Share

Bab 6_MAKAN MALAM

Persiapan Naya hanya memakan waktu kurang dari sepuluh menit. Dimana wanita itu buru-buru keluar dari kamar karena ia tak ingin memberikan alasan pada King untuk melukai keluarganya. Apapun yang terjadi kedepannya nanti ia hanya harus berusaha menyenangkan hati sang suami meski terkesan pasrah tanpa niat pemberontakan.

Rasanya ingin menertawakan kehidupan yang saat ini dirinya jalani. Lucu saja, ketika dulu tangan berdoa sepenuh hati agar mendapatkan suami seperti King justru pria itu pergi meninggalkan ia seorang diri tanpa ada kabar maupun jejak. Kemudian hari ini, di saat hati siap menerima Dian sebagai masa depan dan takdir mengubah kenyataan sesuka hati.

Kebenaran yang selalu menjadi momok trauma untuk diri sendiri mendadak terungkap. Malu? Bukan, hanya saja ia sadar tidak pantas menjadi istri seorang pria baik seperti Dian dan tak memiliki hak untuk menghakimi King karena masa lalu mereka berdua terjalin atas dasar suka sama suka. Kini situasinya sama seperti bintang jatuh yang takkan bisa kembali menghiasi langit malam.

"Ekhem!" dehem King menghentikan langkah Naya yang hampir menuruni anak tangga.

Wanita itu berbalik, lalu melangkahkan kaki menghampiri sang suami. Dimana King melambaikan tangan meminta dirinya mendekat, "Ada yang bisa aku bantu?"

"Jangan tunjukkan wajah kusutmu pada keluargaku! Senyum dan bersikaplah layaknya seorang istri yang menikah dengan orang terkasih dan ya, pikirkan baik-baik sebelum menjawab apapun pertanyaan kedua orang tuaku. Paham?' King terlihat begitu serius bahkan tatapan mata pria itu sangatlah menusuk mencoba menguasai lawan bicaranya.

Apa yang harus dia katakan ketika hanya bisa menjadi budak atas nama pertukaran nyawa dengan kebebasan. Dirinya hanya bisa mengangguk, lalu meraih lengan King membawa pria itu untuk ikut menuruni anak tangga bersama-sama. Bisa dikatakan mereka berdua terlihat bak pasangan romantis meski dari hasil pernikahan paksa.

Andai saja ada teater, maka sudah pasti yang menjadi pemain utama nya adalah mereka berdua. Drama antara suami istri yang bisa menjadi tontonan nan memuaskan. Walau semua itu demi ego dan kepasrahan diri dari dua sisi yang berbeda. Siapa yang bisa menerka isi pikiran manusia?

Langkah kaki terhenti ketika sampai di samping meja makan. Lalu, King menarik kursi seraya mempersilahkan Naya duduk di tempat yang disiapkan olehnya sebagai seorang suami. Kemudian, pria itu ikut duduk disebelah sang istri yang membuat seorang pelayan mendekat dengan niat untuk melayani tuan dan nona muda nya.

Namun, tiba-tiba King mengangkat tangan kanannya sehingga menghentikan langkah si bibi, "Bi, mulai hari ini hanya Naya yang berhak menyiapkan makanan untukku. Kalian semua ingat ini dan jangan ada yang mencoba mengambil alih tugas seorang istri! Paham?"

"Apa kita hanya makan berdua saja?" tanya Naya mengikuti aturan main King karena dengan drama maka ia bisa bersikap tanpa rasa takut sekaligus mencoba mengendalikan emosi hati miliknya sendiri.

Pertanyaan pelan yang diajukan sang menantu pertama terdengar cukup jelas oleh dua insan yang berjalan mendekati meja makan. Aroma parfum sandalwood berpadu fragrance lily menguar menyebar ke udara. Begitu harum dengan ciri khas elegan bagi si pemakainya.

"Good night, everybody. Apa kalian mau mulai makan malam tanpa menunggu para sesepuh?" suara cempreng dengan langkah kaki yang semakin cepat akhirnya menunjukkan jati diri.

Naya menoleh ke belakang tanpa membalikkan badan, apalagi berdiri. Mata mengerjap melihat dari ujung kaki hingga ujung kepala dimana seorang wanita yang terlihat begitu awet muda berjalan menggandeng seorang pria beruban yang mengenakan kacamata kotak berbingkai putih dengan kumis tipis berwarna putih. Dilihat dari usia dan wajah, Naya menyimpulkan bahwa kedua insan itu pasti bagian dari anggota keluarga suaminya.

"Berbaliklah! Papa Matthew dan istri mudanya alias ibu tiriku sudah sampai, kamu tidak perlu menatap mereka seperti baru melihat manusia untuk pertama kalinya saja." titah King tak ingin Naya fokus pada pasangan beda usia yang pasti akan ikut makan bersama mereka berdua.

Nyonya Sahaya atau dipanggil Aya oleh tuan Matthew adalah istri ketiga setelah kedua istri lainnya meninggal dunia. Tidak ada poligami karena papa dari King selalu setia selagi keduanya masih sama-sama hidup di dunia. Akan tetapi sebagai pria yang normal, pria itu tidak ingin bergonta-ganti wanita hanya untuk menjadi teman sisa waktu hidup di dunia.

Aya sendiri baru saja merayakan ulang tahun yang ketiga puluh tahun dan dirayakan dalam bentuk honeymoon bersama sang suami dengan keliling eropa. Malam ini, keduanya kembali ke Indonesia sesuai jadwal yang sudah direncanakan. Alih-alih menjawab pertanyaan sang nyonya besar, Naya mengikuti permintaan King untuk kembali fokus pada tanggung jawab.

Tangan sibuk mengambilkan makanan yang menurutnya cocok untuk menu malam ini. Padahal ia merasa mual melihat betapa banyaknya makanan yang tersaji diatas meja. Mungkin saja maag kambuh mengingat seharian perut dalam keadaan kosong.

Diletakkannya piring ke atas meja dimana King yang sudah menunggu pelayanannya. "Silahkan!"

"Apa begitu caramu melayani suami?" Aya menyindir Naya yang terlihat sangat kaku memanjakan putra kesayangannya.

Memang benar ia hanya istri ketiga, tapi baginya King sudah seperti anak kandung yang harus mendapatkan setiap hal terbaik di setiap pilihan. Jika mungkin seluruh dunia harus tunduk di bawah kekuasaan sang putra. Ambisi seorang ibu hanya satu yaitu kejayaan sang putra tercinta.

Meski begitu, ia tetap memiliki jarak yang tak tampak ketika berhadapan dengan King. Semua itu karena hubungan ayah dan anak yang semakin memburuk. Lihat saja ekspresi datar tuan Matthew karena King sudah membawa wanita ke dalam rumah mereka. Padahal sudah tahu dengan jelas bahwa Naya menantu pertama keluarga mereka.

Naya menundukkan kepala, ia merasa tatapan mata ibu mertua tak menyukai dirinya. Apa karena penampilan atau kasta? Entahlah karena cara beliau menatap sangatlah intens seolah tidak pernah melihat manusia lain selama hidup di dunia atau mungkin hanya perasaannya saja.

Langkah kaki berjalan memutari meja, lalu merengkuh dagu sang menantu hingga tatapan mereka berdua saling bertautan. "Menantu keluarga Matthew, istri dari Darian Kingsley tidak berkah menundukkan pandangan. Apalagi menundukkan kepala, kesalahan pertama dan terakhirmu hanya sekali dan jika kau ulangi lagi. Jangan salahkan tanganku mengajarimu dengan tindakan dan bukan sekedar peringatan. Camkan itu baik-baik!"

Ancaman yang diberikan sang ibu mertua bukan hanya omong kosong belaka. Jemari lentik yang berhias cat kuku berwarna putih kemilau mengeratkan cengkraman sesaat, lalu menghempaskan wajah Naya tanpa perasaan. Wanita itu tanpa rasa takut menunjukkan sisi garangnya agar bisa dimengerti oleh istri pilihan Darian sendiri.

Kemudian kembali melangkahkan kaki menuju kursi miliknya. Makan malam kembali dilanjutkan tanpa ada masalah lain lagi, tetapi emosi hati di dalam dada menggetarkan rasa. Kenapa Darian tetap diam saja melihat semua yang terjadi pada dirinya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status