Share

Bab 5_PERHATIAN DAN AMARAH KING

Kenyataannya adalah dunia selalu menghempaskan harapan dari setiap insan yang mendambakan kasih sayang tanpa syarat. Termasuk dirinya, apapun yang sudah ditakdirkan oleh Allah SWT, maka sebagai hamba Nya hanya bisa beradaptasi, bertawakal, ikhtiar lalu memasrahkan segala sesuatunya pada Yang Maha Kuasa.

Ini bukan tentang agama, melainkan titik kehidupan setiap insan di dunia yang pasti akan menjalani fase sama dengan ujian berbeda. Seperti diamnya sang tuan muda yang menikmati gerakan tangan maju mundur mencium dinding kamar mandi. Sekali, dua kali hantaman dengan suara yang begitu memilukan menghadirkan derai warna merah menjadi akhir pelampiasan.

Aroma anyir menyeruak menghadirkan senyum devil menghiasi wajah King. Pria itu tampak menikmati rasa perih, pegal dan juga ngilu di tangan kanannya. Sadar tidak akan bebas beraktivitas nantinya, tapi ia tak peduli akan hal itu. Sementara di luar kamar mandi, Naya baru saja sadar.

Wanita itu mencoba menyesuaikan pandangan matanya yang masih samar dengan tangan memegang kepala karena terasa berputar seperti baling-baling. Entah apa yang terjadi dan dimana dirinya berada saat ini, begitulah pemikirannya dalam dua detik pertama menyambut kesadarannya kembali.

Namun detik berikutnya mulai mengingat tentang pernikahan paksa yang kini menjerat kehidupannya sebagai istri sang mantan kekasih. Kebenaran memang selalu pahit dan tidak bisa diganggu gugat, sama halnya kehidupan rumah tangga yang tidak pernah dirinya impikan. Andai saja King meminta secara baik-baik, mungkin hati berusaha menerima pria itu secara perlahan.

Sudahlah. King yang kini menjadi suaminya sangat jauh berbeda dari kepribadian sang mantan. Memang benar, pria itu telah mencampakkan dirinya setelah malam penyatuan. Akan tetapi jujur saja, selama menjalin hubungan tidak sekalipun ada tidak kekerasan. Lalu, bagaimana tiba-tiba karakter seseorang berubah hanya dalam hitungan setahun?

Bolehkah penasaran? Hati merasa ada perbedaan antara sang suami dan sang mantan hanya saja, itu tidaklah mungkin, "King, masihkah kamu ingat tentang hubungan kita? Bukankah tidak seburuk ini, aku tidak ingin percaya tetapi darah yang mewarnai hari pernikahan kita masih terekam jelas di benakku."

"Ayah, bunda, Naya kangen kalian. Bisakah putrimu ini kuat menjalani rumah tangga dengan separuh kebencian yang memenuhi hati?" Lelah pikiran yang tidak mampu ia kendalikan kembali menyapa kesunyian dalam kesendirian.

Apalah arti sisa harapan ketika kenyataan sudah menjadi kepastian. Perjalanan baru dimulai dengan langkah kaki yang tidak siap menapaki setiap persimpangan di depan nanti. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, dimana siang berganti malam tanpa ada percakapan yang menjadi pemisah kesalahpahaman.

Dilemparkannya gaun hitam tanpa lengan ke atas ranjang tanpa memperhatikan wajah yang menundukkan pandangan. "Cepat bersihkan dirimu dan pakai gaun itu!"

Suara keras King bukan hanya terdengar jelas, tetapi benar-benar memekakkan telinga. Tubuh lemah terasa kian tak bertenaga karena seharian ini, ia bahkan tidak minum apalagi menikmati makanan. Rasa lapar yang mendera selalu diabaikannya tanpa keinginan lain lagi.

Langkah kaki berjalan sempoyongan tanpa sandaran. Naya tampak begitu lemas bahkan hampir saja jatuh membentur dinding jika tidak ditarik King diwaktu yang tepat. Raga yang merengkuh menikmati hangatnya debaran dada bersambut tubuh yang seketika melayang kembali menghadirkan kesadaran tetapi tak sanggup memberikan keluhan.

King menurunkan Naya begitu sampai di dalam kamar mandi. Pria itu menyiapkan kebutuhan istrinya agar mempersingkat waktu tapi yang diperhatikan justru hanya terdiam menatap ke bawah. Geram melihat itu sehingga tanpa ada kata peringatan, diraihnya pinggang si wanita seraya merampas dagu sang istri.

Tatapan mata saling beradu mencoba menenggelamkan diri akan rasa yang pasti masih sama. Begitulah pikir Naya, sayangnya King tak berminat melakukan hal lebih. Pria itu hanya menurunkan resleting gaun pengantin, lalu meraihi tangan Naya agar memegang gaun ujung gaun supaya tidak merosot.

"Cepat mandi! JIka masih ada drama lagi, bukan salahku untuk melukai orang terkasihmu," King menyudahi bantuannya untuk wanita yang tidak pernah ia harapkan.

Suara bantingan pintu mengembalikan kesadaran dan menghempaskan sisa kepercayaan. Benarkah King sudah berubah? Jika memang tidak ingin menikah, lalu kenapa mengucapkan ikrar janji suci? Seharusnya biarkan saja dirinya menikah dengan Dian.

Kemelut di dalam benak Naya tak bisa mengubah fakta yang ada. Dimana waktu yang diberikan King seperti mesin penentu takdir. Ia hidup di antara tekanan, paksaan tetapi tanpa ada negosiasi. Bukan kerja rodi, melainkan pertukaran nyawa tanpa sentuhan belati.

Dua puluh menit telah berlalu, wanita itu keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk yang menutupi bagian tengah saja. Tekad sudah bulat, jika ingin berani maka harus dimulai dari kamar tempat mereka berdua tinggal. Dilepaskannya handuk hingga melesat jatuh tanpa ditahan yang membuat King terdiam dengan tatapan datar melihat pemandangan gratis di depan mata.

Tubuh mulus dengan aset nan menggoda bisa saja membuat banyak pria tergila-gila, tapi semua itu bukan untuk dirinya. Ia masih waras dan beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan menghampiri Naya tanpa melepaskan pandangan dari pesona sang istri. Wanita itu pasti berpikir, seandainya bisa menghabiskan malam bersama lagi mungkin kehidupan akan berubah.

Diambilnya handuk yang melingkar di bawah kaki hingga semakin mendekatkan diri pada godaan seorang wanita, lalu kembali memasangkan kain setengah basah itu agar menutupi aset masa depan milik seseorang. Kemudian berbalik tanpa menyentuh pasangan halalnya. Gumaman heran yang ia dengar menjadi bukti bahwa Naya sengaja melakukan semua itu.

"Jangan membangunkan singa dengan cara murahan. Jadilah istri yang terhormat dan jaga tabiatmu! Ingatlah kamu itu, istri tuan muda Darian Kingsley." tukas King sebelum berlalu pergi meninggalkan kamar sembari membawa laptop dari atas meja.

Suara King lebih seperti peringatan seolah pria itu sendiri tidak berhak memiliki dirinya. Apakah itu hanya perasaan sekilas karena banyak pikiran atau memang ada alasan lain dibalik pernikahan mereka berdua. Niat hati ingin meluluhkan keras kepala sang suami tetapi berakhir rasa malu.

Murahan? Satu kata itu sudah cukup menjelaskan bahwa ia tak di anggap sebagai istri. Lalu dimana posisinya saat ini? Siapa yang harus ia ikuti ketika hubungan saja seperti pertemuan bumi dan langit yang memiliki pemisah sebagai jarak tuk bersua.

Entah rasa yang kian tak menentu pada akhirnya akan menenggelamkan jiwa atau ia akan bertahan di tengah badai dan mencoba tetap mempertahankan kewarasan selama raga masih bernyawa. Lagi pula, kehidupan di dunia nan fana hanya memiliki dua kemungkinan dari setiap jalan yang bisa mengubah banyak hal tanpa melepaskan sisa harapan.

Aku harus cari tahu, apa alasanmu kembali di hari pernikahanku.~batin Naya, lalu melepaskan handuknya sekali lagi begitu King sudah keluar dari kamar mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status