Share

Bab 4.

Wanita itu memandikan Navier yang masih terisak seperti anak kecil.

Dinginnya air sama sekali tak dirasa Navier. Dia hanya memikirkan bagaimana nasibnya setelah ini.

Tok tok tok!

Suara ketokan pintu terdengar mengalihkan atensi Yuni seketika.

“Ah, itu pasti mereka!” Ditatapnya tajam Navier penuh ancaman, “Cepat lanjutkan! Kalau tidak, kau akan tahu akibatnya.”

Yuni berjalan dengan riang meninggalkan Navier yang terdiam.

Wanita itu terus membayangkan keuntungan yang ada di depan mata. 

Pikirnya, hanya sekali transaksi saja sudah bisa mendapatkan untung yang banyak. 

Jika dihitung, uang yang didapatnya bisa untuk membeli ponsel dan barang lainnya.

"Kalau yang pertama memang mahal, kan? Tapi, untuk berikutnya, akan kupastikan Navier dijual tidak terlalu murah juga," batin Yuni. 

Di otaknya, sudah tersusun banyak hal untuk menghasilkan uang lebih banyak lagi dan membeli barang mewah lain. Kalau cukup, ia akan merenovasi rumah. 

Ceklek!

"Silakan masuk!" 

Begitu membuka pintu, Yuni sudah tidak terkejut melihat dua orang berbadan besar dengan pakaian serba hitam yang pastinya suruhan bos besar yang sudah membeli Navier. 

"Kami tidak akan lama, karena Bos sudah menunggu," ucap salah satu pria itu.

Yuni mengangguk pasti.

Ada rasa menyesal karena tadi dia telah memukul Navier dengan gagang sapu, karena jika meninggalkan bekas. 

Bisa saja bos yang membelinya akan merasa jijik atau bahkan mengembalikannya. Tidak! Yuni sama sekali tidak menginginkan hal itu terjadi.

"Baik, saya akan segera membawakannya pada kalian. Saya janji untuk tidak akan mengecewakan kalian!" ucapnya kemudian berlalu bersamaan dengan sebuah ide yang muncul.

Ia akan menutupi luka itu dengan kosmetik!

Yuni tersenyum puas. Segera diambilnya kosmetik yang berada di kamarnya sembari memastikan suami dan anak-anaknya masih dalam pengaruh obat tidur.

Hanya saja, Yuni kembali geram begitu melihat Navier masih belum beranjak dari tempatnya tadi.

"Kau ingin menguji kesabaranku atau ingin tau sampai mana aku bisa berbuat kasar padamu, heh!?" bentak Yuni. Dia langsung menyeret Navier dan memandikannya dengan paksa, tak peduli Navier yang terus meronta meminta dilepaskan.

"Kalau kamu masih tidak mau menurut, akan kupastikan bos akan membelimu seumur hidup. Dan kau, tidak akan dilepaskan dan dijadikan budaknya sampai mati!" Yuni mengeluarkan ancamannya, berharap Navier akan tunduk tanpa memberontak lagi.

Sebenarnya, Yuni sendiri tidak yakin apakah setelah malam ini, bos besar yang membeli Navier akan membelinya lagi atau tidak.

"Jangan, Bu...," ucap Navier dengan lirih.

"Makanya nurut!" bentaknya pada Navier.

Untungnya, ancaman Yuni berhasil. Navier mulai diam dan tidak lagi memberontak.

Selesai memandikan secara paksa, Navier didandani dengan sederhana dan baju yang lumayan terbuka. 

Yuni memang dengan sengaja membelikan baju itu, berharap Navier akan terlihat lebih memikat. 

Baginya, tak apa untuk sekadar mengeluarkan beberapa uang yang tak seberapa itu.

"Ibu, setelah ini jangan menjualku lagi, ya," pinta Navier pasrah. Ia sadar tak punya pilihan lagi.

"Tergantung padamu! Kalau bos puas dan memberiku lebih, tidak ada malam berikutnya. Tapi kalau tidak, akan ada malam-malam berikutnya. Kamu mengerti!"

Badan Navier bergetar hebat.  Jadi dia tidak hanya dijual untuk malam ini saja, tetapi akan ada malam-malam berikutnya?

Navier hanya bisa menunduk. 

Sudah terlampau kecewa dengan perangai sang ibu. 

Tidakk hanya membedakan kasih sayang kepada adiknya, sang ibu juga bahkan tega mengambil masa depannya. 

Setelah ini, Navier tidak tahu lagi harus bagaimana untuk menjalani hidup. 

"Kalau aku memberikan Ibu banyak uang, apakah Ibu bisa menyayangiku sama seperti Ibu menyayangi adik?" lirihnya pelan.

"Jangan banyak omong! Sekarang pergi, atau kau akan menyesal karena telah dilahirkan!" Yuni menyeret Navier dengan kasar. 

Sebenarnya dia was-was bila Navier akan memberontak karena Yuni yang sudah berumur jelas akan kalah secara tenaga. Untungnya, Navier adalah Navier.

Dia tetaplah gadis penurut.

"Ini, kalian bisa membawanya!" ucap ibu Navier pada dua orang yang sudah menunggunya.

Tanpa banyak bicara, kedua orang itu langsung menyeret Navier. 

Gadis itu pun memerhatikan mobil mereka sudah terparkir rapi di pinggir jalan. 

Bahkan, meski di keremangan lampu, Navier bisa melihat jika ada satu orang lagi yang berdiri di sekitar mobil itu. 

Sudah jelas, yang membelinya pasti memiliki uang yang banyak.

Dalam hati, Navier hanya bisa berharap jika semuanya lekas berakhir. 

Akan lebih baik, jika pria yang akan membelinya justru jijik dengan wajah dan tubuh yang dia miliki.

"Sampaikan salamku pada bos kalian untuk memberikan tambahan jika barangnya bagus!" ucap Yuni lagi membuyarkan lamunan Navier.

Tangan gadis itu pun mengepal menahan emosi.

Yuni, apa benar wanita itu ibu kandungnya? Ia benar-benar meragukan ucapan ayahnya sekarang!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status