"Bagaimana? Sudah bertemu dengan Justin?!" Miko tersenyum menatap adiknya yang memasang tampang kesal. Di samping Celia ada Justin yang tersenyum kepadanya. "Kalian ini niat sekali membuatku kesal, aku sampai seharian nangis," seru Celia, ia menendang kaki Miko yang duduk di sampingnya. Daniel dan Frisca tersenyum tipis. Mereka tidak bepergian jauh, mereka hanya sedang berkunjung ke vila baru yang dibeli Miko beberapa Minggu yang lalu. Sengaja juga mengerjai Celia. Daniel menghela napasnya pelan, laki-laki itu menatap pemuda tampan yang duduk di samping Celia. "Kau tidak kembali lagi ke London, Justin?" tanya Daniel menatap pemuda itu. "Tidak Om, saya mungkin akan ke sana nanti, bersama Celia." Justin menjawabnya seraya menatap Celia. Gadis cantik itu jelas saja langsung berseri-seri dan mengangguk antusias. "Halah, giliran begitu aja antusias banget!" Miko menarik pipi Celia dengan kuat hingga sang empu memekik melebarkan kedua matanya. Sontak, Justin langsung menepis tangan
Keesokan harinya.Justin ternyata datang ke rumah Celia lagi, bahkan sangat pagi-pagi sekali laki-laki itu menjemput Celia. Dia mengajak gadis cantiknya pergi ke suatu tempat, memaksanya dengan sabar karena tahu suasana hati Celia yang sangat buruk pagi ini. "Kau mau mengajakku pergi ke mana, Justin?" tanya Celia dengan wajah malas, dia menatap ke arah luar jendela mobil hitam milik laki-laki itu. "Ke suatu tempat." Justin tersenyum tipis. "Kenapa manyun saja, hem? Ada masalah?" tanya Justin mengusap pucuk kepala Celia. Gadis itu mengangguk. "Kenapa kau masih bisa sesantai ini setelah semalam Papaku mengatakan hal buruk tentang kita, kenapa?" Kening Justin mengerut, laki-laki itu tidak menjawab dan ia sendiri juga tidak tahu apa yang sebenarnya Celia maksud saat ini. Sampai beberapa menit kemudian, mereka sampai di sebuah tempat. Kedua mata Celia melebar dan angin pagi yang semilir menyapanya dengan sangat lembut. Tidak terlalu menikmati perjalanan, tapi tiba-tiba mereka sudah
"Percuma kamu menangis! Laki-laki yang baik tidak akan meninggalkan calon istrinya di atas pelaminan, Kakak tidak akan memaafkan pecundang itu lagi!" Frisca Tarinka, gadis dua puluh tahun dengan balutan gaun pengantin yang kini menangis memeluk boneka unicorn berwarna pink miliknya. Perasaannya yang kacau di hari pernikahannya saat ini. Calon suaminya, Brandon yang pergi tanpa kabar dan jejak tepat di hari -H pernikahannya dengan Frisca. Padahal mereka sudah dekat dan menjalin hubungan istimewa lebih dari tiga tahunan sejak masih sekolah, tapi nyatanya Brandon malah mengkhianatinya. Hal itu membuat keluarga Frisca kesal dan marah, belum lagi harus menanggung malu lantaran semua tamu undangan sudah berkumpul di sana. "Sudahlah Pa, bubarin aja," lirih Frisca mengusap air matanya yang masih mengalir. "Bubar gimana? Semua tamu sudah berkumpul di depan, Frisca! Ini bukan upacara yang bisa bubar barisan jalan! Ini pernikahan!" pekik Johan memarahi putrinya. Frisca malah menangis, di
Setelah resepsi pernikahan selesai, bagai mimpi yang tidak pernah terbayangkan oleh Frisca akan menikah dan tinggal bersama Daniel, Dosen Killer di kampusnya, musuhnya, sahabat Kakaknya, sekaligus orang yang pernah ia tolak cintanya mentah-mentah. Kali ini Frisca berdiri di hadapan sebuah rumah megah milik Daniel. Seperti janji di awal kalau sudah menikah, Frisca akan tinggal dengan Daniel. Frisca terdiam, ia ternganga menatap rumah megah milik suaminya yang nampak bagai istana di negeri dongeng, sambil memeluk boneka unicorn miliknya yang tidak pernah ketinggalan. "I... Ini rumah Kakak?" tanya Frisca menatap kagum bangunan model Italian tersebut. "Heem, ini gubukku," jawab Daniel. "What the... Gubuk?!" pekik Frisca melebarkan kedua matanya ternganga. Ia menatap laki-laki yang kini menjadi suaminya itu, Daniel tersenyum miring melirik Frisca. "Gila, kalau yang modelan ini gubuk, lalu rumahku apa? Kandang kucing?" cicit Frisca berdiri di belakang Daniel. Pintu rumah megah itu t
Kedua mata Frisca malas terbuka saat cahaya hangat menyinari wajahnya. Gadis itu menarik selimutnya dan menyembunyikan wajahnya hingga aroma maskulin selimut putih itu membuat Frisca tersadar akan suatu hal. Kali ini ia benar-benar membuka lebar kedua matanya menyadari dirinya berada di dalam sebuah kamar, milik Daniel. "Harusnya aku menikah dengan Brandon," lirih Frisca mencengkeram erat selimutnya, "Brandon, tega sekali kau padaku. Kau menjanjikan banyak hal padaku, tapi saat menikah kenapa kau malah hilang?" Frisca menangis saat bayangan bahagia bersama kekasihnya muncul dalam benaknya. Tanpa beranjak ia menangis di sana, malah dirinya kini menjadi istri dari laki-laki yang lima tahun lebih tua darinya, laki-laki yang tidak terlalu ia sukai karena Daniel yang sengak dan dingin. "Brandon, kau ke mana?" lirih Frisca menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia menangis kuat menyadari kesedihannya datang di akhir penantian kebahagiaan yang ia impikan. Tangisan Frisca pelah
Setelah tiga hari menikah dengan Daniel, Frisca kembali memutuskan untuk berkuliah seperti biasa. Ia yakin dua sahabatnya pasti menunggunya dari liburan pernikahan. Frisca sudah berada di kampus saat ini, terpaksa ia berangkat lebih pagi, bahkan saat Daniel masih bersiap-siap, Frisca sudah mengendap-endap pergi. "Frisca! Oh my gosh!" Suara teriakan melengking membuat langkah Frisca terhenti seketika. Ia menoleh ke belakang di mana Anastasia dan Allana berdiri melambaikan tangannya. Senyuman Frisca mengembang saat kedua sahabatnya itu berlari dan langsung memeluknya dengan erat. "Kangen," seru Allana merengek. "Sama, aku juga kangen banget sama kalian," ujar Frisca menatap mereka berdua. "Oh ya, happy wedding ya bestie, semoga bahagia selalu, meskipun kau tidak mengundangku!" seru Anastasia dengan wajah kesalnya. Ekspresi Frisca langsung berubah detik itu juga, ia menggaruk pelan tengkuk lehernya dan mengangguk saja. Sebisa mungkin ia bersandiwara kalau tidak terjadi apapun da
"Aku mau dua, boneka Unicorn dua! Yang pink dan biru!"Frisca tersenyum manis menenteng dua paper bag besar, semantara Daniel sibuk memeluk dua boneka besar yang baru saja Frisca ambil.Senyuman Frisca mengembang, benar apa yang Kakaknya bilang kalau Daniel itu sangat kaya raya, dan kebetulan Frisca sangat menyukai yang namanya hadiah."Sekarang sudah, ayo kita pulang," ajak Daniel menoleh pada Frisca."Em, apa kau tidak ingin mengajak aku makan?""Tidak! Makan di rumah lebih baik, makanan di luar belum tentu menjaga kesehatanmu!" jawab Daniel ketus.Frisca terkekeh mendengarnya, ia hanya ikut saja dengan apa yang suaminya katakan. Bersama Daniel, rasa yang Frisca alami saat ini sama halnya ia bersama dengan Dante.Frisca merasa semua kesedihannya dapat tertutupi dengan baik. Mereka berdua keluar dari dalam mall. Daniel membawa dua boneka Unicorn milik Frisca ke dalam mobil."Kak Daniel," panggil Frisca pelan saat mobil mereka sudah melaju."Heem, mau beli apa lagi?""Tidak. Aku tidak
Daniel berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya usai Dante pulang sejak beberapa menit yang lalu. Laki-laki itu membuka pintu kamarnya perlahan. Tatapannya tertuju pada Frisca yang sudah tertidur di atas ranjang."Gadis ini," lirih Daniel mendekatinya.Daniel meraih selimut dan menutupkan pada tubuh istrinya. Ditatapnya wajah Frisca yang tenang dan ia meninggalkan satu kecupan manis di pipi dan kening istri kecilnya."Jangan bandel, Sayang," bisik Daniel mengusap punggung tangan Frisca. "Lupakan dia dan mulailah semuanya denganku, Frisca. Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan selagi aku bisa menggapainya."Satu kecupan lagi di punggung tangan Frisca sebelum perlahan Daniel berjalan tanpa suara mendekati lemari pakaian dan segera bergegas membersihkan dirinya.Butuh beberapa menit Daniel mandi hingga ia kembali masuk ke dalam kamarnya saat Frisca yang sudah duduk di atas ranjang dengan wajah mengantuk menoleh ke kanan dan ke kiri kebingungan."Hei, ada apa?" tanya Daniel men