Share

Bab 5.

Author: Rizuki
last update Last Updated: 2023-10-02 11:30:05

Brak!

Yuni menutup pintu cukup keras saking bahagianya.

"Aku berharap dia bisa menghasilkan banyak uang! Sudah cukup aku kesusahan merawat anak itu! Kalau saja ayahmu tidak membuat hatiku sakit dan mencintai ibu kandungmu, tentu hidupmu akan baik-baik saja, Nav! Jadi, jangan salahkan aku jika hidupmu berakhir seperti itu!" ujar Yuni dalam hati, lalu memutuskan untuk kembali ke kamarnya yang nyaman.

Namun, melihat betapa berantakannya rumah itu, Yuni terpaksa membersihkannya. 

Ia segera menyingkirkan sisa-sisa kekacauan yang diperbuat Navier, dan membuat seolah-olah tidak ada kejadian apa pun yang terjadi.

Di sisi lain, Navier kini berusaha kabur. 

Dia ingin berteriak, tetapi masih memikirkan dampak dari perbuatannya itu. 

Apakah orang-orang akan membantu, atau justru marah karena mengganggu waktu istirahat mereka?

Diperhatikannya, pria-pria yang membawanya yang tampak menjaganya dengan ketat.

"Aku tidak akan kabur! Jadi, jangan memegang lenganku terlalu kuat seperti ini! Aku kesakitan dan bisa berjalan sendiri!" ucap Navier cepat. 

Di dalam otaknya, tersusun beberapa rencana untuk melarikan diri. 

Entah keberuntungannya atau apa, navier merasa jika pegangan mereka sedikit melonggar. 

Segera, dia menyentak kuat tangannya dan langsung berlari begitu cekalan tangan mereka lepas.

"Hanya ini kesempatanku, tidak ada lain waktu!" ujar Navier di dalam hati. 

Tidak akan ada kesempatan lagi. 

Karena jika dia tertangkap, mereka akan semakin mengeratkan pengawasan padanya.

Navier berlari sekuat tenaga di jalan-jalan kecil beserta tembusannya yang telah ia ingat. 

Perempuan itu bisa mencari jalan yang sulit dan membuat pengerjarnya ketinggalan agak jauh. 

Sayangnya, Navier lupa kalau para pengawal itu bisa berpencar dan mencari jalan lain.

"Kau tidak berpikir untuk bisa kabur dengan mudah, kan?"

Deg! 

Jantung Navier berdebar lebih cepat saat mendapati salah satu dari mereka sudah ada di depannya. 

Seketika dia mengalami tremor, dan mengambil keputusan singkat untuk kembali.

"Jangan harap kau bisa lolos, Adik Kecil!" ucap pria itu. 

Navier sontak mengambil jalan yang lebih besar. Namun, Navier lupa jika jumlah mereka lebih banyak darinya.  

Dia bagai tikus yang dikejar sekawanan kucing liar yang lapar.

"Setelah aku menangkapmu, aku akan mematahkan kakimu saat itu juga!" Pria yang mengejar Navier berucap dengan geram.  

Selama ini, dia tidak pernah gagal membawa target yang diinginkan oleh atasannya. 

Lalu, para wanita muda pun biasanya menurut dan langsung tunduk saat mereka membawanya. Hanya di awal memberontak, lalu setelah itu tidak. 

Namun, Navier berbeda. Hanya gadis itu yang ingin dia patahkan kakinya karena sungguh sangat merepotkan.

"Sial! Bos akan marah jika kita terlambat lebih lama dari ini. Kejar wanita itu di ujung jalan! Gunakan GPS untuk melacak posisiku. Wanita itu harus ada dalam pengawasanku!" ucap pria itu di alat komunikasi mereka.

Bruk!

Pria itu menyunggingkan senyuman saat tahu Navier tersungkur. 

Dengan cepat, ia langsung menangkap Navier dalam genggamannya. 

Tentu saja, Navier berontak dengan kuat. Sayangnya, pria itu tidak mau mengendurkan kewaspadaannya lagi.

"Aku mohon, Tuan, lepaskan aku! Aku masih muda dan masa depanku masih panjang. Aku tak mau kehilangannya begitu saja," pinta Navier. 

Plak!

Pipi gadis itu tiba-tiba ditampar.

"Aku sudah berbaik hati untuk tidak mematahkan kakimu. Jadi, jangan banyak tingkah dan ikut dengan tenang!" perintahnya, "kalau tidak, aku tak akan segan menghilangkan nyawamu dengan sekali tembak. Aku juga bisa membayar polisi agar tutup mulut.”

Merasakan kemarahan, Navier dibuat tidak berkutik. 

Selama ini, belum pernah dia mendapat perlakuan seperti itu.

Dengan pasrah, Navier membiarkan pria itu menyeretnya menuju mobil.

Wajahnya bahkan memucat ketika harus masuk ke dalam mobil yang telah mereka persiapkan

"Tuan, jika istri atau anak kalian yang diperlakukan seperti ini, bagaimana perasaan kalian?" tanya Navier menahan tangis. 

"Sebaiknya, kau pikirkan dirimu dan tak perlu mengurusi kami seperti itu!" bentak salah satu dari mereka,  "kita sudah terlambat! Kau beruntung karena kami tidak mematahkan kedua kakimu saat kau mencoba untuk kabur!"

Mendengar hal itu, Navier mengatupkan mulutnya. 

Namun, air matanya masih terus mengalir deras.

"Kalau kau menurut, kau mungkin akan menjadi kesayangan bos kami. Hidupmu akan terjamin dan kau tidak perlu lagi memikirkan pekerjaan. Cukup menurut dan hidupmu akan lancar!"

"Huaaa!!!" 

Bukannya diam, Navier justru mengeraskan tangisnya. 

Ketakutan sudah menguasai gadis itu. 

Meski hidup berkekurangan, tetapi dia amat menikmati hidup dan masih berharap memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Dia ingin memiliki pekerjaan yang lebih baik. Tapi, sekarang…?

Cit!

Mobil yang ditumpangi Navier berguncang. Untuk seketika, dia menghentikan tangisnya. 

"Warning, kode A!"

"Bersiap di posisi masing-masing!"

Navier sontak terkejut. 

Kekacauan yang terjadi tiba-tiba membuatnya bingung terlebih para pria berbaju hitam itu terlihat panik. Masing-masing dari mereka bahkan mengambil senapan yang lebih besar.

"Menunduk!" perintah pria yang berada di samping Navier. 

Sontak, Navier menundukkan kepala. 

Prang!

Sayangnya, dia justru mendapati jika kaca belakang dari kursi yang baru saja disandari, telah berlubang. 

Jantung Navier berdebar semakin kencang. Dalam hati, dia merapal banyak doa untuk keselamatannya.

"Sial! Kita diserang entah oleh siapa. Percepat mobil dan kecoh mereka di ujung jalan sana! Aku akan berusaha untuk menghubungi rekan yang lain untuk membantu kita menyelesaikan mereka!"

"Ok!"

Navier memejamkan matanya kala sang sopir bermanuver dengan mobil sedan yang dibawanya. Rekan-rekannya yang lain pun menembak mobil yang mengikuti dan menabrak mereka tadi. 

"George, kau tidak menyelidiki asal-usul wanita ini?" tanya pria yang tadi menangkap Navier.

"Sudah! Tidak ada rekam jejak dia memiliki hubungan dengan orang berpengaruh. Keluarganya hanya keluarga biasa seperti yang sebelumnya."

"Lalu kenapa kita bisa diserang seperti ini? Apa salah satu musuh bos tahu rencana kita?"

"Tentu saja tidak! Aku sudah memastikannya. Lagi pula, untuk apa musuh bos menyerang saat kita membawa wanita ini!? Akan lebih masuk akal jika kita diserang saat membawa bos di mobil ini. Kau juga tahu jika di antara kita tidak ada yang memiliki jabatan yang tinggi!"

Mendengar itu, Navier diam-diam mengerutkan kening. 

Mengapa mereka berpikir penyerangan ini berhubungan dengannya?

'Aku tidak mengenal orang luar biasa yang bisa menyelamatkanku,' bingung Navier dalam hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Lumpuh Milik Pewaris Dingin   Bab 146.

    Selama ini Yuni tidak pernah merasa menyesal telah menyakiti Navier.Dia merasa selama ini Navier-lah yang membuatnya menderita. Ibunya merebut suami yang dia cintai, dan membagi rasa sayang yang dulu didapatkan secara penuh. Karena itulah ketika Elle meninggal, Yuni masih sanggup untuk menyiksa anak kecil itu.Hati Yuni sudah mati rasa untuk memberi rasa kasih untuk anak tirinya.Hingga Navier yang mulai membantu mencari penghasilan pun, Yuni tetap pada pendiriannya. Dia dengan kejam mampu meminta semua pendapatan Navier untuk diberikan pada putranya.Akan tetapi, perlahan rasa itu mulai terkikis.Yuni merasa bersalah saat melihat Navier tidak sadarkan diri dengan berbagai alat untuk menopang kehidupannya.'Sebenarnya aku bahkan tidak tahu alasan untuk membencimu,' batin Yuni.Dia memandang sendu, tak percaya dengan beberapa waktu yang lalu, di mana dia tidak sadar telah mencelakakan nyawa anak tirinya."Ib

  • Istri Lumpuh Milik Pewaris Dingin   Bab 145.

    "A-aku tidak menyangka jika kau bisa merencanakan semua ini pada Navier, Yun." Yuni terpekur. Dia sama sekali tidak menyangka jika suaminya akan mendengar perdebatannya dengan Navier, dan sedang saat mengungkit malam kelam itu. Tak hanya itu, Yuni juga menangkap raut kekecewaan yang terlalu kentara. "Aku sudah merawatnya sejak kecil! Kau pikir mudah membesarkan anak dari wanita yang menjadi madu di dalam rumah tangganya? Pikirkan itu, Lex! Ah, ya. Kau yang hanya membawa masalah mana paham hal yang seperti ini!" Di seumur mereka menikah, belum pernah dia mendengar nada kecewa dari Yuni hingga seperti itu. Dia tak tahu jika selama ini, istri pertamanya menyimpan luka dan melampiaskannya pada anaknya. Dulu, Alex mengira jika Yuni bisa menerima Navier selayaknya putri sendiri, karena Elle telah tiada. "Kukira kau menerimanya sebagai anak kandungmu sendiri, Yun. Kalau tahu kau setega itu padanya, kenapa tidak kau katakan saja padaku? Aku

  • Istri Lumpuh Milik Pewaris Dingin   Bab 144.

    "Kau!!! Kau masih punya muka untuk kembali ke sini!?" bentak Yuni.Navier tidak mengindahkan peringatan Edgar agar tidak kembali ke sana. Dia bersikukuh untuk kembali ke rumah tempatnya dibesarkan. Bagaimanapun juga, tempat itu berisi banyak kenangan yang tak bisa dia lupakan."Ibu, jangan lupa aku pernah kau besarkan. Aku pernah kau asuh dan kau beri makan," lirih Navier."Lalu dengan apa kau akan membayarnya? Bukankah saat itu kau sudah memiliki kesempatan, tetapi malah membuangnya? Kau!!! Bukannya membayar jasaku, malah meninggalkan semua kesulitan itu!?"Navier menunduk. Dia tetap berdiri di pintu gerbang halaman dan tidak diizinkan untuk masuk oleh Yuni.Sejak awal, Navier tidak tahu jika Yuni sedang libur bekerja. Namun, dia juga tidak berharap penuh jika Yuni sedang tidak ada.Dia hanya ingin beritikad baik dengan meluruskan kesalahpahaman di antara mereka."Aku memang tidak bisa membalasnya dengan keadaan saat itu, Ibu. Tapi ketahuilah! Aku juga melalui masa yang sulit. Aku ti

  • Istri Lumpuh Milik Pewaris Dingin   Bab 143.

    "Ada hal yang bisa kau gunakan untuk membela diri, Sayang?" tanya Edgar.Dia menatap tajam sang istri yang kini tengah berdiri dengan senyum seperti anak kecil yang ketahuan telah melakukan kesalahan. Di samping kiri sang istri, ada putra semata wayangnya yang sedang menunduk.Edgar merasa kesal karena mendapati wajah istrinya babak belur, dan puntranya tidak apa-apa. Padahal sebelumnya dia telah berpesan untuk menggantikannya menjaga satu-satunya wanita di keluarga mereka. Edgar tak ragu, karena dia sudah tahu bagaimana kemampuan Henry. Sayang sekali ekspektasinya terlalu tinggi."Jangan salahkan Henry, ya. Dia sudah melakukan hal yang kau pinta sebaik mungkin. Tidak ada hal sebaik Henry. Hanya saja dia datang terlalu terlambat untuk menjemputku," bela Navier."Jadi, ini semua adalah salahmu, begitu?""Tentu saja!""Lalu, apa yang bisa kau lakukan untuk menggantikan hukuman yang akan Henry dapatkan, Sayang?"Badan Navier bergidik nge

  • Istri Lumpuh Milik Pewaris Dingin   Bab 142.

    "Yun, hentikan!"Bukannya berhenti, Yuni justru semakin gencar mencerca Navier dengan kata-kata yang buruk. Suaminya sama sekali tidak dipedulikan lagi. Dia seolah buta dan tuli untuk semua hal.Yuni buta akan kebaikan yang selama itu Navier lakukan untuk keluarganya. Bagaimana dia yang harus berhenti untuk belajar, dan justru mencari pekerjaan sebanyak mungkin, dan membantu memenuhi semua hal yang diinginkan kedua adik tirinya.Dan tuli, akan segala perkataan suaminya."Bu, kau boleh menyalahkanku atas semua kesalahan yang terjadi di keluarga kita. Tapi kumohon untuk tidak menyudutkanku. Waktu sudah banyak berubah, dan aku juga tidak ingin mengingat masa lalu lagi. Aku akan melupakan semua yang telah kau lakukan padaku, dan mari untuk hidup lebih baik," pinta Navier.Yuni menggeleng. Air matanya mengalir semakin deras. Dia memandang ke arah suaminya yang kini sudah tidak sesempurna dulu. Memandang putra sulungnya yang juga tidak bisa mendapat kehi

  • Istri Lumpuh Milik Pewaris Dingin   Bab 141.

    "Dav, hentikan!!!" tegur ayah mereka.Keduanya masih saling beradu dan tidak menggubris teguran ayahnya. Sesekali Navier membalas pukulan adiknya, dan sisanya dia akan menghindar. Gerakan Davian begitu acak, menandakan bagaimana pria itu dididik dengan otodidak, bukan oleh ahilnya."Ternyata kau belajar cukup banyak, ya? Tidak seperti dulu yang hanya bisa berlindung di bawah ketiak ibu," sindir Navier."Diam kau! Kau tidak tahu masalah apa yang sudah kau tinggalkan untuk kami! Kau sama sekali tidakkk punya hati!"Navier mendecih sinis. Tidak punya hati? Bukankah kata-kata itu lebih patut dikatakan untuk Yuni, dan bukan dirinya?Setelah itu, dia memancing Davian untuk berkelahi di luar ruangan, dan masih mengundang pekikan ayahnya. Hanya sang adik yanag terkesn menuntut untuk menyerang, sedangkan Navier lebih tenang dan menghindar. Karena itu, ayah mereka benar-benar khawatir. Ia takut jika Davian melukai kakak perempuannya."Kalau begitu kau

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status