Share

Nyaris Ketahuan

Author: Mirielle
last update Last Updated: 2023-11-06 23:47:27

Di sisi lain, Valerie belum bergerak, namun bola matanya berputar menatap gerombolan laki-laki berpakaian hitam itu. Takut gadis yang ditolongnya mungkin tidak bisa bernafas karena Valerie mengunci rapat sleting kopernya, pelan-pelan Valerie melonggarkannya dan membuat jalur udara. Saat salah seorang dari gerombolan itu menengok ke arah Valerie lagi, dia segera menarik tangannya dari koper dan berusaha bersikap normal.

Beberapa orang penumpang terlihat kesal saat gerombolan itu secara sengaja memeriksa di sekitar tempat duduk. Sebagian bersikap kasar dan membentak ketika penumpang menolak digeledah. Peluh makin membanjiri wajah Valerie seiring dengan warna wajahnya yang berubah pucat. Bagaimana kalau mereka kembali dan memaksa memeriksa barangnya seperti yang mereka lakukan pada penumpang lain?

Tubuh Valerie bergetar hebat saat laki-laki yang menanyainya kembali berbalik. Dia menelan ludah, berpura-pura memejamkan matanya seolah-olah dia sedang istirahat. Dengan erat dia memeluk buku hariannya hingga buku itu nyaris terlipat.

“Nona, apa kamu yakin dia ke sana?”

Valerie membuka matanya. Pelan-pelan dia menegakkan tubuhnya, lalu mengangguk. Beberapa pasang mata dari penumpang lain terlihat khawatir pada Valerie, mungkin mereka sempat melihat gadis itu mendatanginya.

“Lalu kenapa kamu berkeringat dan wajahmu pucat?”

Jantung Valerie berdegup semakin cepat, memaksanya untuk berpikir mengeluarkan alasan yang tepat. Tapi apa? Bagaimana bisa dia menemukan alasan di tengah-tengah kekacauan seperti ini?

“Ada apa ini?” Seorang laki-laki berdiri di antara mereka, dengan memegang sebuah termos di tangannya.

“Apa perutmu masih sakit? Aku sudah membawa air hangat seperti yang kamu bilang. Jangan khawatir, kita akan tiba beberapa menit lagi.”

Valerie melongo tak percaya saat laki-laki itu menyodorkan termos yang dipegangnya, dan masih dengan mata yang tak berkedip, Valerie menerima termos itu. Siapa dia? Kenapa dia mengatakan hal itu? Apa dia juga melihat gadis itu lalu berniat menolongku?

“Ma-masih."

Dengan terbata-bata Valerie menempelkan termos kecil yang ternyata kosong itu ke perutnya, seolah-olah memang dia sedang sakit.

“Keringatmu banyak sekali. Sabar sebentar, kita akan segera tiba.”

Seperti sudah kenal dekat, laki-laki itu duduk di samping Valerie, mengeluarkan sebuah sapu tangan dan menghapus peluh di wajah Valerie. Dia mengangkat wajahnya, menatap laki-laki berjas hitam itu sembari mengangkat alisnya.

“Maaf, ada perlu apa dengan adikku? Dia sedang sakit. Kalau ada hal yang penting, kamu bisa bicara padaku.”

“Tidak. Maaf mengganggu.”

Laki-laki berjas hitam itu memberi kode pada yang lain, lalu dalam sekejap mereka sudah pergi melanjutkan pencarian mereka ke tempat lain. Valerie memejamkan matanya dan menelan ludah setelah gerombolan itu menjauh. Dia menghela nafas lega, tersenyum menatap laki-laki yang duduk di sampingnya.

“Thanks sudah menolongku.” ucap Valerie sungguh-sungguh. “Oh, ini. Termosnya ku kembalikan.”

“Pegang saja.” Laki-laki itu tersenyum. “Kita tidak tahu apakah mereka masih akan kembali atau tidak.”

“Kamu ... melihat gadis itu ke arahku?”

Laki-laki itu mengangguk. “Saat melihatnya berlari ketakutan, aku sudah merasa ada yang aneh padanya. Benar saja. Dia memang sedang diincar oleh beberapa orang. Untung saja kamu menolongnya.”

Valerie mengangguk-angguk. Dia melihat ke sekitarnya, lalu diam-diam membuka sleting kopernya dan berbisik, “Aku pikir keadaannya sudah aman sekarang.”

“Tidak. Sebelum kita turun dari kereta api ini, tidak ada yang aman.” sahut gadis itu dari dalam koper. “Tenang saja. Tubuhku sangat fleksibel. Koper ini bukan apa-apanya dan aku baik-baik saja di dalam sini.”

“Tapi apa kamu bisa bernafas dengan baik?”

“Sedikit sesak memang.” Valerie mendengar suara memelas. “Tapi masih lebih baik daripada bertemu mereka lagi.”

Valerie dan laki-laki di sampingnya saling bertatapan “Sebentar lagi aku akan tiba di tempat tujuanku. Aku akan segera mengeluarkanmu saat kita sudah sampai.”

“Baiklah.” Laki-laki si sebelah Valerie tiba-tiba berdiri. “Aku akan kembali ke kursiku.”

“Tunggu.” Valerie menarik tangannya, dan saat laki-laki itu berbalik, Valerie melepas tangannya sendiri karena dia tahu sudah bertingkah tidak sopan. “Jika mereka kembali dan menemukanmu duduk di kursi yang lain, mereka akan curiga padaku.”

Laki-laki itu menatap Valerie karena tidak mengerti maksud pembicaraannya.

“Maksudku, bisakah kamu pindah duduk di sini sampai aku tiba di tempat tujuanku? Ini demi keamanan kita berdua juga bukan?” ujar Valerie lagi.

“Kita bertiga.”

Terdengar suara gadis dari dalam koper, hingga membuat Valerie dan laki-laki itu tertawa kecil. Laki-laki itu mengangguk setuju.

“Baiklah. Akan ku ambil barang-barangku terlebih dahulu.”

Setelah laki-laki itu setuju untuk duduk di sampingnya, barulah Valerie bisa bernafas lega. Dia terus menatap koper di sampingnya sambil sesekali mengetuk untuk mengecek apakah gadis tadi masih bernafas atau tidak. Dia akan mendengar suara sungut-sungut dari dalam setelah dia mengetuknya dan Valerie hanya bisa tersenyum.

Tak lama kemudian laki-laki itu kembali bersama barang bawaannya. Tidak banyak. Hanya sebuah ransel hitam dan satu tas tangan kecil. Laki-laki itu menaruhnya di dekat kaki sementara dia duduk di samping Valerie.

“Ngomong-ngomong, namaku Zachary Wellbee. Kamu bisa memanggilku Zach.” Zach menyodorkan tangannya pada Valerie.

“Valerie Riven.”

Keduanya berjabat tangan lalu sama-sama tersenyum. Tiba-tiba.

“Namaku Isabelle Lysander, kalau kalian tidak keberatan berkenalan denganku. “ sahut gadis dari dalam koper Valerie sembari mengeluarkan setengah telapak tangannya dari lobang udara yang dibuat Valerie.

Mereka berdua tidak bisa menahan tawa. Valerie mengulurkan tangannya, memegang jemari Isabelle seperti seolah mereka sedang berjabat tangan. “Hai, Aku Valerie Riven.”

“Dan aku Zachary Wellbee.”

“Sudah ku dengar kalian menyebutkan nama kalian. Aku tidak tuli.” sungutnya dari dalam koper.

“Untuk seseorang yang sedang dalam bahaya, kamu terlalu banyak bicara.” seru Zach, diikuti anggukan kecil dari kepala Valerie.

“Ku pikir aku sudah tidak dalam bahaya lagi karena ada kalian. Jadi, aku sudah menganggap semuanya aman.”

Valerie dan Zach hanya bisa tersenyum. Kemudian mereka mengobrol beberapa hal hingga Valerie tiba di tujuannya. Dia berdiri, bersiap untuk turun. Namun saat dia mendorong kopernya, dia sedikit kesulitan karena berat kopernya yang luar biasa.

“Akan ku bantu.” Zach berdiri, mengenakan ranselnya terlebih dahulu lalu membantu Valerie mendorong kopernya.

“Tapi kamu bilang kamu tidak berhenti di sini.”

“Aku akan ambil kereta api lainnya nanti. Kita urus saja dia dulu, setelah itu baru aku bisa pergi dengan tenang.”

Valerie mengangguk setuju. Mereka berdua mendorong koper berisi gadis bernama Isabelle itu keluar dari kereta api. Dengan hati-hati keduanya mengangkat koper dan meletakkannya di peron. Valerie sedikit terengah-engah, mengingat berat nya yang luar biasa. Jika tidak ada Zach, dia tidak akan sanggup mengeluarkannya dari dalam kereta api dan hal itu bisa membuatnya ketahuan.

Saat mereka kembali melihat gerombolan laki-laki berjas hitam itu mondar-mandir di sekitaran peron, Valerie dan Zach berusaha bersembunyi di balik layar LCD raksasa yang berisi iklan produk kesehatan yang terletak di sepanjang peron. Jantung Valerie berdegup kencang, jemarinya gemetar memegang koper sambil sesekali mengintip.

“Ku pikir kita tidak akan aman di sini. Ayo.”

Zach mendorong koper Valerie sendirian, dan dengan tergopoh-gopoh Valerie mengikutinya dari belakang. Saat Valerie berbalik, dia melihat laki-laki yang menanyainya tadi terlihat menunjuk ke arahnya. Sial. Apa mereka ketahuan?

“Zach, aku rasa mereka mencoba mengikuti kita.” gumam Valerie panik.

“Aku tahu.” seru Zach. “Ikuti saja aku.”

Mereka tergesa-gesa membelah ratusan manusia yang memadati stasiun kereta api. Jam menunjukkan pukul tiga sore, tapi entah apa yang manusia-manusia ini lakukan di stasiun hingga rasanya tempat ini menjadi menyesakkan. Setelah berhasil keluar dari kerumunan lautan manusia, Zach mendorong koper Valerie ke balik tembok dan buru-buru membukanya.

“Isabelle, kami tidak bisa menyembunyikanmu di sini terus. Mereka mengikuti kita, jadi jika kamu terus berada dalam koper, kita akan ketahuan.”

Isabelle yang sudah keluar dari koper dan berdiri dengan kaku –mungkin karena otot-ototnya terlalu lama terlipat, mengangguk dan mencoba mengedarkan pandangannya ke segala sudut.

“Aku akan sembunyi di sana.” Dia menunjuk sebuah ruangan khusus staff, namun sepertinya sudah tidak dipakai lagi. “Kalian harus bersikap biasa saja, dan kamu ...” Isabelle menunjuk Valerie. “Bersikaplah pura-pura sakit.”

Valerie dan Zach mengangguk.

“Tolong berikan aku ponselmu. Aku perlu menghubungi keluargaku. Setelah aman, aku akan keluar.”

Valerie merogoh kantongnya dan memberikan ponselnya pada Isabelle. Dengan langkah berderap, Isabelle melesat meninggalkan mereka sementara Zach mencoba mengintip. Mereka berdua bisa mendengar degupan jantung masing-masing. Valerie tidak akan berbohong. Dia benar-benar merasa jika hidupnya akan segera berakhir. Dia membayangkan bagian tubuhnya yang mana yang akan ditembus oleh peluru panas itu. Dan memikirkannya membuat air mata menggenang di pelupuk mata Valerie.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Indah Syi
semoga menjadi awal persahabatan yg baik
goodnovel comment avatar
Tu Es Belle
ikutan deg deg an
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Mungil Sang Penguasa   ENDING SCENE

    Hal pertama yang dilakukan Isabelle adalah memeluk erat Valerie ketika dia turun dari sedan yang membawanya kembali ke rumah. Dalam diam, dia menangis sesenggukan, menumpahkan semua rasa sakit hati dan penyesalan yang tak terukur dalam dirinya. Isabelle tidak bisa menggambarkan betapa terlukanya perasaannya dan sedalam apa rasa sakitnya.Rasa sakit itu bukan hanya karena dia berpikir jika dia kehilangan Valerie, namun juga karena rasa cinta yang sudah menggebu-gebu dalam dirinya untuk Rick. Tapi keadaan ini membuat dirinya sendiri tidak mengizinkan cinta itu berbalas. Dia sangat sakit hati hingga dia membatasi dirinya untuk tidak mencintai.“Heh, berikan Grandpa kesempatan.” Isabelle melepas pelukannya. Dia berdiri di sisi Valerie, menyeka air matanya dan membiarkan Grandpa memeluk sosok yang sangat dirindukannya itu.Tangisan Grandpa pecah saat memeluk Valerie. Dia terus mengelus punggung Valerie dan mengatakan maaf, bukan hanya sekali dua kali, namun berkali-kali hingga Valerie pun

  • Istri Mungil Sang Penguasa   Valerie, Maafkan Aku

    “Emrys bunuh diri.” Lucy tergesa-gesa masuk ke dalam rumah Karlis ketika Valerie sedang menonton televisi.Valerie berdiri, kedua bola matanya membulat tak percaya, namun dia kembali duduk dengan santai. "Jangan membohongiku. Aku tidak akan percaya.""Valerie...""Aku tahu kamu selalu memaksaku pulang. Tapi jangan menggunakan cara seperti ini." ujar Valerie."Aku tidak berbohong. Emrys benar-benar bunuh diri." Lucy membuka ponselnya, menunjukkan pesan yang dikirim oleh Ky padanya. “Apa katamu?” desis Valerie.“Setelah mengirim pesan padaku, dia menghubungiku juga. Dia bertanya dimana aku sekarang dan aku berbohong jika aku sedang diluar kota untuk urusan pekerjaan. Dia memintaku untuk menenangkan Isabelle dan memberitahu jika Emrys bunuh diri.”“Ke-kenapa bisa...”“Dia melompat dari tebing yang sama dengan tebing tempatmu nyaris dibunuh. Dalam suratnya yang dia letakkan di meja kamar, dia mengatakan jika dia ingin mengalami sendiri apa yang kamu alami.”“Tapi ini sudah satu setengah

  • Istri Mungil Sang Penguasa   Emrys Bunuh Diri

    Lucy berguling menghadapkan tubuhnya pada Valerie yang masih terlentang menatap kosong langit-langit kamar. Setiap akhir pekan, Lucy selalu menyempatkan diri untuk melihat Valerie dan bermalam di sana. Valerie selalu mengalami mimpi buruk, berteriak dalam tidurnya untuk diselamatkan. Lucy tahu sahabatnya itu terluka sangat dalam hingga dalam mimpi pun dia masih bergulat. Namun, Lucy juga tidak bisa melakukan apa-apa.“Belum mengantuk?” bisik Lucy.Valerie menggeleng, menarik selimut menutupi dadanya. Dia mendesah panjang. “Bagaimana kondisi perusahaan Emrys?”“Sudah lebih baik.” Lucy memilih duduk. “Sejak aku memutuskan untuk menarik semua produk yang kami luncurkan dan mengembalikan apa yang seharusnya milik Lysander Kingdom berikut hak ciptanya, perusahaan mereka semakin membaik.”“Bagaimana dengan Isabelle?”“Isabelle?” Lucy mengingat-ingat. “Aku tidak terlalu sering bertemu dengannya karena aku sibuk di perusahaan. Tapi Rick mengatakan jika Isabelle masih marah dan menolak dirinya

  • Istri Mungil Sang Penguasa   Kamu Tidak Mau Kembali?

    Sebulan kemudian.Sepasang bola mata yang indah dan teduh itu menatap layar televisi yang ukurannya nyaris seukuran dengan kardus pembungkus mie instan yang biasa dimakannya. Kedua bola mata itu bergerak mengikuti arah gambar yang menayangkan acara komedi. Dia tidak tertawa saat tokoh dalam acara itu menjatuhkan dirinya ke dalam kubangan lumpur. Apapun adegannya, dia tidak tersenyum.Seorang wanita paruh baya masuk ke ruanganya. Dia membawakan semangkuk bubur yang masih mengepul panas dan meletakkannya di atas meja. Dengan lembut wanita itu menarik remote dari tangannya dan mematikan saluran televisi. “Sudah malam, Nak. Makanlah dulu. Kamu perlu tetap hidup demi janin dalam perutmu.”Pemilik mata teduh itu adalah Valerie. Ketika wanita yang menemukannya dan menyelamatkannya itu menyebut janinnya, dia secara naluri memegang perutnya. Di keningnya ada beberapa bekas luka goresan yang belum hilang, begitu pula di tangannya.Dia ingat. Ketika tubuhnya dihempas oleh arus, seseorang tiba-t

  • Istri Mungil Sang Penguasa   Apakah Valerie Benar-Benar Pergi?

    “Bagaimana Grandpa, Belle?” Rick dan Zach menghampirinya bersamaan.Isabelle tidak menyahut, pun tidak melirik mereka. Dia melengos begitu saja lalu pergi mengambil beberapa kaleng alkohol dari dalam kulkas dan membawanya ke taman belakang rumahnya. Hati Isabelle benar-benar kacau dan dia masih sakit hati. Semua kebohongan yang mereka lakukan di depannya membuat dia tidak bisa memaksakan diri untuk berbicara pada keduanya.Dia membuka kaleng alkoholnya dan langsung menenggaknya. Dalam sekali tegukan panjang, dia menghabiskan seisi kaleng itu hingga tumpah ke pakaiannya. Isabelle menghela nafas, menyeka sisa alkohol yang membanjiri dagunya. Isabelle mengingat Valerie. Dia menunduk, air matanya jatuh dan dia menangis sesenggukan hingga dadanya terasa sangat sesak. Dia memukul-mukul dadanya yang seolah terhimpit oleh beban berat, berusaha mencari oksigen agar bisa bernafas lebih leluasa. Namun sesak itu bukan karena jantungnya kekurangan oksigen, melainkan karena semua kekacauan dalam h

  • Istri Mungil Sang Penguasa   Kita Pasti Akan Menemukannya

    Angin malam yang kencang membuat tubuh Victoria yang terayun-ayun merasakan kengerian yang teramat besar. Dia berteriak meminta agar Emrys menurunkannya. Rasanya dia nyaris pingsan melihat betapa tingginya posisinya berada hingga benda-benda di bawahnya terasa sangat kecil. Victoria menangis, kembali memohon agar Emrys bermurah hati padanya.Hati Emrys tidak tergugah. Dia sama sekali tidak tergerak. Tekadnya sudah bulat sekalipun dia akan membayar apa yang dilakukannya dengan nyawanya sendiri.Dia akan melakukan apa pun, dia sanggup menukar apa pun, hanya jika Valerie bisa kembali.Ketika Emrys hendak melempar tubuh Victoria dari lantai enam belas bangunan itu, tiba-tiba beberapa anggota kepolisian menghampirinya dan berusaha menahannya.“Emrys, jangan.” Sosok kapten yang ditemuinya di villa tadi malam berdiri di sana. “Jangan kotori tanganmu, ini bukan gayamu.”Air mata Emrys mengalir terus dan dia benar-benar tidak berdaya. Bayang-bayang bagaimana Valerie jatuh menari-nari di kepala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status