Share

Bab 6.

"Lex, apa mereka belum sampai?" tanya sang sopir panik. 

Mobil yang ditumpangi Navier sudah sampai di ujung jalan dan harus memasuki area hutan.

Meski di area itu mereka bisa bertindak leluasa karena tak akan ada pihak lain yang ikut campur, tetap saja mereka butuh bantuan.

"Tidak ada tanda-tanda mereka sampai!" 

Kepanikan terdengar dari suara pria yang menangkapnya itu.

Duang!

Di saat yang sama, mobil yang ditumpangi Navier tiba-tiba ditabrak dari belakang dan menyebabkan lajunya tidak stabil. 

Alhasil, mobil itu pun terpaksa berhenti.

Navier menahan napas merasakan itu semua. Terlebih kala orang-orang yang menangkapnya tampak serius sekali bertarung.

"Kita harus menghadapi mereka secara langsung!" ujar salah satunya.

Masing-masing dari mereka pun segera keluar dengan membawa senjata.

Dor!

Buk!

Brak! 

Adu tembak dan fisik tak terelakkan.

Hanya saja, pihak lawan terlalu hebat. Orang-orang yang membawa Navier pun terkepung. 

Menyaksikan itu semua, Navier bergetar hebat sembari tetap meringkuk di dalam mobil. 

Dia benar-benar tak mau tahu tentang perkelahian yang terjadi.

Tak lama, Navier bingung kala tidak lagi mendengarkan desingan peluru atau pukulan. 

Hening, hanya ada deru angin malam.

Gadis itu sontak mendapatkan sebuah ide.

‘Aku harus kabur,’ gumamnya dalam hati. 

Pelan-pelan, ia keluar meski dengan keadaan berantakan. 

Ditembusnya kegelapan setelah menemukan bahwa pintu mobil tidak terkunci.

Navier memilih menerjang semak belukar menuju ke dalam hutan ketimbang jalan raya. Dia pikir akan lebih mudah untuk bersembunyi di hutan daripada menyusuri jalan raya. 

"Apakah mereka tidak akan menemukanku di sini?" tanya Navier dalam hati, ketika dirasanya sudah melangkah jauh ke dalam hutan. 

Dia duduk di bawah pohon besar dengan napas terengah, dan berharap tidak ada hewan melata yang menyapanya.

"Aku harap, mereka tidak menemukanku sampai pagi tiba," lanjutnya dalam hati.

Dicobanya untuk tenang dan menstabilkan napasnya yang terengah-engah. 

Cukup lama ia melakukannya, sampai ia merasa kantuk mulai menyerang. 

Navier pun memejamkan mata. Namun....

"Hai!"

Navier yang semula memejamkan mata karena sakit yang luar biasa, berusaha untuk membuka mata dan melihat siapa yang berbicara. 

Apakah orang itu juga datang untuk menyakitinya seperti sebelumnya?

Jika memang begitu adanya, Navier lebih memilih untuk mati saja. Lagi pula, tubuhnya sudah seperti tidak bisa lagi untuk menahan siksaan lebih lama.

“K–Kau?!” pekik Navier tertahan.

“Hahaha … kau pikir bisa kabur dari kami?” maki Alex yang menculiknya tadi, “sebelum itu terjadi, akan kupatahkan kakimu!”

Bugh!

“Arrgh!” pekik Navier menahan sakit di kakinya yang dipukuli sebuah tongkat kayu.

Rasanya, ia sudah tak sanggup lagi.

Bila harus mati, Navier hanya berharap itu terjadi secepatnya.

“Mengapa kalian ingin memukuli wanita yang sudah tidak berdaya dan tidak memiliki tenaga lagi?” 

Suara bariton yang familiar tiba-tiba terdengar. 

Di kegelapan malam, wajahnya sama sekali tidak terlihat. 

Hanya postur tubuh yang tinggi dan tegap saja yang bisa ditangkap dari sosok itu. Anehnya, ada nada kemarahan di sana.

Alex yang baru saja memukuli Navier, sontak terkejut. Namun, ia berusaha tenang. “Kau tak usah ikut campur! Ini urusanku dengan buruanku! Kau hanya orang luar yang tidak tahu apa-apa. Atau, apa kau juga mau menikmati wanita itu, heh!?” tantangnya. 

“Justru di sini, kau yang tidak tahu apa-apa. Jadi, kusarankan untuk menyerah saja. Aku akan memberimu waktu lebih baik untuk hidup. Kalau tidak, mungkin aku bisa menambahkan kalimat mati segan hidup pun tak mau.”

“Menyerah? Dalam mimpimu!” Edgar kembali berucap  meremehkan.

Hal ini membuat Alex  berbaik menyerang Edgar dengan  kekuatan penuh. 

Sayangnya, pria yang beberapa hari lalu memberikan Navier sapu tangan itu–dapat menghindar dan membalas dengan mudah. 

Bug!

Tanpa penyerang Navier duga, bawahan Edgar datang dan memukulnya, hingga pingsan. 

Edgar tersenyum sinis. 

Dia berjalan menghampiri pria yang sudah tersungkur itu dan menginjak kepalanya.

“Urus mahkluk ini secepatnya. Jangan membuatnya mati sebelum kuperintahkan. Korek informasi sebanyak apa pun. Dan balaskan setiap titik kesakitan wanitaku dengan berkali lipat. Kau mengerti!” tukas Edgar.

“Baik, Tuan.”

Setelahnya, Edgar segera menghampiri Navier yang telah tergeletak tak berdaya. 

Tubuh gadisnya itu telah melemas. Darah Edgar mendidih kala melihat banyak darah yang menghiasi beberapa luka di tubuh Navier. 

“Apa aku akan masuk neraka?” gumam Navier tiba-tiba.

Edgar yang selama tiga puluh tahun hidupnya telah menerima banyak pelatihan keras, tak sengaja menitikkan air mata. 

Sebagai putra tunggal dan pewaris satu-satunya dari keluarga ternama, Edgar sudah yakin jika hidupnya tak bisa semena-mena. Ia bahkan menerima bahwa tunangannya sudah ditentukan sejak awal. 

Oleh sebab itu, Edgar tidak pernah menjalin kasih dengan wanita mana pun, hingga dua tahun lalu, untuk pertama kalinya Edgar melihat bagaimana rupa Navier–sang tunangan lewat foto yang diberikan sang kakek.

Dalam balutan seragam pramuniaga, Navier yang berusia 18 tahun saat itu sangat manis.

Tanpa disadari, jantung Edgar berdegup kencang.

Hanya saja, Edgar mulai menaruh curiga, mengapa tunangannya terlihat susah?

Pria itu pun  mulai mencari tahu segala hal tentang gadis yang untuk pertama kalinya.

Dan di sinilah pria itu sekarang.

Edgar lantas membawa Navier dalam rangkulannya dan membawa tubuh wanita itu dengan lembut. “Maafkan, aku. Mulai hari ini, aku akan memberikanmu surga.”

“Surga?” beo Navier tanpa sadar, “syukurlah … kalau begitu aku sudah bertemu dengan malaikat.” 

Usai berucap demikian, Navier memejamkan matanya. 

Dia sudah merasa tidak sanggup dan hanya pasrah saat pria yang belum dia ketahui namanya itu memerlakukannya dengan lembut.

“Navier ….” panik Edgar. 

Sebisa mungkin, pria itu mencapai mobil yang dia bawa secepatnya. 

Entah mengapa, firasatnya sangat tidak enak melihat keadaan tunangan kecilnya itu. "Kau harus selamat. Kalau tidak, aku tak tahu berapa banyak nyawa yang melayang untuk bertanggung jawab," geram Edgar membuat siapapun yang mendengar itu pasti merinding seketika.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status