Share

Istri Manja Om Duda
Istri Manja Om Duda
Author: Hannfirda

Chapter 01

"Perkenalkan, ini calon suami kamu, Reina."

Reina membelalak.

"Ha? Kenal aja enggak! Calon suami? Tapi saya punya pacar lho, Pak Pram."

"Ya tinggal diputusin," cetus si Om Ganteng. "Gitu aja apa susahnya sih?"

Reina mendelik tak suka. Siapa sih manusia dengan tingkat percaya diri yang tinggi itu? Kenapa ikut-ikutan segala? Kan Reina makin kesal!

Jika yang terjadi sekarang ini merupakan sebuah mimpi, tolonglah! Siapa saja—tolong bangunkan Reina!

Mulai dari kematian orang tuanya, hingga pada detik Pak Pram—pengacara papanya—datang ke rumah dan membawa om-om ganteng yang diperkenalkan sebagai calon suaminya.

Dunia memang sedang kacau-kacaunya. Tetapi jika permintaan terakhir papanya ialah menikahi om-om ganteng yang kelewat ketus itu, bisa dipastikan Reina yang akan terguncang dan dunianya yang oleng sana-sini.

Pak Pram menjentikkan jari tepat di depan Reina untuk menyadarkan gadis itu. Sebab mulutnya menganga begitu lebar, harus ditutup supaya tidak membuat ilfeel si Om Ganteng dan tidak menelan lalat.

"Eherm," Reina berdeham. Masih terkejut, tapi berusaha untuk tetap tampil cantik. Tidak bisa dimungkiri, laki-laki yang duduk di samping Pak Pram itu membuatnya gugup. Entah karena mau mengajak bertempur atau adu tatapan tajam, yang jelas Reina bakalan kalah.

"Sebentar ya, Pak Pram. Ini saya lagi bermimpi kan? Mimpi itu bisa beragam jenisnya, jadi kemungkinan besar saya masih tidur di kamar saya." Reina bangkit. "Kalau begitu? Saya balik ke kamar dulu ya, Pak? Saya balik tidur lagi biar bisa bangun ke dunia nyata."

Reina sungguh kembali ke kamarnya. Pak Pram dan Om Ganteng menunggu dengan sabar di ruang tamu. Mereka membiarkan Reina bertingkah semaunya.

Sepuluh menit kemudian, Reina berlari sekuat tenaga ke ruang tamu untuk memastikan keberadaan Pak Pram dan Om Ganteng.

"Lho? Bukan mimpi?"

Pak Pram tersenyum kalem, "Sayangnya tidak, Nona. Begitu juga dengan permintaan terakhir Tuan Besar mengenai masa depan Nona."

Reina memandang ngeri Om Ganteng yang memberikan tatapan menghunus itu. Dia harus menikah dengan laki-laki itu? Padahal dia sendiri mempunyai pacar. Papanya saja tau, tapi tetap melayangkan permintaan terakhir seperti itu.

"Nona Reina?"

"I-iya, Pak?"

"Saya hanya menjalankan permintaan terakhir Tuan Besar dengan sepenuh hati. Maaf kalau lancang, tapi saya harap, Nona bisa memikirkannya dengan baik. Ini permintaan Tuan Besar yang sangat berharga dan pastinya sebisa mungkin harus dilakukan."

Reina menduduki salah satu sofa tunggal dengan gumaman yang tak dapat didengar oleh dua laki-laki itu. Sesungguhnya dia masih berduka. Belum genap satu minggu kedua orang tuanya berpulang ke hadapan Tuhan, sekarang malah mendapatkan kenyataan semacam ini.

Menikah bukan perkara sepele. Diam-diam, Reina mempunyai keinginan untuk berdiri di atas pelaminan bersama pacarnya—Andre. Tahun depan, dia mengharapkan rencana itu berjalan mulus. Namun orang tuanya telah tiada.

Maka haruskah dia mewujudkan permintaan terakhir papanya itu?

Seharusnya memang iya, tetapi hatinya masih dirundung pilu. Begitu pula dengan kebingungan yang merajalela.

"Kasih saya waktu, Pak Pram." Reina memberanikan diri untuk menatap Pak Pram dan Om Ganteng itu secara bergantian. "Terima kasih sudah memberitahu saya soal perjodohan ini, tapi saya masih harus memikirkan bagaimana caranya menyelesaikan hubungan saya dengan pacar saya."

"Baik, Nona Reina."

Pak Pram berdiri, ikuti Om Ganteng yang masih memberinya tatapan peperangan. Reina tidak paham. Sebenarnya laki-laki mau apa sih? Dia kemari cuma mau mengibarkan bendera perang atau bagaimana?

"Tiga hari, cukup?"

"Ha? Apanya, Pak?"

"Keputusan Nona Reina, saya beri waktu tiga hari, cukup kan?"

"Lah? Cepet banget, Pak? Biasanya juga orang-orang selalu ngasih waktu satu atau dua minggu, apalagi ini soal perasaan lho, Pak! Masa perasaan saya cuma bernilai tiga hari aja?"

Pak Pram hanya mengulum senyum. Sudah biasa melihat tingkah ajaib Reina yang tidak bisa berlaku feminim atau elegan. Maka dari itu, almarhum papanya—Hindrawan, menyisihkan waktu untuk menulis permintaan terakhir tersebut yang berhasil dititipkan ke tangannya.

"Tiga hari lagi saya datang ke sini, Nona Reina. Sekalian dengan lamarannya yang akan diadakan malam itu juga."

"Loh? Kok langsung ngegas, Pak?!"

"Maaf, Nona Reina. Saya hanya melakukan sesuatu yang telah dipersiapkan oleh Tuan Besar. Beliau telah mempersiapkan segalanya. Lamaran diadakan secepat mungkin begitu Nona setuju untuk berpisah dengan pacar Nona, diikuti pernikahan yang akan diselenggarakan dua pekan setelahnya."

"Ha?"

Reina kembali membuka mulutnya lebar-lebar. Sudah pemberitahuannya mendadak, pernikahannya pun mendadak. Diam-diam, sudut mata gadis itu mendapati Om Ganteng yang menatapnya seperti hendak menguliti hidup-hidup.

•••••

"Nikah?"

"Kok Andre nggak kabar-kabar sih?"

Reina memberengut kesal. Dipandanginya kedua sahabatnya secara bergantian. "Bukan sama Andre."

Siang itu Reina bertemu dengan dua sahabatnya untuk membahas permintaan mendiang papanya yang sangat mendadak. Pasalnya, baru beberapa hari yang lalu gadis itu membahas rencana dan keinginannya untuk menikah dengan Andre. Tiba-tiba saja, semuanya berubah seratus delapan puluh derajat.

"Lah? Terus sama siapa?" tanya gadis berambut sebahu yang bernama Tara.

Satu lagi sahabatnya yang bernama Rendi, menyimak dengan kening berkerut. Reina mendengus lelah. Berbagai jenis masakan yang tersaji di hadapannya tidak ada yang mampu menggugah selera makannya. Kenyataan mengenai masa depannya yang harus menikah dengan seorang om-om itu sungguh menguras pikiran.

"Nikah sama om-om."

Hening.

Tara menghentikan kunyahannya, sedangkan Rendi berkedip selama beberapa kali. Reina memandang keduanya, menantikan reaksi lanjutan macam apa yang akan dia dapatkan.

Tetapi ekspetasinya hancur ketika dua manusia itu malah mengangguk dan meneruskan kegiatan masing-masing.

"Ganteng nggak?"

"Duda atau memang perjaka tua nih?"

"Ya ganteng sih, eh—kok kamu malah bingung soal ganteng atau enggaknya sih? Nggak bingung sama masa depanku?" Gerutu Reina. Gadis itu sedikit kesal, bukannya mereka memberi masukan terkait apa yang harus dia lakukan, justru mereka menanyakan ketampanan calon suaminya yang dipaksakan itu.

Memang pernikahannya itu merupakan permintaan terakhir sang papa. Tetapi kalau dia belum siap, bagaimana?

Dia juga tidak bisa menjamin apakah Om Ganteng itu baik atau tidak. Begitu pula dengan statusnya.

"Kalau status, aku memang nggak tau—bisa jadi duda, bisa jadi masih single dan perjaka. " Ucap Reina mengangkat bahunya sembari menyesap minuman yang ada di tangannya.

Belum sempat minuman itu masuk ke tenggorokannya, Reina seolah membeku ketika merasakan sentuhan dari tangan seorang lelaki di bahunya.

"Saya duda."

•••••

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dek Nanacaem
aku suka banget sama novel ini semangat ya Thor terus berkarya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status