“Hari ini kelas kosong.”Langkah Rindu terhenti, padahal dia baru saja tiba di kampus. Nafasnya tersengal-sengal, dan kakinya terasa lemas. Dia berlari menaiki anak tangga, karena lift penuh. Dan mendadak kelas di cancel?COK. Rindu mengumpat dalam hati. Tau gitu dia gak akan mandi pagi. Gak akan lari-lari dari kosan ke kampus. Padahal dia hanya punya satu jadwal kelas, dan itupun di cancel. Sebelum Rindu kabur, Miquel dan Pandu sudah melihatnya lebih dulu. Padahal rencana awal Rindu adalah kembali ke kosan dan tidur. Karena kejadian semalam, Rindu jadi susah tidur.“Lo kenapa deh, gak biasa ada mata panda.” Pandu menatap Rindu heran.“Semalem gue gak bisa tidur.”“Lo sakit?” tangan Miquel langsung menyentuh kening Rindu. “Gak panas juga kok, tapi kok lo gak bisa tidur?”“Ishhh…jangan sentuh kening gue bisa gak sih?”“Yaelah gitu doang.” Miquel terkekeh dan mengacak rambut Rindu. “Ini, vitamin buat lo.” Pandu berhenti melangkah, dan memperhatikan Miquel yang sudah merangkul bahu Rin
Rindu tidak akan pernah tahu kemana Ragata membawanya. Selama di mobil situasi hanya hening. Lelaki itu sama-sekali tidak menjelaskan kemana mereka akan pergi.Namun pertanyaan di benak Rindu, mulai terjawab saat mobil mereka berhenti di rumah yang cukup akrab dengannya. Tapi kenapa? Perasaan Lia atau tante Tika tidak memintanya datang. Beberapa mobil berjejer di halaman rumah, dan situasinya cukup rame. Rindu mulai berpikir ada apa di dalam sana. Niatnya ingin bertanya pada Ragata, namun sejak tadi lelaki itu diam. Wajah tanpa ekspresi, dan tangan yang mengepal. Jadi Rindu takut jika sewaktu-waktu Ragata malah marah. Mereka tidak langsung turun. Ragata masih berusaha menormalkan detak jantungnya sampai tidak sadar meremas tangannya. Sekuat mungkin tidak membatalkan rencananya. Rindu benar-benar indah di matanya, dia tidak rela jika harus membagi-bagi keindahan itu dengan orang lain.Apalagi di sana banyak sepupunya yang datang. Mana laki-laki lagi. Kalau secara fisik, jelas dia pa
Rindu tidak beranjak dari duduknya. Mereka berdua masih terjebak di dalam mobil, dengan perasaan masing-masing. Sejak tadi pikirannya berkecamuk. Penuh dengan teori konspirasi yang hampir membuatnya meledak.Tidak beda jauh dengan Rindu. Ragata pun begitu. Dia bahkan tidak berani menatap mata Rindu secara langsung. Dia paham perasaan Rindu karena perbuatannya beberapa jam lalu.“Dok…”“Hey.”Keduanya langsung diam bersamaan. Lalu mengalihkan perhatiannya. Wajah Rindu sudah semerah tomat. Ini benar-benar tidak seperti harapannya.Ragata berdehem untuk menghilangkan rasa gugup. “Kamu dulu. Ada apa?”Baginya Rindu adalah paket komplit tanpa cela. Dia menyukai caranya bicara, melihat, dan ketika gadis itu sedang gugup. Seperti saat ini. Rindu sedang meremas bajunya, pertanda bahwa gadis itu sedang gugup. Lucu dan menggemaskan. Setelah lebih tenang. Rindu berdehem sejenak, namun tidak berani menatap Ragata langsung. Dia ini seorang gadis. Tindakan Ragata tadi itu mengartikan apa? Rindu
“Muka lo kenapa deh? Dari tadi senyum-senyum aja.” Pandu mendekatkan kepalanya pada Rindu, untuk memastikan bahwa penglihatannya tidak salah. Dan benar, Rindu, sahabatnya, memang tengah senyum-senyum sendiri. Pandu bergidik ngeri, dia takut kalau Rindu terkena virus menular. Kan repot kalo dia juga ikut senyum-senyum gada alasan.Ucapan Pandu menarik perhatian Miquel, dia baru sadar jika aura Rindu memang jauh lebih bahagia daripada sebelumnya.Buru-buru Rindu mengubah raut wajahnya. Jika dia mengatakan sudah punya pacar pada kedua temannya, dia masih belum siap dengan hal itu. Bagaimana reaksi mereka jika tahu bahwa pacarnya itu dokter Ragata?Tapi tenang saja, Rindu pasti akan beritahu juga. Tapi tidak sekarang.“Ishhh…udah deh, lo tidur aja napa sih? Ribet banget hidup.” Rindu menarik kepala Pandu agar kembali senderan padanya. Itu lebih baik, dibanding harus diinterogasi olehnya. Apalagi ditambah dengan Miquel yang sudah meletakkan bukunya di atas meja. Rindu menghela nafas. “Gue
Sudah sore, dan ini adalah hari terakhir mereka bisa menginap. Semua barang sudah dimasukkan ke dalam mobil Pandu. Ketiganya masih sibuk menikmati sunset yang begitu indah. Lokasi mereka saat ini adalah Paralayang. Dari sana terlihat kota Batu yang terlihat indah di malam hari. Udaranya sangat sejuk. Lokasinya berada di ketinggian, jadi sangat enak untuk dijadikan tempat nge-camp.Beberapa orang sudah berdatangan, sebagian lagi sudah duduk selonjoran sambil menikmati snack di sore menjelang malam hari.“Aku akan merindukan momen ini.” Pandu bergumam lebih dulu.“Aku juga. Tidak terasa, sebentar lagi kita akan sibuk dengan dunia kerja.” sambung Rindu. “Aku rasa, kita termasuk orang yang beruntung di angkatan kita.”“Benar sekali.”Miquel memasangkan mantel pada Rindu, “yang lain harus lulus dulu baru bisa KOAS. Namun kita diberi kesempatan ini lebih dulu. Ya meskipun hanya program kampus, namun ini adalah kesempatan besar. Aku tidak sabar akan menjadi dokter KOAS yang sesungguhnya nanti
“Katanya sih, ada dokter dokter baru hari ini.”“Oh iya, siapa?” Rindu mengalihkan perhatiannya dari buku tebal di depannya. Dia tidak mendengar bakalan ada dokter baru.“Gatau, kalo gue tahu siapa kan gak dokter baru lagi namanya, Rindu Senja. Gimana sih jadi orang.” Pandu memutar bola mata malas.“Yaelah, moody an banget sih.”“Oh iya, bentar lagi kita sidang. Kalian udah siapin keperluannya gak?”“Gue rencana mau ambil topik di bidang saraf sih. Sesuai sama keahliannya dokter Ragata.”“Kayaknya gue juga. Setelah wisuda, kayaknya gue juga bakalan KOAS di sini deh. Soalnya bu Juliana udah ngasih rekomendasi ke gue.”Miquel sejak tadi hanya menyimak. Dia tidak tertarik untuk ikut ke dalam pembicaraan itu untuk saat ini. Dia menghela nafas untuk ketiga kalinya. Sontak itu menarik perhatian Rindu. Sejak pagi Miquel memang sedikit berbeda. Tidak seperti biasanya. “Lo ada masalah, Miq?”“Eh?” Miquel baru menyahut, namun kemudian menggeleng. “Gak ada kok, gue cuman gak paham aja kenapa or
Hari ini ada rapat besar di rumah sakit. Semua dokter spesialis, beserta petinggi dari masing-masing departemen ikut hadir. Salah satunya adalah Ragata dan kawan-kawan. Jika biasanya mereka hanya bertiga, kali ini ada tambahan satu personil. Sulis. Gadis itu langsung sok akrab dengan Angga, dan juga Andreas.Sedangkan Ragata hanya memasang wajah flat. Seperti biasanya.“Wah, jadi kamu dekat juga dengan mereka, dokter Sulis?” dokter Juliana yang baru saja masuk lekas bergabung di tempat yang kosong.Dia duduk sejajar dengan Sulis, dan juga Ragata.“Iya dok, kebetulan dulu saya dan dokter Ragata itu satu angkatan. Jadi cukup kenal lama.”“Benarkah? Aku baru tahu jika dokter Ragata bisa punya teman secantik anda. Kalian juga serasi, kenapa tidak mencoba menjalin hubungan saja?”Sulis merona. Sedangkan Ragata sama-sekali tidak menanggapi. Hanya diam dan menatap lurus ke depan.“Yah, kok sama Ragata sih dok? Sama saya saja nih, kebetulan saya masih melajang.” Justin langsung bergabung. Meng
Malamnya Rindu sudah berada di rumah Ragata. Menghabiskan waktu bersama, dan itu rasanya sangat menyenangkan. Apalagi Lia yang begitu menyukai Rindu. Dia juga sudah diperingati oleh Ragata soal Sulis. “Kak, kalo misal aku ambil matkul radiologi di semester ini, menurut kakak gimana sih?”Rindu mengalihkan pandangannya dari cheese cake yang baru saja dihidangkan di atas meja makan. Dia tersenyum, paham betul bahwa Lia juga sama sepertinya.“Saran aku, kalo emang kamu mau cepet lulus, ya ambil aja. Tapi kalo kamu sambil ikut organisasi, ambil di semester depan aja. Jangan terpengaruh sama temen kamu, intinya sekarang bagaimana kamu enjoy dalam belajar.”“Benarkah? Jadi kalo misal Lia gak ngambil, gak masalah kan kak?”Anggukan Rindu membuat Lia senyum. Dia senang banyak bicara dengan Rindu, apalagi soal dunia perkuliahan. Dia sangat mengagumi Rindu, tidak hanya dia sih, tapi Lia adalah salah satunya. Bahkan dosen saja memuji seorang Rindu Senja. Jadi itulah kenapa gadis itu sangat ter