Share

Bab 02

"Apa maksudmu Mas? Melisa akan dioperasi? Bagaimana bisa? Operasi pengangkatan rahim lagi. Ck! Yang benar aja. Pacar aja gak punya." Talita menghempaskan tubuhnya di sampingku.

"Bagaimana bisa kau tau tentang anakmu, jika kau di rumah hanya untuk mandi dan tidur. Setiap hari kau pergi dengan geng sosialitamu itu. Menghamburkan uang dan pulang setelah limitnya kandas."

"Jadi kamu nyalahin aku Mas? Lalu kamu selama ini kemana aja? Kamu sibuk dengan proyek, sibuk mencari mantan istrimu itu kan?"

Aku menoleh ke arah Talita. Menatap wajah tanpa make up yang tetap cantik dan mulus. Di usia kami yang hampir menyentuh setengah abad, dia masih terlihat menawan.

"Jangan menutupi kesalahanmu, dengan mencari-cari kesalahan pada orang lain. Aku bekerja untuk memenuhi kebutuhanmu dan anak-anak kita. Bahkan semua keluargamu hidup dari usahaku Talita. Dan perkara mencari Anaya, bukankah kita sudah bicarakan itu? Kita butuh anak-anak Anaya. Juga untuk kelangsungan hidupmu dan keluargamu bukan? Jadi, jangan bicara omong kosong!"

Talita menghentakkan kakinya ke lantai.

"Seharusnya kau yang berperan penting dalam hidup Melisa. Dia anak perempuan Talita. Kau biarkan dia berkeliaran sesuka hati, kuliah tidak pernah selesai. Kau bilang dia akan jadi seorang model, mana buktinya? Dokter tadi mengatakan, Melisa sudah pernah keguguran berkali-kali." aku mengusap kasar wajahku.

Talita melahirkan tiga orang anak bagiku. Melisa, Radit, dan Virgo. Aku juga punya dua anak perempuan dari Anaya. Aluna dan Anatasya.

Aku menikahi Talita setelah satu tahun menikah dengan Anaya. Aluna dan Melisa lahir di tahun yang sama.

Aku sangat mencintai Melisa lebih dari Aluna. Melisa adalah anak yang cerdas dan sangat cantik. Wajahnya seratus persen jiplakan wajah Talita.

Bagaimana nanti perasaan Melisa, jika tau rahimnya telah diangkat? Bagaimana masa depannya nanti? Apa masih ada pria yang mau menikahi Melisa, wanita tanpa rahim.

Membayangkannya saja, aku bergidik ngeri. Kasihan anakku.

"Aku mau kembali meeting Talita. Jaga Melisa dengan baik. Jangan tinggalkan dia. Kali ini saja. Tolong dengarkan perkataanku!" aku hendak beranjak dari kursi tunggu, namun tangan Melisa mencegahku.

"Meeting aja yang Mas urusin. Melisa gimana? Aku belom sarapan lho Mas. Tungguin napa?"

Aku menyugar rambutku. Masalah perusahaan yang hampir kolaps, memang belum aku ceritakan padanya. Baiklah. Mungkin ini saatnya.

"Tolong bantu aku kali ini aja. Investor yang mau mendanai perusahaan kita, ingin bertemu denganku hari ini. Jika aku tidak datang, dan dana itu tidak jadi mereka salurkan, maka aku akan bangkrut. Kau mau hidup miskin Talita?"

Kepala wanita itu menggeleng cepat. Sorot matanya terlihat bingung dengan penjelasanku.

"Bangkrut? Mana mungkin bisa bangkrut. Kau kan pebisnis Mas."

"Tentu saja bisa, jika uang perusahaan terpakai untuk mendanai kepuasaanmu Talita. Sudah. Turuti saja perintahku. Jangan membantah. Selesai meeting, aku langsung balik ke sini."

Kulangkahkan kaki meninggalkan Talita. Mengurus administrasi. Setelah selesai, aku memacu mobil dengan kecepatan tinggi.

Aku sempat mengirimi pesan kepada Jonathan, sekretarisku, jika aku akan bertemu investor itu. Jonathan bahkan sudah shareloc. Sebuah kafe kekinian. Yang sementara naik daun di i*******m, menjadi tempat pertemuan, pilihan investor itu.

Dua puluh menit kemudian, aku tiba. Setelah memakirkan mobil, aku masuk. Mendapati Jonathan sedang duduk dengan seorang anak muda. Tampan dan sangat bersahaja.

Inikah investor itu? Wow...Dia mungkin baru berusia dua puluh tahun. Sama seperti usia Virgo anak bungsuku.

Virgo masih suka keluyuran, balap motor dan pulang dalam keadaan mabuk. Tapi anak muda ini, sudah menjadi investor. Didikan orang tuanya luar biasa.

"Selamat pagi. Maaf saya terlambat. Ada halangan saat di jalan tadi." Kuulurkan tangan kananku dengan sopan kepada pemuda ini.

Jonathan bahkan ikut berdiri bersamaku. Pemuda itu menyambut dengan hangat. Bahkan saat menggenggam tanganku, tangan kirinya pun ikut menyatu dengan jabatan tangan kami.

"Tidak apa-apa Tuan. Saya turut prihatin atas kecelakaan putri anda. Tadi Bang Jo sudah ceritakan semuanya. Apakah anda baik-baik saja? Bagaimana keadaan putri anda Tuan?"

Aku terkesima. Benar kata orang, dewasa bukan diukur dari usia, tapi dari sikap dan tingkah laku. Anak muda yang sopan.

"Alhamdulillah anak saya baik-baik saja Tuan. Waktu saya kesini dia sementara di tangani oleh tenaga medis."

"Di rumah sakit mana Tuan? Mungkin setelah meeting, saya bisa pergi menjenguknya."

"Di rumah sakit Artama Tuan."

"Oh yah? Kakak sulung saya dokter yang bekerja di rumah sakit itu Tuan. Dia seorang ahli bedah."

"Wah. Luar biasa. Jika tidak merepotkan, dan jika punya waktu, Tuan bisa menjenguk anak saya!"

Kami terlibat obrolan ringan. Santai. Dan ada satu perasaan dekat yang tidak bisa aku jelaskan, yang aku rasakan terhadap anak muda di depanku ini.

"Jadi, bagaimana dengan permohonan kami Tuan? Apakah anda bersedia membantu?" tanyaku hati-hati.

"Yah. Pasti Tuan. Tadinya saya ke sini dengan CEO perusahaan kami. Ibu saya sendiri. Hanya beliau harus cepat-cepat pulang. Kakak perempuan saya yang satunya lagi, akan mengadakan konferensi pers, dan Ibu harus hadir untuk menemani."

Aku terdiam dengan kekaguman. Keluarga yang luar biasa. Kakak sulungnya dokter, kakak keduanya pasti seorang publik figur, dan dia sendiri telah bekerja di perusahaan dengan jabatan yang tinggi.

Seandainya, ketiga anakku seperti mereka. Bahkan sekarang aku di hadapkan dengan masalah yang sebagian besar di sebabkan oleh anak-anak itu. Ini karena Talita yang terlalu memanjakan mereka.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
apa setelah cerai Anaya baru Sadar lagi hamil dan itu anaknya
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
hmmm deskripsi laki2 ayah dn pbisnis yg bod*h....
goodnovel comment avatar
Ida Darwati
itu anak kamu,, kamu menghina menyakiti istrimu,,,istrimu bangkit tahu rasakan kamu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status