Beranda / Romansa / Istri Muda / 5. Anu apa sih?

Share

5. Anu apa sih?

last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-28 23:29:48

Huri tergelak melihat wajah pucat pasi suaminya. Bagaikan sedang berhadapan dengan malaikat maut. Yah ... bisa dibilang seperti itu. Menikah dengan Huri, seperti mengantarkan nyawanya ke liang lahat. Sambil merasa kengerian, Elang juga merasa terpesona dengan tawa gadis itu. Segar dan tidak dibuat-buat.

"Abang gak usah takut," ujarnya setelah tawa itu reda.

"Kalau semua pria yang melamar kamu mati, apalagi saya yang langsung menikahi kamu," sahut Elang dengan jakun naik turun.

"Justru itu, makanya Mama gak mau Abang lamar Huri, tapi langsung dinikahkan. Manusia dan jin, masih lebih cerdas manusia, Bang." Bulu tangan dan tengkuk Elang berdiri seketika. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri, memastikan keadaan sekitar kamar yang terasa sedikit horor. Ditambah lagi gerimis halus mulai turun. Suasana begitu mencekam bagi Elang.

"Oh ... begitu, trus? Berarti saya lolos dari maut?" tanya Elang dengan polosnya. Tawa Huri kembali pecah dan tidak bisa berhenti untuk beberapa detik lamanya. Air matanya bahkan sampai menggenang di pelupuk mata, karena merasa lucu dengan ucapan suaminya.

"Tapi ada syaratnya, kalau Abang mau lolos dari maut."

"Syarat apa?" Elang memasang baik-baik telinganya, sekaligus menyiapkan hatinya. Apapun akan ia lakukan agar terbebas dari kutukan Huri yang mengerikan untuknya.

"Syarat apa?" tanya Elang lagi karena Huri masih diam saja, tetapi ekspresinya seperti sedang mengulum senyum. Wajah gadis itu pun merona merah, mulai dari pipi, hingga ke telinganya.

"Mmm ... jika dalam satu bulan, Abang bisa anuin saya, maka Abang selamat," ujar Huri sambil menunduk. Elang yang otaknya standar Pentium tiga, tentulah tidak paham ucapan Huri. Keningnya mengerut dalam dengan bola mata bergerak tak beraturan. Sepertinya Elang tengah berpikir keras, anuin itu apa? Kalimat Huri terdengar bukan lagi lelucon, melainkan keseriusan harus disikapi dengan bijak.

"Anuin itu apa, sih?" tanya Elang akhirnya. Huri kembali tertawa. Gadis itu sudah bisa menebak, jika Elang; suaminya, walaupun berusia lebih tua, tetapi pikirannya polos.

"Anu, Bang ...." Huri menggigit bibir bawahnya ,masih dengan tatapan malu-malu.

"Anu apa? Duh, jangan bikin saya bingung. Anu itu apa? Biar semakin cepat saya lakukan, maka semakin bagus untuk kemaslahatan umur saya," tanya Elang gemas. Duduknya semakin dekat dengan Huri. Sudah tidak canggung lagi, karena memang sedang penasaran. Apapun pasti akan dia lakukan, bahkan disuruh menangkap ikan hiu di lautan pun pasti akan dia lakukan, asal umurnya masih panjang.

"Alhamdulillah kalau Abang mau cepat-cepat. Saya juga gitu. Kata teman saya, semakin cepat semakin baik. Bisa menumbuhkan cinta pula."

  Elang semakin tidak paham. Lelaki itu menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Anu apa sehingga bisa memperpanjang usia dan menumbuhkan rasa cinta?

"Saya buka baju sekarang, Bang?" Huri bersiap menarik ujung bajunya"Lha, jangan! Duh ... ini anu apa sih, Huri? Saya bingung," ujar Elang lagi dengan gemas. Tangannya refleks menahan tangan Huri, sehingga menimbulkan sengatan begitu tajam, hingga ke otak. Halus. Kulit tangan istrinya halus. Elang segera menarik tangannya dengan canggung.

Perutnya semakin mulas dengan keringat sudah membanjiri wajah dan seluruh badannya. Padahal AC di kamar Huri sangat dingin, tetapi ia merasa sangat kegerahan. Huri menarik napas panjang, lalu menghembuskan ya dengan perlahan.

"Jadi, jodoh saya akan panjang, jika saya menikah dengan suami orang. Kesialan pada suami orang tersebut, bisa luntur jika si suami bisa menganukan saya sebelum tiga puluh hari."

"Anu lagi! Anu apa?" Elang merasa emosinya mulai tersulut. Huri sampai menunduk takut karena ekspresi suaminya yang berubah marah.

"Jika Bang Elang bisa memerawani saya sebelum tiga puluh hari, maka Abang selamat."

"Eh ...." Elang semakin pucat.

"Kok, eh ? Bukannya hore?" Huri tidak paham dengan suaminya. Elang memalingkan wajah agar rona merah yang muncul di pipinya, tidak terbaca oleh istri mudanya. Lelaki itu menunduk dan tidak tahu harus mengatakan apalagi pada gadis di depannya ini.

"Baiklah, nanti pasti saya lakukan, tapi tidak sekarang. Mungkin besok, lusa, atau minggu depan, atau minggu depannya lagi," ujar Elang dengan gemetaran. Dihapusnya keringat dengan punggung tangan. Tidak mungkin secepat ini dia mengkhianati Kiya? Dia tidak bisa. Bagaimanapun di hati dan pikirannya hanya ada Kiya.

Huri terdiam sejenak. "Ya sudah kalau begitu, kita tidur saja. Besok baru Abang ceritakan tentang diri Abang dan keluarga Abang. Siapa nama Istri Abang?"

"Kiya."

"Saya panggil Teh Kiya, boleh?" Huri tersenyum kembali pada Elang. Lelaki itu mengangguk membolehkan.

Huri masuk ke dalam selimut, disusul Elang yang ikut berbaring terlentang dengan kaku di samping kiri Huri. Kasurnya empuk, bantal tidurnya juga. Nyaman, tetapi gadis di sampingnya kapan saja bisa membuat jantungnya berhenti berdetak.

"Bang, kata Mama, suami Huri itu orang Soleh dan rajin salat, makanya dua hari lalu, Huri udah hapalin doa-doa sehari-hari," ujar Huri antusias. Elang menoleh ke samping, lalu tersenyum tipis.

"Abang mau dengar gak, doa mau tidur? Huri udah hapalin siang malam, Bang," tantang Huri lagi ingin memamerkan kemampuannya menghapal banyak doa dalam dua hari saja. Hebat bukan? Elang mengangguk.

"Allahumma baarik lanaa fiima rozaqtana wa qinaa azaabannaar."

"Ha ha ha ... itu bukan doa mau tidur, Huri. Itu doa mau makan. Ha ha ha ...." Elang tak sanggup lagi menahan tawa.

Bu Latifah yang malam ini ikut bermalam di rumah Bu Rima, mendengar suara tawa anaknya dari dalam kamar. Wanita paruh baya itu tersenyum miring, "katanya gak mau, gak mau ... udah di kamar ketawa terus." Bu Latifah yang kebetulan lewat di depan kamar pengantin, memasang telinganya baik-baik di daun pintu. Berharap mendengar suara yang lain, tetapi hanya suara tawa saja yang masih terdengar dari dalam sana.

"Ya Allah, semoga umur lu panjang, Lang," gumam Bu Latifah pasrah. 

****

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Muda   56. Ekstra part 2 (Kejutan)

    Kiya tengah melipat pakaian yang baru saja ia angkat dari jemuran. Duduk di ruang depan rumahnya sambil menemani Kamelia yang sedang bermain masak-masakan. Semua daun-daunan yang ditanam di pekarangan rumah sederhananya digunakan untuk bermain."Kiya, buatin mi rebus," seru Jaelani pada istrinya."Iya, Mas, tunggu sebentar, nanggung lipatin pakaiannya. Tinggal dua potong baju ....""Kamu kalau disuruh suami itu gerak cepat, alesan aja. Aku lapar nih!" sentak Jaelani dari dalam kamar. Kiya hanya bisa menghela napas kasar, lalu segera bangun dari duduknya. Ia bergegas pergi ke dapur untuk membuatkan pesanan suaminya."Jangan lupa pakai telur," seru Jaelani lagi dari dalam kamar."Telurnya habis, Mas, harus beli dulu," sahut Kiya sambil menyalakan api kompor gas."Kebiasaan deh kamu, kalau habis itu ya beli

  • Istri Muda   55. Ekstra part 1 Malam Pertama

    Ijab kabul itu dilaksanakan pada hari Minggu pukul sebelas siang, di kediaman Huri. Tidak banyak tamu undangan yang datang. Hanya beberapa kerabat dan juga teman dekat Huri maupun Elang. Ada dua orang dosen yang juga diundang Huri. Sedangkan Elang hanya bicara pada dua orang yaitu Pak Asep dan Bu Jumi, bahwa ia akan menikah dengan Huri, tetapi bukan hanya dua orang yang datang, melainkan dua puluh orang.Dari tiga puluh mahasiswa di kelasnya, lebih dari delapan puluh persen menghadiri syukuran pernikahan Elang dan Huri. Untung saja beberapa tetangga sigap membantu untuk memesan makanan kembali sehingga suguhan untuk tamu Elang yang tiba-tiba membludak."Bang Elang, selamat ya. Kami beneran senang deh, Abang menikah lagi dengan ibunya anak-anak. Gak nyangka dosen kita adalah mantan Bang Elang. Beruntung sekali yang jadi Bang Elang. Istrinya cantik, pintar, kaya, kayak artis pula. Saya boleh minta kontak dukun yang bias

  • Istri Muda   54. Pertemuan (Ending)

    Huri tidak menyangka ia menjadi dosen ekonomi dari mantan suaminya. Kesempatan ini tidak datang dua kali. Sejak dulu, Huri memang ingin mengajar tetapi karena basicnya design, ia tidak berani mencoba. Namun disaat salah seorang dekan kampus yang tidak lain adalah sepupu dari mamanya menawarkan untuk mengajar mata kuliah ekonomi, maka Huri menyanggupi.Huri sendiri saat ini tengah menempuh S2 jurusan managemen yang baru berjalan selama setahun. Sedangkan kuliah design-nya sudah selesai. Siapa sangka, di kampus ini ia malah bertemu dengan Elang;lelaki yang tidak pernah benar-benar hilang dari kepala dan juga hatinya."Apa tugasnya sudah selesai?" tanya Huri setelah tersadar dari lamunannya."Sebentar lagi, Bu," sahut beberapa orang bersamaan. Ekor mata Huri melirik ke bangku Elang. Lelaki itu duduk bersampingan dengan perempuan yang menurut Huri sangat pecicilan dan juga genit. Hana terus saja tertawa cekikikan sambil memuku

  • Istri Muda   53. Sahun, sabun apa yang bau?

    Rasa penasaran Elang terbawa hingga esok hari. Semalaman ia tidak bisa tidur memikirkan anak kecil yang keluar dari toko roti semalam. Saat akan menuju kampus, Elang menyempatkan diri untuk mampir ke toko roti itu lagi. Untung saja sudah buka sejak pukul sembilan, sehingga tidak mengganggu jadwalnya yang masuk pukul sepuluh.Elang memarkirkan motornya di parkiran toko. Lalu ia masuk dan memilih beberapa jenis roti untuk ia santap jam makan siang nanti."Selamat pagi, Mas, ada yang bisa kami bantu?" sapa pelayan toko dengan ramah."Pastinya saya mau beli roti, Mbak, karena kalau beli batako bukan di sini tempatnya," sahut Elang dengan bercanda. Pelayan toko berwajah manis itu pun ikut tertawa."Silakan dipilih mau roti apa, Mas," kata pelayan itu lagi sambil menunjuk etalase roti yang sudah penuh dengan varian roti dengan berbagai rasa dan harga. Kantong Elang yang tidak ke atas juga tidak ke bawah, tentu s

  • Istri Muda   52. Hidup yang Baru

    "Bang Elang, pocong apa yang disukai emak-emak?""Kamu kalau ngasih tebak-tebakan pasti jawabannya gak bener," sahut Elang dengan wajah malas. Wanita itu tergelak, diikuti enam ibu-ibu lainnya.Sejak teman-teman satu kelas di kampusnya mengetahui ia duda, khususnya para ibu sering sekali menggoda dan cari perhatian padanya. Bukan dirinya GR, hanya saja sedikit gembira saja. Maklumlah, kelas yang ia ambil ini adalah kelas ekstensi khusus karyawan yang jam kuliahnya hanya Sabtu dan Minggu saja. Jika Senin sampai dengan Jumat dia bekerja di toko servis AC, maka akhir pekan ia akan kuliah.Wajar saja jika di dalam kelasnya didominasi oleh kaum para emak dan para bapak. Walau tetap ada juga yang masih gadis, perawan tua, janda pun ada. Sering sekali ia digoda oleh teman-temannya dijodohkan dengan janda kembang bernama Hana."Bang, ye ... kok melamun? Jawab dulu pertanyaan gue dong!""Han, lu pa

  • Istri Muda   51. Kenyataan yang Menyesakkan

    "Jadi besok kamu akan menikah?" tanya Elang dengan suara lemah dan mata berkaca-kaca. Huri yang tengah menunduk, dengan gerakan pelan akhirnya mengangguk."Mmm ... selamat ya, Huri. Semoga pernikahannya sakinah, Mawaddah, wa Rohmah." Suara Elang bergetar menahan tangis."Saya harap, kamu dan anak-anak bisa berbahagia selamanya walau tidak dengan saya," katanya lagi dengan wajah teramat sedih."Oh, iya ... AC kamar hanya bermasalah di remote-nya saja. Sudah bisa dipakai lagi. Saya permisi dulu." Elang mengusap telapak tangannya dengan gugup, lalu berdiri dengan cepat. Langkahnya begitu berat meninggalkan Huri yang masih enggan memandangnya.Lelaki itu menoleh ke kiri dan melihat si kembar El tengah digendong oleh dua wanita yang memakai seragam baby sitter. Pasti calon suami Huri yang telah memberikan dua orang wanita untuk membantu menjaga El. Elang memantapkan hatinya, bahwa ini adalah yang terbaik bagi a

  • Istri Muda   50. Zayyan Ke mana ya

    Apakah Bu Latifah percaya nama yang ada pada kartu undangan adalah nama mantan menantunya? Tentu tidak. Ada banyak nama Huri Hamasah. Tidak mungkin Huri yang ia kenal baik dan saat ini tengah dicari oleh anaknya. Lagian setahunya, Huri tinggal di Bandung dan bukan di Jakarta.Bu Latifah yang penasaran, memutuskan mencari tahu dengan mengecek isi rumah melalui jendela samping rumah. Rumah itu begitu besar dengan banyak perabotan mahal di dalamnya. Tidak ada yang bisa ia temukan di dalam sana, sebagai tanda bahwa ini adalah rumah Huri. Tidak mungkin.Bu Sanusi pasti kenal dengan Huri, karena pernah ikut ngebesan saat Elang menikah dengan Huri waktu itu. Bu Latifah menepuk keningnya. Kenapa ia bisa mempunyai pikiran buruk seperti ini?Wanita paruh baya itu kembali melanjutkan pekerjaannya hingga selesai semua dan jam menunjukkan pukul dua siang. Bu Latifah meminta ijin pada Bu Sanusi un

  • Istri Muda   49. Menjadi Tukang Cuci Piring

    Semua warga di sekitar tempat tinggal Kiya menjadi geger, karena wanita itu memutuskan pindah dan mengosongkan rumah kontrakan pada malam hari, setelah isya. Memang sengaja pindah malam hari, karena agar warga tidak banyak berkumpul dan bertanya.Kiya tidak bersama bayinya, hanya menemani duduk di dalam mobil saja. Ada Jaelani yang mengangkut barang bersama dua orang temannya. Cukup satu kali angkut, maka semua barang sudah berpindah tempat ke kontrakan baru yang letaknya tidak jauh dari rumah Jaelani."Pindah, Neng Kiya? Bang Elang mana?""Istri melahirkan bayi lelaki lain, mana mungkin Bang Elang mau kembali lagi. Udah jijik kali.""Gak nyangka, ih ...!""Sudah, sudah, Mbak Kiya semoga betah di tempat baru. Mohon maaf jika selama beberapa tahun tinggal di sini, kami banyak menyusahkan Mbak Kiya," suara Bu RT menengahi. Kiya turun dari mobil tanpa bersuara. Ia hanya tersenyum sambil menga

  • Istri Muda   48. Berciuman di rumah sakit

    "Elangnya ke mana, Mbak Kiya?" tanya salah satu dari lima orang tetangga yang menjenguk Kiya dan bayinya hari ini di rumah sakit."Eh, itu ... mungkin di toko. Ada pekerjaan yang harus diselesaikan," jawab Kiya dengan sedikit canggung. Kelima ibu itu saling pandang, lalu dengan ekor mata melirik seorang pemuda yang duduk tak jauh dari Kiya. Tidak ada pasien lagi di dalam ruangan, sudah pasti pemuda itu tengah menunggui Kiya dan bayinya."Oh, harusnya sebagai ayah baru, Elang gak usah masuk aja. Gimana sih ya?""Kejar setoran, Bu. Namanya sekarang jadi punya tiga anak," timpal ibu satunya lagi."Ya sudah, kami pulang dulu Mbak Kiya. Semoga lekas sehat ya. Ini ada titipan dari ibu-ibu RT kita, semoga manfaat. Ada beberapa kado juga yang dititipkan di saya, tapi nanti saat Mbak Kiya sudah di rumah saja.""Terima kasih ibu-ibu atas perhatiannya. Mudah-mudahan besok sudah bisa pulang." Kiya ter

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status