"Aku benci dengannya, kumohon bantu aku melupakan Brandon sialan itu! Suamiku jauh-jauh lebih baik darinya, ya... Suamiku terbaik!" Frisca meracau dan mengoceh sesuka hatinya disela mabuknya saat ini. Daniel menggendongnya membawanya masuk ke dalam rumah dengan ekspresi kesal. "Kak Daniel... Apa kau mabuk? Minuman itu pahit, tidak enak, Kak Daniel!" seru Frisca seraya tertawa dan mengusap pundak Daniel. "Diamlah Frisca," balas Daniel mengeratkan dekapannya. Daniel membuka pintu kamarnya dan menutupnya kembali. Laki-laki itu merebahkan Frisca di atas ranjangnya.Daniel melepaskan dasi Navy yang ia pakai dan melemparkannya sembarangan. Frisca sudah diam dan memejamkan kedua matanya dengan tenang. Daniel menatap atasan yang Frisca pakai basah dengan warna ungu minuman yang membuat istrinya itu mabuk. "Ck! Ada-ada saja! Dasar bodoh, kenapa kau bisa mau dibuat mabuk, Frisca!" omel Daniel kini melepaskan kancing blouse yang Frisca pakai. Laki-laki itu membuka lemari dan mengambil pak
"Aku ingin kita bertukar ponsel, kau mau?" Frisca menoleh cepat dan ternganga seketika saat Daniel memberikannya tawaran aneh. "Tidak mau! Nanti kalau rekan kerjamu menghubungi bagaimana?! Aku tidak segila itu, Kak Daniel!" pekik Frisca menolak. "Tapi aku curiga, jadi lebih baik aku yang membawa ponselmu!" jawab Daniel. Decakan lidah terdengar dari Frisca. "Curiga apa lagi?! Kau pikir aku ini wanita yang dengan mudahnya berselingkuh, begitu?!" Daniel menggeleng tanpa menghentikan melajukan mobilnya. Sengaja ia ingin memancing Frisca untuk tidak bermain ponsel lebih dulu. "Kalau begitu aku akan memberikanmu dua pilihan!" Daniel berseru."Apa itu?" "Berikan ponselmu padaku, atau beli ponsel baru?!" "Ya barulah!" pekik Frisca berbunga-bunga. "Aku mau baru ya, Kak Daniel. Yang keluaran terbaru, warna pink dengan cast unicorn! Okay... Bagaimana? Suamiku... Mau, ya, ya, ya?!"Daniel tersenyum kecil. "Kecup dulu, baru nanti pulang dari pertemuan kita beli!" "Yes! Asyik... Terima kas
"Aku tidak boleh takut dengan siapapun, aku harus beran menghadapi semuanya. Mungkin sudah saatnya mereka semua tahu antara aku dan Kak Daniel yang sesungguhnya." Frisca berucap lirih menatap lorong kampus yang kini masih sepi. Gadis itu berangkat jauh lebih awal dari biasanya bahkan ia juga meninggalkan Daniel di rumah sendirian. Kini Frisca berjalan ke arah tempat duduknya, ia baru saja duduk dan melihat banyak sekali barang dalam kotak hitam di dalam lorong bangku tempat duduk Firsca. "Apa ini?" ucap Fridca dengan wajahnya yang terkejut dan sangat tegang. Frisca membuka semua kotak yang ada di hadapannya, semuanya berisi surat-surat dengan ancaman yang mengerikan. "Kau benar-benar wanita yang berani macam-macam denganku, Frisca. Semua akan tersebar luas, antara kau dan dosen itu. Kau akan merasakan apa yang aku rasakan dan kau juga akan menikmati bagaimana rasanya dikucilkan dan semakin dibenci oleh Papamu!" Frisca melemparkan kertas yang baru saja ia pegang dengan kedua mat
"Aku khawatir dengan keadaan Frisca, hal ini bisa merusak mentalnya." Daniel memijit pelipisnya dengan kedua matanya yang terpejam pelan. Dante di hadapannya sudah uring-uringan sejak tadi. "Apa kau tidak mencari tahu hah?! Tidak mungkin ini semua ulah Brandon, dia sudah pergi jauh," ujar Dante menatap tegas pada Daiel. "Tapi ini semua juga bukan ulah Leon. Aku sudah menemuinya!" jawab Daniel. Dante memejamkan kedua matanya dan ia begitu berpikir keras-keras mencari tahu siapa dalang di balik semua ini. Mereka berdua tengah berada di kantor milik Dante. Sengaja Daniel tidak pergi ke mana-mana hari ini, ia ingin menjelaskan keadaan Frisca pada Dante. Apapun yang Daniel lakukan, ia tetap akan meminta persetujuan dari Dante, karena Daniel terlalu takut kalau saja tidakannya akan menyakiti Frisca. Dante menganggukkan kepalanya pelan. "Kita akan mencari tahu bersama-sama. Aku tidak yakin kalau Brandon yang melakukan hal ini, si sialan itu sekarang berada di Jerman. Papaku yang mengat
"Buang semua ini! Jangan sampai ada satu orang pun yang mengizinkan seseorang masuk ke dalam rumahku tanpa seizin dariku!" Daniel berteriak marah-marah pada penjaga depan setelah seseorang mengirimkan paket berisi banyak sekali foto-foto Frisca yang diedit dengan sangat menjijikkan dan banyaknya surat berisi ancaman untuk menghabisi Frisca. Frisca yang berdiri di bawah anak tangga hanya diam memperhatikan suaminya yang sangat tegas meminta semua orang menjaganya. "Bakar bunga-bunga dan semua barang yang ada dalam box itu!" perintah Daniel menatap Kevin, anak buahnya. "Baik Tuan." Kevin langsung membawa kotak-kotak itu keluar dari dalam rumah. Daniel menoleh pada Frisca yang menunjukkan wajah cemas, gadis itu berlari ke arahnya dan langsung memeluknya dengan sangat erat. Usapan lembut tangan Daniel di punggung Frisca membuat gadis itu mendongak menatapnya. "Tidak papa, jangan dipikirkan." Daniel mengecup pucuk kepala Frisca. "Tadi apa isinya? Surat-surat lagi?" tanya Frisca men
Frisca sadar sejak tadi ia tidak mendapati Daniel saat dirinya bangun dari tidurnya, bahkan Frisca sudah mencoba menghubunginya. "Ke mana Daniel, kenapa kalau dia pergi dia tidak menghubungiku lebih dulu?" Frisca berdiri di balkon kamarnya menggenggam ponsel miliknya sejak tadi. Gadis itu menatap langit malam yang gelap dan jam menunjukkan pukul tepat tengah malam. Tidak biasanya Daniel akan pergi sampai tengah malam dia belum pulang. Frisca kian cemas dan takut kalau terjadi hal yang buruk pada sang suami. "Ya Tuhan, bagaimana kalau terjadi hal buruk pada suamiku? Apa yang harus aku lakukan sekarang ini?" Ponsel yang Frisca genggam kini berdering, nampak sebuah nomor tanpa nama yang menghubunginya. "Siapa ini?" Frisca takut kalau itu hanya nomor orang yang menjahatinya. "Angkat tidak ya?" Beberapa detik lamanya Frisca menimbang ingin menjawab panggilan itu atau tidak sebelum akhirnya ia memberanikan dirinya menjawab panggilan tersebut. "Ha... Halo? Ini siap...." "Halo Nyonya,
Dante mengajak Daniel ke rumahnya, ia ingin mengambil beberapa file penting yang berada dalam laptopnya yang berhubungan dengan keberadaan Brandon, mantan Frisca. Mereka baru saja sampai di rumah Daniel dan masuk ke dalam rumah, di sana rupanya Tarisa dan Johan masih berada di ruang keluarga. "Dante, Daniel... Kalian mau ke mana?" tanya Tarisa yang terkejut dengan kedatangan mereka berdua. "Ada kabar buruk Ma," ujar Dante mengusap wajahnya yang menahan marah. Tarisa dan Johan langsung bangkit dari duduknya. Mamanya langsung paham dan ia terlihat sangat cemas seketika. "Ada apa? Kenapa dengan Frisca? Di mana Frisca saat ini, Daniel?" tanya Tarisa mendekati mereka berdua. Daniel memejamkan kedua matanya dan mengusap wajahnya frustasi. "Frisca diculik Ma," jawab Daniel. "Di... Diculik?!" teriak Tarisa membekam mulutnya dan kedua matanya langsung berkaca-kaca. "Ka... Kalian pasti hanya bercanda saja kan? Kalian pasti membohongi Mama saja kan?!" Dante dan Daniel hanya diam menunjuk
"Kak Dante... Kenapa dia tidak mengatakan hal ini dari awal? Kenapa dia harus menyembunyikan ini semua dariku?"Frisca duduk meringkuk memeluk kedua lututnya dia atas tumpukan jerami di dalam sebuah ruangan pengap hanya dengan satu jendela kaca kecil dan pintu yang terkunci. Tatapan Frisca begitu nanar menelisik ruangan gelap yang membuatnya jengah. Perlahan ia bangkit mendekati jendela kaca kecil di sudut ruangan. Frisca berdiri di sana menatap ke arah luar yang sangat dingin. Pemandangan laut yang indah, rupanya saat ini ia dikurung di dalam tempat ketinggian. Tidak tahu mana utara dan selatan saat gelap, jam berapa sekarang pun Frisca juga tidak tahu. "Mungkin kalau Kakak memberitahuku, aku tidak akan percaya padanya dan hanya akan membuat aku marah. Jadi dia melakukan hal ini," lirih Frisca mencoba berpikir terbuka. Frisca tertunduk menatap cincin pernikahannya dengan Daniel. Air matanya terjatuh, ia merasa sangat-sangat patah hati dengan apa yang kini ia rasakan. "Daniel to