Maksud Wira mengenalkan Pak Jusman pada Pak Anwar adalah agar ayah mertuanya itu tidak sembarangan bicara soal Sekar demi menjaga hati bapaknya yang sedang berada di sebelah mereka. Dugaan itu ternyata meleset. Pak Anwar malah terlihat senang.“Anda bapaknya gadis itu? Berarti sudah dengar yang baru saya katakan tadi?” Pak Anwar mengulurkan tangan yang disambut kikuk oleh Pak Jusman.“Iya…iya. Benar, Pak. Saya bapaknya Sekar. Saya minta maaf. Saya nggak tahu kalau Sekar sebegitu berani. Mungkin karena kami di rumah terlalu memanjakannya.” Wajah Pak Jusman sudah memerah menahan malu.“Anak-anak memang kadang begitu. Bandelnya bisa kelewatan. Tapi sebagai orang tua kita harus peduli dan mau tahu. Apalagi untuk kasus Sekar ini … dia terang-terangan sekali tak suka dengan istri Kepala Desa-nya. Bisa bahaya kalau dibiarkan terlalu lama dan tidak diseriusi menegurnya. Semoga Bapak bisa menegur Sekar dengan jelas. Kalau perlu, jangan diberi izin keluar rumah untuk sementara. Dulu saya begitu
Sejak meletakkan mobilnya di carport, Wira sudah mendengar riuh-rendah suara wanita yang berada di halaman depan rumah bapaknya. Semua orang ternyata berada di sana, pikirnya. Wira masuk dari rumah baru dan berjalan menembus halaman samping untuk segera tiba di depan. Ternyata dugaannya benar. Hampir semua anggota keluarga berada di depan. Bayi kembar mereka seperti pajangan. “Aku boleh gendong, Bu? Aku istrinya Subardi. Kalau lihat bayi gini rasanya kepengin punya bayi lagi. Gemas banget. Tapi kalau ingat masa begadangnya masih capek.” Istri Subardi sudah berada di halaman Pak Gagah.“Boleh aja. Sulis tadi udah ngasih izin.” Bu Dahlia betul-betul melaksanakan pesan Sully. Ikut mengawasi si kembar meski ada tiga orang wanita dewasa yang berada tak jauh dari dua stroller bayi.“Kulitnya benar-benar kayak Sulis ya …. Mulus banget ini. Lihat ini, Mas. Gemas banget.” Istri Subardi sudah menggendong Sakti dan mengagumi bayi laki-laki yang bertambah montok itu. Ia membawa Sakti mendekati S
Tadi niatnya benar-benar ingin mandi. Mandi yang lama dan bersih sambil menikmati musik. Mumpung si kembar sedang banyak yang menjaga, pikir Sully. Namun, ketukan langkah di lantai kamar membuat Sully tergelitik. Siapa lagi yang berani muncul di kabar dengan langkah tenang dan percaya diri seperti itu selain suaminya?Sully berhasil mengurung seorang laki-laki jantan untuk menemaninya mandi sore itu. Laki-laki itu tidak kuasa menolak. Hanya berdiri setengah pasrah sambil mengikuti hasrat dan suasana.Seperti dugaannya. Wira yang sudah cukup lama tidak bercinta dengan cara yang sebenarnya tak perlu waktu lama menjadi panas. Pria itu langsung melumat bibirnya cukup lama dengan tangan menjelajah ke mana-mana.Sully melepaskan ciuman dengan erangan yang cukup keras. “Ayo, Pak Kades ….” Sully mengalungkan tangannya di leher Wira. Lalu ia kembali membungkuk untuk menyusuri rahang pria itu dengan ujung hidungnya.Wira memejamkan mata. Menikmati semburan napas hangat Sully yang semakin memomp
Sully sudah melupakan tentang percintaan sore yang dilakukannya dengan penuh semangat dan keringat. Fokusnya sementara hanya tertuju merawat putra kembarnya dan mengerjakan dua tawaran endorsement yang sudah ia sanggupi. Ada dua iklan yang videonya sedang mereka garap. Pil pelancar ASI dan produk korset pelangsing perut. Kedua endorsement itu diterima Sully dengan penuh suka cita. Terlebih tenaga ‘babysitter’ si kembar masih melimpah ruah.Semua orang di rumah sedang berlomba-lomba menjadi sosok yang paling bisa menaklukkan hati si kembar. Semua ingin mendapat sebutan orang yang paling bisa membuat si kembar langsung tenang saat menangis. Termasuk Pak Anwar dan Bu Dahlia yang biasanya sering berdebat kecil. Suami istri itu kini terlihat kompak menjaga cucu laki-laki dari anak bungsu mereka.“Kita harus sering-sering bikin konsep video begini. Biaya produksinya kecil, mengedukasi, juga anti ribet-ribet klub.” Sully sedang membereskan kotak make-upnya.“Konsepnya emang bagus, tapi nggak
Bisa dibilang Sully memasuki masa sedang repot-repotnya. Ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi Wira hadir sendirian. Ulang tahun pabrik yang harusnya bersamaan dengan ulang tahun si kembar ternyata perayaannya harus dilewatkan karena Sully baru melahirkan putra ketiganya.Putra ketiga Sully dan Wira lahir di bulan yang sama dengan kelahiran Bima dan Sakti. Dan keluarga Sully kembali datang dengan formasi yang sama. Sari; kakak Sully adalah orang yang pertama kali tertawa terbahak-bahak setelah mengetahui kehamilan adiknya.Dan hari itu, satu bulan setelah Sully melahirkan Sari kembali datang dengan anak bungsunya yang mulai belajar jalan. Dari ketiga kakak Sully, Sari pulalah yang menggendong putra ketiga adiknya itu sambil mengatakan, “Selamat datang putra ketiga adikku yang dulunya setiap hari ngomong jangan banyak anak.”Karena itu Sully mengerucutkan bibir memandang kakaknya.Keramaian ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi memang senga
Dan bukan Sully namanya kalau segala yang ia lakukan tidak menimbulkan kehebohan orang sekeliling. Malam itu setelah mengutarakan keinginannya dengan cara merajuk, Wira menyanggupi semua hal yang akan dilakukan oleh istrinya itu agar mereka mendapatkan seorang bayi perempuan.Pertama-tama mereka berdua mendatangi praktek Dokter Masayu untuk berkonsultasi. Sully santai saja saat mengutarakan keinginannya. Raut dan gesture-nya sangat percaya diri seperti biasa. Terutama saat Dokter Masayu bertanya, “Sulis sudah mau program bayi perempuan? Awang belum dua bulan.” Dokter Masayu mengingatkan.Wira yang masih mengenakan seragam cokelat mengangguk yakin. “Katanya mau sekarang aja, Dok. Biar sekalian aja.”“Kalau bisa sekarang kenapa harus nanti gitu, Dok. Kemarin hamilnya Awang juga bisa secepat itu. Saya mau tahu tips-tips khusus buat hamil anak perempuan.” Sully bicara dengan kedua tangannya yang melingkari lengan Wira. Ia sudah tidak peduli lagi dengan komentar ketiga kakaknya. Karena jik
Rombongan itu benar-benar ramai. Tiga generasi melalui perjalanan panjang berpindah-pindah moda transportasi. Pak Gagah yang sudah lama tidak melancong jauh bangun paling pagi dibanding yang lain. Pria tua itu mengecek semua bawaan mereka untuk kesekian kalinya.Perjalanan hari itu dimulai dengan Asmari dan seorang supir dari pabrik yang diminta mengantar ke bandara.“Asmari ikut juga, kan, Gus? Masa Hendro resepsi Asmari enggak ikut?” Belum apa-apa Pak Gagah sudah protes karena Asmari yang belakangan dekat dengan Hendro tidak terlihat memiliki tentengan.“Asmari ikut, Pak. Nanti setelah mengantar kita ke terminal keberangkatan dia titip mobil di parkir inap bandara. Asmari berangkatnya satu pesawat bersama Pretty dan ibunya.” Wira baru saja melepas Asmari untuk meletakkan mobil di parkir inap. Pak Gagah yang sedang menggendong Bima pun sepertinya masih punya banyak waktu untuk memperhatikan orang sekitar.“Bapak capek? Bima bisa diletak dulu di stroller. Gantian sama Tika. Dari tadi
Kedatangan keluarga Pak Gagah yang hanya berjarak seminggu sebelum pesta pernikahan Oky membuat Pak Anwar menyusun agenda sepadat mungkin untuk mengajak besan berkeliling kampunghalamannya.Hal pertama yang dilakukan Pak Anwar adalah mengajak Pak Gagah melihat kebun kelapa Sully yang dibelikan Wira. Dalam perjalanan menuju kebun itu tak lupa Pak Anwar menunjukkan jalan hasil pengaspalan yang didanai oleh Wira.“Lihat seberapa panjangnya jalan menuju ke kebun kelapa ini, kan? Nah, ini semua Bagus yang mengaspal. Warga yang sudah lama mengharapkan perbaikan jalan bisa ikut menikmati yang dilakukan Bagus. Apa yang dilakukannya ini membawa banyak kebaikan. Bahkan warga yang tidak kenal Bagus secara pribadi malah mengenal namanya. Pernah sekali waktu saya ke kebun kelapa, ada seorang pria yang baru pulang merantau menanyakan soal jalan yang bagus. Orang tuanya langsung mengatakan jalan ini diaspal menantunya Pak Anwar. Namanya Bagus.” Pak Anwar terkekeh-kekeh senang saat menceritakan kisah