Share

Bab 5.

Brak!

Yuni menutup pintu cukup keras saking bahagianya.

"Aku berharap dia bisa menghasilkan banyak uang! Sudah cukup aku kesusahan merawat anak itu! Kalau saja ayahmu tidak membuat hatiku sakit dan mencintai ibu kandungmu, tentu hidupmu akan baik-baik saja, Nav! Jadi, jangan salahkan aku jika hidupmu berakhir seperti itu!" ujar Yuni dalam hati, lalu memutuskan untuk kembali ke kamarnya yang nyaman.

Namun, melihat betapa berantakannya rumah itu, Yuni terpaksa membersihkannya. 

Ia segera menyingkirkan sisa-sisa kekacauan yang diperbuat Navier, dan membuat seolah-olah tidak ada kejadian apa pun yang terjadi.

Di sisi lain, Navier kini berusaha kabur. 

Dia ingin berteriak, tetapi masih memikirkan dampak dari perbuatannya itu. 

Apakah orang-orang akan membantu, atau justru marah karena mengganggu waktu istirahat mereka?

Diperhatikannya, pria-pria yang membawanya yang tampak menjaganya dengan ketat.

"Aku tidak akan kabur! Jadi, jangan memegang lenganku terlalu kuat seperti ini! Aku kesakitan dan bisa berjalan sendiri!" ucap Navier cepat. 

Di dalam otaknya, tersusun beberapa rencana untuk melarikan diri. 

Entah keberuntungannya atau apa, navier merasa jika pegangan mereka sedikit melonggar. 

Segera, dia menyentak kuat tangannya dan langsung berlari begitu cekalan tangan mereka lepas.

"Hanya ini kesempatanku, tidak ada lain waktu!" ujar Navier di dalam hati. 

Tidak akan ada kesempatan lagi. 

Karena jika dia tertangkap, mereka akan semakin mengeratkan pengawasan padanya.

Navier berlari sekuat tenaga di jalan-jalan kecil beserta tembusannya yang telah ia ingat. 

Perempuan itu bisa mencari jalan yang sulit dan membuat pengerjarnya ketinggalan agak jauh. 

Sayangnya, Navier lupa kalau para pengawal itu bisa berpencar dan mencari jalan lain.

"Kau tidak berpikir untuk bisa kabur dengan mudah, kan?"

Deg! 

Jantung Navier berdebar lebih cepat saat mendapati salah satu dari mereka sudah ada di depannya. 

Seketika dia mengalami tremor, dan mengambil keputusan singkat untuk kembali.

"Jangan harap kau bisa lolos, Adik Kecil!" ucap pria itu. 

Navier sontak mengambil jalan yang lebih besar. Namun, Navier lupa jika jumlah mereka lebih banyak darinya.  

Dia bagai tikus yang dikejar sekawanan kucing liar yang lapar.

"Setelah aku menangkapmu, aku akan mematahkan kakimu saat itu juga!" Pria yang mengejar Navier berucap dengan geram.  

Selama ini, dia tidak pernah gagal membawa target yang diinginkan oleh atasannya. 

Lalu, para wanita muda pun biasanya menurut dan langsung tunduk saat mereka membawanya. Hanya di awal memberontak, lalu setelah itu tidak. 

Namun, Navier berbeda. Hanya gadis itu yang ingin dia patahkan kakinya karena sungguh sangat merepotkan.

"Sial! Bos akan marah jika kita terlambat lebih lama dari ini. Kejar wanita itu di ujung jalan! Gunakan GPS untuk melacak posisiku. Wanita itu harus ada dalam pengawasanku!" ucap pria itu di alat komunikasi mereka.

Bruk!

Pria itu menyunggingkan senyuman saat tahu Navier tersungkur. 

Dengan cepat, ia langsung menangkap Navier dalam genggamannya. 

Tentu saja, Navier berontak dengan kuat. Sayangnya, pria itu tidak mau mengendurkan kewaspadaannya lagi.

"Aku mohon, Tuan, lepaskan aku! Aku masih muda dan masa depanku masih panjang. Aku tak mau kehilangannya begitu saja," pinta Navier. 

Plak!

Pipi gadis itu tiba-tiba ditampar.

"Aku sudah berbaik hati untuk tidak mematahkan kakimu. Jadi, jangan banyak tingkah dan ikut dengan tenang!" perintahnya, "kalau tidak, aku tak akan segan menghilangkan nyawamu dengan sekali tembak. Aku juga bisa membayar polisi agar tutup mulut.”

Merasakan kemarahan, Navier dibuat tidak berkutik. 

Selama ini, belum pernah dia mendapat perlakuan seperti itu.

Dengan pasrah, Navier membiarkan pria itu menyeretnya menuju mobil.

Wajahnya bahkan memucat ketika harus masuk ke dalam mobil yang telah mereka persiapkan

"Tuan, jika istri atau anak kalian yang diperlakukan seperti ini, bagaimana perasaan kalian?" tanya Navier menahan tangis. 

"Sebaiknya, kau pikirkan dirimu dan tak perlu mengurusi kami seperti itu!" bentak salah satu dari mereka,  "kita sudah terlambat! Kau beruntung karena kami tidak mematahkan kedua kakimu saat kau mencoba untuk kabur!"

Mendengar hal itu, Navier mengatupkan mulutnya. 

Namun, air matanya masih terus mengalir deras.

"Kalau kau menurut, kau mungkin akan menjadi kesayangan bos kami. Hidupmu akan terjamin dan kau tidak perlu lagi memikirkan pekerjaan. Cukup menurut dan hidupmu akan lancar!"

"Huaaa!!!" 

Bukannya diam, Navier justru mengeraskan tangisnya. 

Ketakutan sudah menguasai gadis itu. 

Meski hidup berkekurangan, tetapi dia amat menikmati hidup dan masih berharap memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Dia ingin memiliki pekerjaan yang lebih baik. Tapi, sekarang…?

Cit!

Mobil yang ditumpangi Navier berguncang. Untuk seketika, dia menghentikan tangisnya. 

"Warning, kode A!"

"Bersiap di posisi masing-masing!"

Navier sontak terkejut. 

Kekacauan yang terjadi tiba-tiba membuatnya bingung terlebih para pria berbaju hitam itu terlihat panik. Masing-masing dari mereka bahkan mengambil senapan yang lebih besar.

"Menunduk!" perintah pria yang berada di samping Navier. 

Sontak, Navier menundukkan kepala. 

Prang!

Sayangnya, dia justru mendapati jika kaca belakang dari kursi yang baru saja disandari, telah berlubang. 

Jantung Navier berdebar semakin kencang. Dalam hati, dia merapal banyak doa untuk keselamatannya.

"Sial! Kita diserang entah oleh siapa. Percepat mobil dan kecoh mereka di ujung jalan sana! Aku akan berusaha untuk menghubungi rekan yang lain untuk membantu kita menyelesaikan mereka!"

"Ok!"

Navier memejamkan matanya kala sang sopir bermanuver dengan mobil sedan yang dibawanya. Rekan-rekannya yang lain pun menembak mobil yang mengikuti dan menabrak mereka tadi. 

"George, kau tidak menyelidiki asal-usul wanita ini?" tanya pria yang tadi menangkap Navier.

"Sudah! Tidak ada rekam jejak dia memiliki hubungan dengan orang berpengaruh. Keluarganya hanya keluarga biasa seperti yang sebelumnya."

"Lalu kenapa kita bisa diserang seperti ini? Apa salah satu musuh bos tahu rencana kita?"

"Tentu saja tidak! Aku sudah memastikannya. Lagi pula, untuk apa musuh bos menyerang saat kita membawa wanita ini!? Akan lebih masuk akal jika kita diserang saat membawa bos di mobil ini. Kau juga tahu jika di antara kita tidak ada yang memiliki jabatan yang tinggi!"

Mendengar itu, Navier diam-diam mengerutkan kening. 

Mengapa mereka berpikir penyerangan ini berhubungan dengannya?

'Aku tidak mengenal orang luar biasa yang bisa menyelamatkanku,' bingung Navier dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status