Brak!
Yuni menutup pintu cukup keras saking bahagianya."Aku berharap dia bisa menghasilkan banyak uang! Sudah cukup aku kesusahan merawat anak itu! Kalau saja ayahmu tidak membuat hatiku sakit dan mencintai ibu kandungmu, tentu hidupmu akan baik-baik saja, Nav! Jadi, jangan salahkan aku jika hidupmu berakhir seperti itu!" ujar Yuni dalam hati, lalu memutuskan untuk kembali ke kamarnya yang nyaman.
Namun, melihat betapa berantakannya rumah itu, Yuni terpaksa membersihkannya.
Ia segera menyingkirkan sisa-sisa kekacauan yang diperbuat Navier, dan membuat seolah-olah tidak ada kejadian apa pun yang terjadi.Di sisi lain, Navier kini berusaha kabur.
Dia ingin berteriak, tetapi masih memikirkan dampak dari perbuatannya itu.
Apakah orang-orang akan membantu, atau justru marah karena mengganggu waktu istirahat mereka?
Diperhatikannya, pria-pria yang membawanya yang tampak menjaganya dengan ketat.
"Aku tidak akan kabur! Jadi, jangan memegang lenganku terlalu kuat seperti ini! Aku kesakitan dan bisa berjalan sendiri!" ucap Navier cepat.
Di dalam otaknya, tersusun beberapa rencana untuk melarikan diri.
Entah keberuntungannya atau apa, navier merasa jika pegangan mereka sedikit melonggar.
Segera, dia menyentak kuat tangannya dan langsung berlari begitu cekalan tangan mereka lepas.
"Hanya ini kesempatanku, tidak ada lain waktu!" ujar Navier di dalam hati.
Tidak akan ada kesempatan lagi.
Karena jika dia tertangkap, mereka akan semakin mengeratkan pengawasan padanya.
Navier berlari sekuat tenaga di jalan-jalan kecil beserta tembusannya yang telah ia ingat.
Perempuan itu bisa mencari jalan yang sulit dan membuat pengerjarnya ketinggalan agak jauh.
Sayangnya, Navier lupa kalau para pengawal itu bisa berpencar dan mencari jalan lain.
"Kau tidak berpikir untuk bisa kabur dengan mudah, kan?"
Deg!
Jantung Navier berdebar lebih cepat saat mendapati salah satu dari mereka sudah ada di depannya.
Seketika dia mengalami tremor, dan mengambil keputusan singkat untuk kembali.
"Jangan harap kau bisa lolos, Adik Kecil!" ucap pria itu.
Navier sontak mengambil jalan yang lebih besar. Namun, Navier lupa jika jumlah mereka lebih banyak darinya.
Dia bagai tikus yang dikejar sekawanan kucing liar yang lapar.
"Setelah aku menangkapmu, aku akan mematahkan kakimu saat itu juga!" Pria yang mengejar Navier berucap dengan geram.
Selama ini, dia tidak pernah gagal membawa target yang diinginkan oleh atasannya.
Lalu, para wanita muda pun biasanya menurut dan langsung tunduk saat mereka membawanya. Hanya di awal memberontak, lalu setelah itu tidak.
Namun, Navier berbeda. Hanya gadis itu yang ingin dia patahkan kakinya karena sungguh sangat merepotkan.
"Sial! Bos akan marah jika kita terlambat lebih lama dari ini. Kejar wanita itu di ujung jalan! Gunakan GPS untuk melacak posisiku. Wanita itu harus ada dalam pengawasanku!" ucap pria itu di alat komunikasi mereka.
Bruk!
Pria itu menyunggingkan senyuman saat tahu Navier tersungkur.
Dengan cepat, ia langsung menangkap Navier dalam genggamannya.
Tentu saja, Navier berontak dengan kuat. Sayangnya, pria itu tidak mau mengendurkan kewaspadaannya lagi.
"Aku mohon, Tuan, lepaskan aku! Aku masih muda dan masa depanku masih panjang. Aku tak mau kehilangannya begitu saja," pinta Navier.
Plak!
Pipi gadis itu tiba-tiba ditampar.
"Aku sudah berbaik hati untuk tidak mematahkan kakimu. Jadi, jangan banyak tingkah dan ikut dengan tenang!" perintahnya, "kalau tidak, aku tak akan segan menghilangkan nyawamu dengan sekali tembak. Aku juga bisa membayar polisi agar tutup mulut.”
Merasakan kemarahan, Navier dibuat tidak berkutik.
Selama ini, belum pernah dia mendapat perlakuan seperti itu.
Dengan pasrah, Navier membiarkan pria itu menyeretnya menuju mobil.
Wajahnya bahkan memucat ketika harus masuk ke dalam mobil yang telah mereka persiapkan
"Tuan, jika istri atau anak kalian yang diperlakukan seperti ini, bagaimana perasaan kalian?" tanya Navier menahan tangis.
"Sebaiknya, kau pikirkan dirimu dan tak perlu mengurusi kami seperti itu!" bentak salah satu dari mereka, "kita sudah terlambat! Kau beruntung karena kami tidak mematahkan kedua kakimu saat kau mencoba untuk kabur!"
Mendengar hal itu, Navier mengatupkan mulutnya.
Namun, air matanya masih terus mengalir deras.
"Kalau kau menurut, kau mungkin akan menjadi kesayangan bos kami. Hidupmu akan terjamin dan kau tidak perlu lagi memikirkan pekerjaan. Cukup menurut dan hidupmu akan lancar!"
"Huaaa!!!"
Bukannya diam, Navier justru mengeraskan tangisnya.
Ketakutan sudah menguasai gadis itu.
Meski hidup berkekurangan, tetapi dia amat menikmati hidup dan masih berharap memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Dia ingin memiliki pekerjaan yang lebih baik. Tapi, sekarang…?
Cit!
Mobil yang ditumpangi Navier berguncang. Untuk seketika, dia menghentikan tangisnya.
"Warning, kode A!"
"Bersiap di posisi masing-masing!"
Navier sontak terkejut.
Kekacauan yang terjadi tiba-tiba membuatnya bingung terlebih para pria berbaju hitam itu terlihat panik. Masing-masing dari mereka bahkan mengambil senapan yang lebih besar.
"Menunduk!" perintah pria yang berada di samping Navier.
Sontak, Navier menundukkan kepala.
Prang!
Sayangnya, dia justru mendapati jika kaca belakang dari kursi yang baru saja disandari, telah berlubang.Jantung Navier berdebar semakin kencang. Dalam hati, dia merapal banyak doa untuk keselamatannya.
"Sial! Kita diserang entah oleh siapa. Percepat mobil dan kecoh mereka di ujung jalan sana! Aku akan berusaha untuk menghubungi rekan yang lain untuk membantu kita menyelesaikan mereka!"
"Ok!"
Navier memejamkan matanya kala sang sopir bermanuver dengan mobil sedan yang dibawanya. Rekan-rekannya yang lain pun menembak mobil yang mengikuti dan menabrak mereka tadi.
"George, kau tidak menyelidiki asal-usul wanita ini?" tanya pria yang tadi menangkap Navier.
"Sudah! Tidak ada rekam jejak dia memiliki hubungan dengan orang berpengaruh. Keluarganya hanya keluarga biasa seperti yang sebelumnya."
"Lalu kenapa kita bisa diserang seperti ini? Apa salah satu musuh bos tahu rencana kita?"
"Tentu saja tidak! Aku sudah memastikannya. Lagi pula, untuk apa musuh bos menyerang saat kita membawa wanita ini!? Akan lebih masuk akal jika kita diserang saat membawa bos di mobil ini. Kau juga tahu jika di antara kita tidak ada yang memiliki jabatan yang tinggi!"
Mendengar itu, Navier diam-diam mengerutkan kening.
Mengapa mereka berpikir penyerangan ini berhubungan dengannya?
'Aku tidak mengenal orang luar biasa yang bisa menyelamatkanku,' bingung Navier dalam hati.
"Lex, apa mereka belum sampai?" tanya sang sopir panik. Mobil yang ditumpangi Navier sudah sampai di ujung jalan dan harus memasuki area hutan.Meski di area itu mereka bisa bertindak leluasa karena tak akan ada pihak lain yang ikut campur, tetap saja mereka butuh bantuan."Tidak ada tanda-tanda mereka sampai!" Kepanikan terdengar dari suara pria yang menangkapnya itu.Duang!Di saat yang sama, mobil yang ditumpangi Navier tiba-tiba ditabrak dari belakang dan menyebabkan lajunya tidak stabil. Alhasil, mobil itu pun terpaksa berhenti.Navier menahan napas merasakan itu semua. Terlebih kala orang-orang yang menangkapnya tampak serius sekali bertarung."Kita harus menghadapi mereka secara langsung!" ujar salah satunya.Masing-masing dari mereka pun segera keluar dengan membawa senjata.Dor!Buk!Brak! Adu tembak dan fisik tak terelakkan.Hanya saja, pihak lawan terlalu hebat. Orang-orang yang membawa Navier pun terkepung. Menyaksikan itu semua, Navier bergetar hebat sembari tetap me
Edgar sudah sampai di rumah sakit miliknya. Ia langsung menyuruh dokter wanita yang lebih berpengalaman untuk menangani Navier. Namun, dia hanya bisa berdiri terpaku melihat pintu ruang tindakan, saat Navier diperiksa. "Aku tak yakin sebelum melakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter ahli. Tapi, kusarankan untuk membesarkan hatimu. Dia mendapatkan kekerasan terlalu banyak, dan hanya menunggu waktu saja untuk sadar. Lebih dari itu, aku tidak bisa mengatakan banyak. Pemeriksaan lebih lanjut bisa dilakukan saat dia sadar," ucap Rui—dokter wanita yang menangani Navier setelah pemeriksaan."Jangan bertele-tele. Katakan saja bagaimana keadaan Navier dengan singkat!" bentak Edgar. Suasana hatinya yang kacau membuat dia ingin meluapkan emosinya. Jujur saja, melihat Navier tak sadarkan diri membuatnya kalut. "Dia bisa sehat. Tapi aku tidak yakin jika dia bisa berjalan dengan normal. Aku menemukan beberapa keganjilan di saraf kakinya." "Jadi kau mau mengatakan jika Navier lumpuh, begitu
"Tinggalkan aku sendiri! Aku butuh ketenangan dan jangan ganggu aku!" ketus Navier. Sejak tadi, dia mengusir semua pelayan yang ditugaskan untuk menjaganya. Dua pelayan yang mengikuti Navier sontak saling pandang. Mereka diperintahkan untuk mengikuti Navier ke mana pun dia pergi. Apa kata Tuan Edgard nantinya? "Aku hanya ingin beristirahat dengan tenang. Bisakah kalian meninggalkanku sendiri? Lagi pula, aku ingin melatih kakiku juga untuk berpindah sendiri ke ranjang." Dengan sedikit pemaksaan halus, Navier berkata lagi.Cukup lama pelayan-pelayan itu terdiam, sampai akhirnya mereka undur diri.Navier menghela napas lega. 'Aku tak punya apa-apa. Selain itu, aku juga lumpuh dan tidak berpendidikan tinggi. Edgar pantas memiliki wanita yang lebih baik dariku,' batinnya merasa rendah diri dan tak pantas untuk pria sesempurna Edgar. Begitu para pelayan sudah tidak ada, Navier turun dari kursi rodanya. Dengan susah payah, dia menyeret tubuh lemahnya ke kamar mandi, mengisi bathtub sampa
"Aku akan merawat cucuku!" tukas James yang kebetulan berada di kantor Edgar untuk mengambil kembali cucunya. Ia sudah mendengar kabar mengenai Navier yang semakin depresi setelah mengetahui keadaanya.Namun, Edgar sama sekali tidak bergeming. Sepulang dari rumah sakit, Navier menjadi pribadi yang pendiam dan pemurung. Dia lebih banyak mendiamkan Edgar ketimbang membalas ucapannya seperti sebelumnya. Karena itu James ingin membawanya pulang. James ingin mengenalkan sang cucu pada pegawa di rumahnya. Terutama saat mendengar Navier menjadi lebih pendiam lagi. Bagi James, Edgar masih belum bisa menjadi pria yang benar-benar bertanggung jawab. Dan, dia tidak bisa memasrahkan sang cucu pada pria seperti itu. "Tidak bisa! Dia sudah menjadi tunanganku dan harus berada di sini, di dekatku. Tidak bisa kau bawa pulang karena sebentar lagi aku akan menikahinya," balas Edgar tak kalah sengit. Susah-susah membawa Navier, malah orang lain ingin mengambilnya. Jujur saja, Edgar tak terima! T
"Aku menyerah, Kakek," ucap Navier.Setelah memutuskan untuk hidup di tempat kakeknya, Navier dilatih dengan baik untuk menjadi seorang pewaris.Navier satu-satunya keturunan murni keluarga Wyatt, harus menjadi pemimpin yang mumpuni dari segi pengetahuan maupun perilaku.Pertama kali melihat Navier secara langsung, James Wyatt merasakan firasat yang baik tentang Navier. Jadi, dia bersungguh-sungguh untuk membantu Navier.Kelumpuhan Navier bukanlah halangan. Jadi, sebisa mungkin dia tidak akan mengungkit hal itu pada Navier."Baru begitu saja kau sudah menyerah!? Kalau begitu kau menikah saja dengan Edgar, agar aku bisa memberikan semua ini padanya!" tukas James.Navier menunduk, lalu menjawab, "Kadang aku berpikir kalau bukan kakekku. Bagaimana bisa ada orang yang memperlakukan cucunya seperti itu? Aku tidur hanya empat jam semalam, setengah jam di siang hari, dan selebihnya tidak ada yang kulakukan selain belajar dan belajar! Bahkan di meja
"Nav, pengawalku menemukan Mobil Edgar tak jauh dari wilayah kita." Pergerakan Navier yang sedang makan, terhenti. Jantungnya mulai berdebar dengan kencang. Dia takut jika .... "Anak buahku menemukan jika Edgar tidak ada di sana. penuh dengan bercak darah. Dari pMobilnyaenyelidikan mereka, darah itu bukan hanya milik Edgar, tapi banyak orang." Navier masih terdiam, mencoba menebak apa yang selanjutnya dikatakan oleh sang kakek. Akan tetapi, dia tidak memungkiri jika hatinya berkata lain. "Dan sayangnya, Keluarga Edgar juga menghubungiku, mengatakan kalau Edgar tidak ada. Kupikir Edgar sudah dibawa keluarganya, tetapi justru mereka pun terlambat. Pagi tadi, lokasi kejadian sudah bersih. Entah siapa yang membersihkannya, aku tak tahu." Trang!!! Sendok dan garpu yang dipakai Navier, terjatuh. Tangannya bergetar dan tiba-tiba air matanya keluar. "Kalau dia tidak ada di sana,, lalu di mana?" tanya Navier. Jam
Keadaan Navier kembali memburuk. Sudah semingu Edgar menghilang tanpa kabar. Apalagi keluarga Edgar seolah menyalahkan Navier atas kejadian yang menimpa Edgar. Setahu mereka, Edgar menghillang setelah mengunjungi Navier. Mereka menduga jika ada konspirasi di atasnya. "Sudah kubilang cucuku sama sekali tidak tahu apa pun! Kau tidak tahu dia bahkan sampai frustrasi dan kesehatannya kembali terganggu!? Kalau kau kembali datang untuk menyalahkan Navier kembali, maka pergilah! Aku akan mengunjungi Jonathan untuk membatalkan pertunangan mereka!" "Anda tahu bagaimana rasanya kehilangan anak dan penerus satu-satnya, bukan? itulah yang kurasakan. Apalagi Edgar menghilang setelah dari cucu Anda! Akan masuk akal jika dia di balik konsprasi semua ini!" Navier ingin sekali menutup telinga rapat-rapat, saat mendengar perdebatan di luar. Selama ini, Navier masih belum pernah bertemu dengan orang tua Edgar. Namun, mereka sendiri yang menemui Navier ketika Edgar tidak ditemukan. Mereka menuduh Na
"Aku bisa mengantarkanmu dengan pesawat pribadiku. Atau kalau kau mau, aku akan menemanimu di sana," tawar Edgar.Dia kini di bandara, mengantarkan sang kekasih ke tempat kelahirannya.Navier yang meminta untuk menyelesaikan masalahnya ternyata bukan isapan jempol belaka. Wanita itu benar-benar pergi.Ditemani salah satu bawahan sang kakek, Navier pergi. Dan hal itu membuat Edgar geram.Edgar ingin ikut, sayangnya dia tidak bisa."Aku mendapat laporan dari bawahanmu kalau pekerjaanmu masih banyak. Jadi, selesaikan dulu semuanya. Baru kau bisa mengantarku," ucap Navier.Edgar menatap Navier dengan sendu. "Aku cemburu, jadi jangan dekat-dekat dengannya," ucapnya kemudian.'Ya Tuhan ...,' batin Navier. "Dia hanya pengawal yang ditugaskan kakek untuk menjagaku," ucap Navier.Dengan berat hati, Edgar melepaskan Navier.Mau tak mau dia harus membiarkan Navier pergi hanya dengan pengawal yang James tunjuk.Edgar tahu jika Navie