Setelah diusir paksa oleh "temannya" itu, Niko pun memilih untuk pergi dengan pinggangnya yang terasa sakit. Dia tidak bercanda. Bahkan, Niko kini berjalan dengan kaki yang mengangkang."Om Niko kenapa?" tanya Dila bingung karena melihat Niko yang berjalan aneh.Niko pun melirik Dila. Ternyata, ada Nia yang berdiri di belakang tubuh mungil itu.Seketika itu juga, Niko berusaha untuk terlihat tegap, gagah, dan tidak ingin dianggap lemah."Om Niko, sedang olahraga, Sayang." Niko pun memberi alibi berharap Nia yang mendengar jawaban itu juga bisa mengaguminya."Tapi, mirip monyet, ya, Om," kata Dila dengan polosnya.Glek!Niko pun meneguk saliva kasar, terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dila.Bocah itu selalu saja berkata kebenaran. Namun, kali ini membuatnya kehilangan harga diri di hadapan seorang wanita yang menjadi incarannya."Nia, kamu udah makan siang, belom?" Niko pun memilih berbicara dengan Nia dari pada berbicara dengan Dila yang terus saja membuatnya malu karena kepol
"Om harap kamu bisa menghargai wanita, ya, Reza. Ah, Om lupa kamu sudah menikah." Niko pun merasa tak enak hati setelah berbicara lancang.Sementara itu, Reza masih terdiam. Apa yang dikatakan oleh Niko benar-benar menjadi beban baginya.Lelaki tak bertanggung jawab, bejat, bajingan. Semua itu memang pantas disematkan padanya. Reza pun menyadari semua itu.Gagal dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya di masa lalu, namun tidak lantas membuatnya ingin gagal juga menjadi seorang Ayah.Reza tak akan membiarkan siapa pun untuk mengambil anaknya. Anaknya tetaplah anaknya dan harus mengenal Reza sebagai Ayahnya. Bukan orang lain, seperti yang dikatakan oleh Niko barusan!Bahkan, Reza siap bersaing dengan Niko--demi bisa mendapatkan Nia kembali.Reza sudah tahu seperti apa pernikahan antara Dion dan Nia, sehingga tak akan terlalu sulit untuk mendapatkan wanita tersebut.Reza yakin dan percaya diri--bahwa di hati Nia masih ada dirinya.Sampai kapan pun, akan tetap begitu. Jadi, Reza pun be
Sore harinya, Zaki diletakkan di atas ranjang, tepatnya di kamar Dila.Pintu kamar yang terbuka lebar, membuat siapa pun dapat melihatnya dari luar sana.Begitu juga, dengan Reza. Mendadak, langkah kakinya terhenti seketika itu juga.Dia menatap wajah bayi yang sedang bermain bersama dengan Dila.Sedangkan Nia, wanita itu tak tampak di sana. Perlahan, kaki Reza pun melangkah masuk.Entah sadar atau tidak. Tetapi, semakin hari, semakin besar rasa penasarannya terhadap bayi mungil itu.Kali ini, Reza pun memberanikan diri untuk menatap lebih dekat."Kak Reza?" Dila tersenyum menyapa Reza yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya.Reza seakan tak mendengar sama sekali saat Dila menyapanya. Sebab, terlalu fokus pada tujuannya--yaitu, Zaki.Mata bulat Zaki terbuka lebar, matanya hitam pekat. Semakin Dila mengajaknya berbicara, semakin membuat bayi itu menggerakkan kedua tangan dan kakinya.Perlahan, tangan Reza pun bergerak. Bibirnya tersenyum saat melihat wajah Zaki yang kini tersenyum pad
Nia pun mengangguk setuju setelah Reza berbicara dengan yakin."Apa kamu mau?""Tentu!" Reza tersenyum dan merasa bahagia saat mendengar jawaban Nia, sudah disangkanya merebut Nia tidak akan terlalu sulit.Buktinya, dengan mudah Nia mau kembali padanya, kan? Reza pun yakin Nia masih begitu mencintainya.Mencintai dengan hati yang besar, sehingga tak akan mudah untuk berpindah hati begitu mudah.Lagi pula, pada siapa Nia akan berpindah hati?Dion?Tidak mungkin! Dion bahkan terlihat begitu dingin. Jadi, tak akan mudah membuat seseorang jatuh hati padanya.Apalagi, Reza juga tahu komunikasi Nia dan Dion begitu minim."Aku senang sekali, Nia. Aku berjanji akan membahagiakanmu. Dan, belajar untuk mencintaimu demi anak kita .... " Bibir Reza benar-benar tersenyum bahagia, tak bisa dikatakan oleh bibirnya saja.Kedua tangannya terangkat dan mencoba untuk mengambil Zaki dari Nia.Reza ingin memeluknya, menciumi wajah Zaki yang begitu menggemaskan."Tentu, TIDAK!" papar Nia tegas tiba-tiba.
Sepulang dari kantor, Dion pun segera menuju kamar Dila. Kebiasaan rutin sebelum akhirnya menuju kamarnya.Namun, sesampainya di depan kamar Dila, mata elangnya malah melihat pintu terbuka lebar. Tak hanya itu, terdengar suara dari dalam sana. Suara perdebatan dengan segala ketegangan. Mata Dion melihat Reza yang berusaha mengambil Zaki dari Ibunya. Bahkan, beberapa perdebatan yang cukup menyulut emosi disaksikan oleh Dila, putrinya. Padahal, sudah jelas anak itu masih terlalu kecil untuk mengetahui permasalahan orang dewasa.Keterkejutan Dion tak hanya sampai situ. Dion dapat menyaksikan Dila yang menjerit ketakutan saat Reza melakukan kekerasan pada Nia."Papi, tolongin Mami!" Dila pun menghambur memeluk Dion, seakan meminta pertolongan untuk menyelamatkan Nia.Segera, Dion mengelus kepala anaknya, hingga akhirnya meminta Dila untuk pergi menuju kamar Bunga."Tapi, Mami?" Dila tampak ragu untuk pergi, meninggalkan Nia di sana.Matanya berkaca-kaca melihat Nia--yang masih meringis
Setelah kepergian Reza dari ruangan itu, Dion pun merangkul pundak Nia dan menuntunnya kembali ke dalam kamar Dion. Ketika sampai, barulah Dion melepas tangganya."Terima kasih, Tuan." Nia menunduk sebagai ucapan terima kasih. Jika tidak ada Dion, mungkin kini tangannya sudah patah--dicengkram kuat oleh manusia tak punya hati, seperti Reza.Dion hanya mengangguk. Namun, matanya terus tertuju pada pergelangan tangan Nia yang membiru. Bahkan, baru disadarinya bahwa di sudut bibir Nia juga tampak bercak darah. Seketika, rasa kasihan timbul dalam diri Dion. Dion pun mengambil kotak obat lalu mengobati Nia dengan tangannya sendiri."Tuan, saya bisa sendiri." Nia merasa tak enak hati saat menyadari perlakuan Dion yang begitu lembut mengobatinya.Mendengar penolakan Nia, Dion hanya menatap tajam wanita itu--membuat nyali Nia menciut dan memilih diam membiarkan Dion mengobatinya."Tuan, saya minta maaf. Karena, saya sudah membuat ketidaknyamanan barusan. Terutama, pada Dila."Sayangnya, Di
"Sudah, ayo kita makan!" Nia pun menarik Dila untuk duduk di karpet, kemudian memberikan minuman agar lebih baik."Mami, nanti kita main yang itu, ya." Dengan bersemangat, Dila menunjukkan sebuah ayunan yang ada di taman tersebut."Makan dulu. Napasnya juga sudah ngos-ngosan begitu," kata Nia sambil mengisi piring dengan nasi dan lauk. Kemudian, dia mulai menyuapi Dila.Dila pun membuka mulutnya--mengunyah dengan baik, hingga akhirnya Zaki menangis."Anak Ibu...." Nia pun meletakan sejenak piring di tangannya, kemudian memeluk Zaki.Nia berbalik badan, memberikan asi pada anaknya."Sini biar Papi yang menyuapi." Dion yang tahu putrinya itu sudah sangat lapar, menawarkan bantuan. Meski demikian, Dion tidak menyalahkan Nia sebab pria itu pun kasihan pada bayi kecil yang kini sedang kehausan di pelukan ibunya.Kini Dila pun kembali makan dengan lahapnya--sampai akhirnya, Dila meminta Dion untuk menyuapi Nia."Papi, suapi Mami juga."Nia terkejut, tak menyangka jika Dila memintanya untuk
Liana tidak bisa membiarkan anaknya terus-menerus seperti ini, memohon kepada Nia untuk menerimanya, bahkan sudah beberapa hari ini terus saja mengejar pembantu hina itu.Kini kakinya sudah kembali berdiri tegak, tidak membutuhkan kursi roda lagi. Apa lagi bantuan seseorang, dirinya sudah sembuh dari stroke ringan yang dialaminya.Sehingga untuk kali ini akan berbicara langsung pada Reza, menghentikan aksi gilanya tersebut.Tetapi bagaimana reaksi Reza? Sampai saat ini pun tidak perduli pada apa yang diucapkannya.Bahkan dengan terang-terangan menolak apa yang dikatakannya."Reza, cukup! Mama, tidak mau melihat mu terus memohon pada wanita rendahan itu! Jangan pernah lagi untuk memohon kepadanya!" tegas Liana.Liana sengaja mendatangi Reza ke perusahaan, berbicara langsung agar tidak ada yang mendengar perdebatan mereka jika berbicara di rumah.Dia pun tidak ingin malu karena yang menjadi perdebatan mereka adalah Nia, siapa wanita itu? Dia hanya seorang pembantu tetapi mampu membuat k