perhatian para pengunj