Sudah beberapa hari berlalu, tapi sosok Ragata tidak pernah muncul di depan Rindu. Senja berlalu dan tidak ada yang istimewa. Sepertinya Rindu sudah terbawa virus tercandu-candu oleh ketampanan Ragata, dan juga perangai baiknya. Habisnya, siapa anak gadis yang tidak akan baper jika diperlakukan seperti itu?“Lo…kenapa? Kelihatannya dari tadi gak serius, something wrong?” Pandu yang duduk di sebelah Rindu memang memperhatikan gerak-gerik Rindu yang terlihat bukan biasanya.“Gue emang kenapa?”“Ya lo kayak lagi gak pengen belajar gitu, kan biasanya lo yang semangat 45 buat nugas.”Miquel yang duduk di hadapan Rindu akhirnya ikut memperhatikan. Mereka sedang berada di discussion room perpustakaan. Ruangannya tertutup, dan bisa di isi sampai dengan 10 orang. Biasanya digunakan untuk diskusi atau kerja kelompok.Lalu tatapan Miquel jatuh pada lengan Rindu. “Tangan lo kenapa? Lo sakit?”Pandu baru me-notice. Tatapannya mengikuti arah Miquel, dan benar saja, lengan Rindu ada tusukan dan meli
Rindu POVSialan, aku benar-benar ingin meremas wajah lelaki itu. Jadi kejadian malam hari itu dia bilang tidak sengaja? Padahal kami hampir berciuman di acara prom, dan kini dia bisa tertawa lebar dengan beberapa dosen seolah tidak melakukan kesalahan. Jika dia adalah roti yang sedang aku makan ini, sudah aku lenyapkan dia dari seluruh penjuru dunia.Bohong kalau aku mengatakan tidak baper waktu itu. Aku tidak pernah mendapatkan perhatian seperti itu, apalagi dari seorang ayah. Jadi ketika pertama kali diperhatikan begitu, aku…hatiku terasa tidak baik-baik saja. Rasanya mendebarkan, setiap malam aku memimpikan wajahnya. Lalu di pagi harinya, aku bangun dengan perasaan kesal karena apa?Karena semuanya hanyalah mimpi.Dimana, itu tidak mungkin pernah terjadi?!“Rindu, lo kenapa sih dari tadi bete mulu? Mana waktu prom kemarin lo juga ngilang.”Pandu bergabung denganku di taman, lalu tidak lama Miquel dengan wajahnya yang selalu datar dan tanpa ekspresi ikut bergabung. Entah kenapa aku
“Lo lagi apa?”Hampir saja Rindu menumpahkan kopinya. Tatapan setajam elang itu tertuju pada Pandu yang tidak peduli sama-sekali. Bahkan dia langsung duduk di depan Rindu dan meletakkan ompreng berisi nasi sebakulnya itu. Tidak lama Miquel juga bergabung dengan ompreng yang sama.Tatapan Miquel jatuh pada makanan Rindu, belum disentuh sama-sekali. Padahal selang mereka di kantin sekitar 20 menit.“Lo gak makan gara-gara nunggu kita berdua?”Rindu menghela nafas, dan kini menatap kedua sosok di depannya dengan kesal. Jelas-jelas dia sedang menghindari seseorang, dan kini usahanya gagal. Ragata berhasil mengetahui keberadaannya, dan itu tidak baik untuknya. Masih teringat jelas kegilaan yang Rindu lakukan beberapa waktu lalu. That’s the point. Sayangnya, usahanya kali ini benar-benar gagal total.“Ya, emang lo berdua dari mana aja sih? Lama banget, kayak pengantin baru aja.”“Yeee…tumben banget lo kepo kami berdua darimana.” Pandu mengambil tangan Miquel, yang langsung ditepis oleh lela
Suara sirine ambulance yang terdengar sampai ke kantin membuat Ragata, Angga dan Andreas yang baru menyelesaikan setengah makan mereka langsung pergi terburu-buru. Sudah larut, dan mereka bertiga mendapat giliran untuk jaga malam.“Awas lo.” Ujar Angga mendorong lengan Andreas yang masih menahan pinggangnya.“Lo yang awas, sepatu gue bego.”“Anjir, tangan lo.”Ragata menghela nafas, melihat Andreas dan Angga yang kelihatan bodoh di depannya, membuatnya pergi lebih dulu. Setibanya di langkah panjangnya membuat dia tiba lebih awal. Seorang perawat sudah sigap di sebelah pasien.“Korban kecelakaan dok.”“Reaksi pupilnya masih bagus. Segera bawa ke ruang periksa.” Guman Ragata usai memeriksa pupil korban tersebut dengan senternya.Angga dan Andreas baru muncul, dan segera membantu Ragata. Layar monitor menunjukkan pemindahan hasil X ray, dan syukurnya tidak ada masalah serius.“Apa keluarga sudah di hubungi?”“Sudah dok, mereka sedang perjalanan kemari.”“Tidak ada masalah dengan bagian
Rindu tetap setiap memantau semua pergerakan yang ada di depannya, sedangkan Miquel yang ada di sebelahnya sudah mulai menguap sesekali. Sudah pukul 18, dan operasi masih tersisa 2 jam lagi. Itu berarti mereka berdua sudah berdiri seperti patung selama 8 jam lamanya. Dokter residen di sebelah mereka berdua mendekat, menyodorkan botol berisi air hangat.“Ini, kalian pasti kedinginan.”“Terima kasih dok” ujar Rindu sembari menerima botol itu. Tangannya memang sudah mengerut karena kedinginan.“Kalian berdua berpacaran?”Rindu dan Miquel sontak saling menatap, lalu menggeleng bersamaan.“Sepertinya memang iya.”“Bukan dok, kami hanya berteman saja.” Rindu menyela, “dia sudah seperti keluargaku sendiri.”Dokter Residen tersebut mengangguk sambil tertawa, semuanya kembali fokus menatap ke depan. Operasi pengangkatan tumor lelaki usia 23 tahun, dan sedikit sulit. Tumor otaknya berada dekat di area optik mata, jika tidak hati-hati maka akan memungkinkan kebutaan pada pasien.“Ini operasi ter
Nafas Rindu tinggal satu-satu. Otaknya yang pintar tidak bisa mengalir, hingga dia memilih naik tangga saat ada lift. Sekarang dia sudah ada di hadapan pintu Ragata. Tangannya gemetar. Ragu untuk mengetuk, atau….Pintu itu terbuka sebelum tangannya sempat menyentuhnya. Seorang wanita berdiri di hadapan Rindu. Sontak Rindu menelan ludah kasar. Siapa wanita itu, dan kenapa bisa ada di ruangan Ragata? Jas putih yang melekat di badannya dan name tag di dadanya cukup memberitahu Rindu bahwa gadis itu adalah dokter.“Aww…cari siapa?” sosok itu bertanya sedikit sinis, dan memandang Rindu dengan tatapan sinis.“S…saya….”“Lo kenapa belum pergi?” suara itu terdengar dari dalam. Rindu tidak perlu berjinjit karena pada akhirnya sosok yang dia cari muncul juga di depan pintu dengan wajah kusam.“Rindu? Ada perlu apa?”“Anu dok…saya mau ngomong sesuatu sebenarnya. Tapi sepertinya Anda sedang sibuk, jadi, mungkin lain kali saja. Saya pergi dulu.”“Tunggu.” Langkah Rindu tertunda karena Ragata menah
“Hari ini kelas kosong.”Langkah Rindu terhenti, padahal dia baru saja tiba di kampus. Nafasnya tersengal-sengal, dan kakinya terasa lemas. Dia berlari menaiki anak tangga, karena lift penuh. Dan mendadak kelas di cancel?COK. Rindu mengumpat dalam hati. Tau gitu dia gak akan mandi pagi. Gak akan lari-lari dari kosan ke kampus. Padahal dia hanya punya satu jadwal kelas, dan itupun di cancel. Sebelum Rindu kabur, Miquel dan Pandu sudah melihatnya lebih dulu. Padahal rencana awal Rindu adalah kembali ke kosan dan tidur. Karena kejadian semalam, Rindu jadi susah tidur.“Lo kenapa deh, gak biasa ada mata panda.” Pandu menatap Rindu heran.“Semalem gue gak bisa tidur.”“Lo sakit?” tangan Miquel langsung menyentuh kening Rindu. “Gak panas juga kok, tapi kok lo gak bisa tidur?”“Ishhh…jangan sentuh kening gue bisa gak sih?”“Yaelah gitu doang.” Miquel terkekeh dan mengacak rambut Rindu. “Ini, vitamin buat lo.” Pandu berhenti melangkah, dan memperhatikan Miquel yang sudah merangkul bahu Rin
Rindu tidak akan pernah tahu kemana Ragata membawanya. Selama di mobil situasi hanya hening. Lelaki itu sama-sekali tidak menjelaskan kemana mereka akan pergi.Namun pertanyaan di benak Rindu, mulai terjawab saat mobil mereka berhenti di rumah yang cukup akrab dengannya. Tapi kenapa? Perasaan Lia atau tante Tika tidak memintanya datang. Beberapa mobil berjejer di halaman rumah, dan situasinya cukup rame. Rindu mulai berpikir ada apa di dalam sana. Niatnya ingin bertanya pada Ragata, namun sejak tadi lelaki itu diam. Wajah tanpa ekspresi, dan tangan yang mengepal. Jadi Rindu takut jika sewaktu-waktu Ragata malah marah. Mereka tidak langsung turun. Ragata masih berusaha menormalkan detak jantungnya sampai tidak sadar meremas tangannya. Sekuat mungkin tidak membatalkan rencananya. Rindu benar-benar indah di matanya, dia tidak rela jika harus membagi-bagi keindahan itu dengan orang lain.Apalagi di sana banyak sepupunya yang datang. Mana laki-laki lagi. Kalau secara fisik, jelas dia pa