"Tidakkk...!" Teriak Chana sangat keras. Tubuhnya memberontak dengan sangat kuat hingga peluh membanjiri tubuhnya. Rasa sakit di sekujur tubuhnya dengan kilasan bayangan nyata yang dia alami jelas masih terpahat di seluruh ingatannya. Tempat tidur itu tampak sangat berantakan karena gerakannya yang liar.
"Arrgghh...!" Teriakan keras kedua diiringi tangisan terdengar memilukan. Mata hitam coklat itu terbuka lebar kemudian tertutup lagi. Napas yang memburu dengan dada naik turun dan detak jantung yang berpacu cepat memperjelas kepanikan Chana yang yang langsung duduk di atas tempat tidur dengan kedua tangan meremas perutnya kuat. Seluruh tubuhnya terasa sakit bagai tersayat dengan rasa panas bagai terpanggang dalam bara api yang masih membara. Tangisnya pecah dengan desisan rasa sakit yang tak terkira.
"Putraku, dia kesakitan," batin Chana lemah. "Dan aku berakhir dengan sangat mengenaskan."
"Apa yang terjadi? Nona apakah ini akan baik-baik saja?"
"Apa yang terjadi pada jalang itu? Kenapa dia berteriak?"
"Putraku, putraku dia kesakitan," ucap Chana sekali lagi diantara tangisnya yang pecah. Ingatan semua yang telah terjadi seakan nyata. Menghadirkan rasa sesak, penyesalan, kekecewaan, benci juga dendam yang membara.
"Putra? No-nona, jalang ini menjadi aneh saat ini. Apakah kita memberikan obat dengan dosis yang berlebihan?"
"Itu tidak mungkin! Dia harusnya tak sadarkan hingga esok pagi." Bantah suara merdu lain dalam ruangan yang sama tapi tak dapat menyembunyikan kekejaman dalam nadanya.
Tepat setelah suara itu selesai, tubuh Chana menegang. Chana yang masih memeluk tubuhnya dengan meremas kuat perutnya mulai menyadari keanehan. Sesak, pusing, sakit dan seluruh tubuhnya terasa panas bagai terbakar. Seluruh tubuhnya terasa mati rasa dan seluruh ingatannya kembali berputar jelas dan terus di ulang. Tangisan putranya, gerakan kecil bayinya, rasa sakit seluruh tubuhnya saat kematiannya juga rasa panas saat minuman beracun itu mengalir ke tenggorokannya.
"Panas," erang Chana lemah dan kemudian matanya terbuka lebar saat senyum licik Chassy terbayang.
Menatap kosong langit-langit kamar nan asing dengan seluruh tubuh berkeringat lengket, dia terpaku saat mengingat seluruh momen yang berputar. Akhir hidupnya, Logan yang mengkhianatinya dan kehilangan putranya, dia mengingat kematiannya dengan jelas. Membuat seluruh kebencian tersirat jelas di matanya.
"Sial! Kenapa dia bisa bangun?"
Chana kembali mengerutkan keningnya saat suara asing untuk kesekian kalinya menyapa. Matanya beralih bingung saat menyadari bahwa seluruh tubuhnya dapat dia gerakkan, dapat dia rasakan bahkan menghindar. Dia tidak mati, dia hidup dan baik-baik saja. Hanya saja, kenapa ruangan ini perlahan menjadi gelap dan seluruh tubuhnya bagai terbakar tanpa sisa.
"Karena seperti ini, maka jangan salahkan aku jika aku mengambil rencana lain. Cepat mulai, kalian boleh melakukan apapun padanya. Kali ini aku membebaskan kalian. Sentuh dia hingga tak tersisa."
Chana kembali menarik tubuhnya saat suara lain menyapa. Suara petikan lampu terdengar dan ruangan menjadi sedikit terang, hanya saja, kenapa Chassy ada dalam ruangan yang sama dan duduk di sana? Sedangkan dia ... lalu peristiwa ini kenapa terasa familiar? Saat-saat seperti ini, apakah dia pernah mengalami sebelumnya? Dan kemudian ingatan tentang Chassy melemparkan beberapa foto sebelum kematiannya terbayang. Dia mencoba menghubungkan keduanya dan kemudian dia menyadari semuanya.
Ini adalah hal telah Chassy lakukan untuk mendapatkan semua videonya. Jebakan ini, Chassy lah yang mengaturnya. Dan yang paling penting, dia mulai menyadari sesuatu. Bahwa kematian yang dia rasakan adalah pengelihatan masa depan. Tidak, tapi itu semua terasa sangat nyata. Jika begitu apakah dia benar-benar telah mati lalu hidup kembali karena mendapatkan kesempatan kedua untuk memperbaiki hidupnya? Melihat masa depan atau mati lalu hidup lagi, apa pun itu di kehidupan ini dia berniat untuk merubah akhir takdirnya.
Putranya, akhir hidupnya, dan seluruh dendam juga penderitaan yang akan dia dapatkan, dia tidak akan membiarkannya. Kematiannya dan putranya akan menjadi kebahagiaan bagi Chassy dan Logan. Dia tidak bisa membiarkan itu! Dendam itu, dia harus membalasnya.
"Sial!" Umpat Chana saat benar-benar memahami semuanya. "Aku harus memperbaiki ini atau aku terjerat dalam peristiwa yang sama! Hanya saja, rasa panas ini begitu menggangu."
Chana bergerak merapatkan jubah mandinya yang compang camping. Ingatannya menyadarkannya bahwa beberapa saat lalu dia menghadiri sebuah pesta besar Keluarga Oswald dan dia meminum sebuah wine yang Chassy berikan lalu dia merasakan pusing juga panas. Dia mundur untuk mencuci tubuhnya dan akhirnya ada tiga pria asing dan seorang fotografer profesional juga Chassy yang hadir di kamarnya. Semuanya kini semakin jelas.
Chana bergerak cepat saat dua pria asing mendekatinya, sebuah tangan menyentuh kulitnya membuatnya mendesah tertahan tapi dia bangkit untuk menjauh. Membiarkan jubah tidurnya ditarik dan melepaskan bebas. Kini dia hanya mengenakan pakaian dalam dan seluruh lekuk tubuhnya terungkap. Mendesis marah, menendang kuat, lalu berlari tanpa aba-aba dan meraih gorden jendela kuat. Menariknya kuat, menuju balkon dengan senyum sumbang. Tangan-tangannya dengan lugas mengikat gorden dalam diam.
"Chassy, aku tidak bisa membiarkanmu menghancurkan hidupku lagi," batinnya kuat.
Chassy yang tak pernah memikirkan hal ini, dia berlari menyusul sedangkan tiga pria asing tampak kualahan karena hanya mengenakan celana dalam.
"Kak, jangan bodoh. Ini lantai dua belas. Dan panjang gorden di tanganmu tak akan membantu."
Chana tertawa kecil, bersikap bodoh dan bodoh. "Chassy, apa yang kau rencanakan?"
Chassy menggigit bibirnya kasar. "Ini bukan apa-apa. Aku juga baru tersadar dan berada dalam ruangan yang sama. Hanya saja-"
"Chassy, kau pandai bicara. Aku ingin tahu sampai kapan kau menganggapku bodoh? Semua ini kau yang merencanakan!"
"Kak, ini salah paham.
"Lalu, kenapa pria-pria itu tidak menyentuhmu?"
"Itu-"
"Chassy, kau benar-benar kejam. Tapi aku tak akan jatuh pada rencana busukmu. Aku lebih baik terjun ke bawah dari pada membuat rencanamu berhasil."
"Kak ...!"
Teriakan itu cukup keras. Chassy berlari saat melihat Chana melompat tanpa rasa takut. Dia menggeram marah dan mengutuk saat tak mendapati tubuh Chana di mana pun.
"Tangkap dia!"
Sementara Chana yang baru saja melompat, tubuhnya menggantung dengan pegangan kuat di tali gorden yang dia bawa. Kakinya menjulur untuk menggapai pembatas balkon sebuah kamar dan tiba-tiba sebuah tangan meraih kakinya lalu menarik tubuhnya turun dengan sangat cepat.
"Nona, apa yang kau lakukan!"
Suara penuh kejutan dan kekhawatiran, meraih tubuhnya hingga Chana melepaskan pegangannya. Pria itu menangkapnya. Membuat tubuhnya jatuh dalam sebuah pelukan erat dan mereka sama-sama terjatuh ke lantai dengan posisi dia berada di atas. Mencoba bangun, dia hanya menyadari tangannya berada di atas sebuah kulit yang halus, dan sedikit kuat. Matanya menyapu untuk menemukan beberapa otot perut yang kuat dan menonjol.
Oh, pemandangan yang indah!
***
Mata Chana berkabut saat dia mengerutkan keningnya. Pemandangan di hadapan matanya sungguh indah. Seluruh tubuhnya yang panas sangat menggangu dan membuat kulitnya menjadi sangat sensitif, menghadirkan rona merah muda di pipi putihnya. Dan tanpa sengaja, pria di bawahnya bergerak pelan membuat tubuhnya mendesah pelan. Pria itu menyadari ada yang salah, sejak dia mendengar desahan tertahan wanita di atasnya, dia menjadi diam dan tak berani bergerak. Instingnya jelas memberi peringatan bahwa ada yang salah dengan tatapan wanita di atas tubuhnya. Rona merah yang hadir, sedikit malu dengan tatapan sayu, itu tampak sedikit menyedihkan. Tapi dia melihat kelaparan panjang di dalam mata wanita tersebut. Jelas wanita ini tidak normal."Nona, perlahan, menyingkir dari atas tubuhku." Perintahnya dingin. Chana tak bergerak dan terhipnotis dengan suara berat nan serak. Matanya meneliti pria di bawah tubuhnya dengan hati-hati. Rahang tegas dengan bibir tipis yang melengkung sempurna. Hidung menju
Chana memperhatikan bahwa ada sesuatu yang salah dengan ekspresi pria di hadapannya. Dia bukanlah gadis yang bodoh, oh mungkin terlalu sombong untuk mengatakan hal tersebut karena faktanya, di masa depan dia akan mati karena kebodohannya. Namun setidaknya, dia telah menikah dan bukanlah gadis polos seperti yang seharusnya. Sesuatu seperti keperawanan bukanlah hal penting yang harus dia pikirkan. Saat ini ada banyak kerumitan dalam pikirannya, dan dia harus segera menyingkir dari pria di hadapannya. "I-itu, tu-tuan, aku akan memberimu kompensasi."Wajah pria di hadapannya tertarik minat. "Kompensasi?"Chana mengangguk. "Y-ya," "Uhm, kompensasi seperti apa yang akan kau berikan? Apakah itu seperti sebuah pelajaran lagi yang akan kau berikan?" "Pelajaran? Seperti apa?" tanya Chana tak mengerti. Pria itu menganggukkan kepalanya, tampak berpikir sesaat. "Yah, kau telah memberiku pelajaran semalam. Mungkin lebih dari sekedar mendisplinkan bibirku atau mungkin kita bisa mengulanginya lag
Saat perintah pria tampan itu turun, hotel dan perusahaan Axion Company meledak dalam satu kabar. Tidak hanya tidak hadir dalam rapat penting tanpa kabar terlebih dahulu, bahkan telepon pertama yang tuan muda mereka perintahkan adalah mencari data seorang wanita yang telah berhasil melarikan diri dari kamar hotel tuan muda mereka. "Tuan muda memerintahkan untuk mencari seorang wanita? Seorang wanita? Benarkah itu?""Tidak, apakah akhirnya tuan mudaku bukan petapa? Ya Tuhan, ini berita besar.""Pada akhirnya, wanita itu, apakah dia akan mati? Atau akan dilempar? Ini adalah kamar hotel. Kamar hotel tuan muda kita, wanita itu, apakah mereka menghabiskan malam bersama?""Diamlah, dan cari data wanita ini! Kalian terllau banyak bicara!""Tunggu, dari pada itu, tuan muda terlihat sangat kesal. aku yakin akan mendengar berita kehancuran suatu keluarga.""Kita harus mencari tahu semuanya agar jelas. aku yakin ada sesuatu."Beberapa orang mulai sibuk dalam pekerjaaan karena perintah ini, na
Elden terhenyak saat kata-kata Chana jatuh. Melihat putrinya menangis dengan tatapan bingung hatinya yang mendingin terengut. Dia baru saja akan angkat bicara sebelum putrinya kembali bersuara. "Ayah, apakah karena ibuku tidak di sini hingga aku harus dipukuli untuk kesalahan yang tak kuperbuat? Apakah ayah lupa? Aku juga putri Ayah. Aku tak tahu ibu akan pergi meninggalkan kita, mulai sekarang aku akan berusaha mencarinya. Tapi kini, untuk saat ini, aku merasa lelah." Tatapannya yang berkaca- kaca membuat wajah Chana menyedihkan. Dia membalikkann badan seakan semua tak pernah terjadi. "Ayah, hari ini aku sangat lelah." Mendengar itu mata Elden memanas. Kepergian istri pertamanya, mungkin dia membencinya tapi ini bukanlah suatu alasan yang harus membuat putrinya menderita. Dia menatap punggung putrinya yang menjauh lalu beralih pada Mesya secara ganas. Putrinya dipukuli? Kenapa dia tak tahu? Selama ini dia selalu merasa putrinya ini sangat di luar batas hingga sangat bodoh lalu juga
Kemuraman Chana membuat emosi Logan tersulut. Saat Chana menghempas tangannya, dia menyadari tatapan Chana yang seakan tak peduli pada keberatannya. "Chana,""Itu bukan urusanmu!" "Bagaimana kau bisa mengatakan itu?" Kekecewaan tercetus tanpa bisa dicegah, Logan ingin tertawa seakan tak percaya pada wanita di hadapannya. Benarkah wanita ini adalah orang yang sama dengan orang yang selalu mengatakan mencintainya?Angin berhembus cukup kencang dari pintu balkon kamar yang terbuka. Tirai bergoyang perlahan, membuat suasana menjadi sunyi untuk sesaat. "Bagaimana tentang dirimu, bukan menjadi urusanku?" ulang Logan menekan setiap kata yang keluar.Chana menatap Logan yang menunduk dengan kepalan tangan erat. Dia bisa merasakan amarah Logan yang tak biasa. Dia harusnya berlari memeluk kekasihnya lalu menangis meminta maaf atas semua hal yang terjadi padanya. Dia harusnya tersedu dalam pelukan Logan lalu Logan yang kecewa akan menghempaskan tubuhnya dan dia berlutut memohon pengampunan. D
Logan melangkahkan kakinya dengan berat tanpa menoleh sedikitpun meski suara Chana terdengar jelas. Ini cukup aneh baginya karena dia berpikir Chana akan mengejar dan segera meraih tangannya. Tapi nyatanya, pintu kamar itu tertutup dan tak terbuka sama sekali meski dia menunggu sosok Chana keluar menghampirinya."Logan,"Logan menoleh, mendapati Chassy yang tersenyum lembut padanya."Apakah kakak tidak ada di dala-""Tidak," potong Logan cepat menegaskan bahwa dia tak ingin mendengar apa pun saat ini tentang Chana. Kemuraman kian terlihat jelas saat dia mengingat Chana yang sangat jauh berubah. "Dia hanya lelah. Aku akan kembali."Chassy melihat raut kecewa yang dalam dengan jelas. Tanpa sadar dia meraih tangan Logan yang baru saja melangkah untuk pergi. "Logan, ada apa? Apakah kalian bertengkar? Kau tahu bahwa kakak mungkin melakukan kesalahan karena dia sedikit bodoh tapi aku akan membuatnya untuk meminta maaf padamu."Logan tak menjawab, namun menarik tangannya dari tangan Chassy.
Chana turun saat seorang pelayan memanggilnya untuk makan malam bersama keluarga. Dia tak memiliki pakaian yang pantas, namun dia juga telah mengambil keputusan bulat untuk tidak menutupi semuanya. "Pakaian apa yang kau kenakan?" Tegur Mesya dingin saat melihatnya baru saja duduk dengan patuh. Elden yang sedari tadi menikmati kopi dari gelas di hadapannya sebelum acara makan di mulai mengangkat wajahnya lurus. Matanya jatuh pada jejak merah yang terlihat mencolok di antara kulit seputih salju. "Aku tak memiliki pakaian lain," "Chana!" Bentak Elden tak tertahankan bahkan Chassy yang baru saja tiba berjangkit kaget. "Kau! Jejak apa yang ada di tubuhmu! Apa yang telah terjadi!"Mesya yang sedari tadi diam kini mulai meneliti tubuh Chana dan matanya tiba-tiba membulat. "Oh, Chana, bagaimana bisa kau - tidak, sayang ini tidak mungkin. Itu adalah jejak-""Siapa yang melakukannya?" Potong Elden tak menutupi amarahnya. Mendengar itu Chana sama sekali merasa tak terganggu. Dia hanya menat
"Chana,"Chana, yang sedang melangkahkan kakinya di halaman luas keluarga Oswald dengan menundukkan kepalanya terhenti saat sepasang sepatu hitam itu berhenti tepat di bawah kakinya."Kemana kau pergi?"Suara yang sangat familiar, dengan intonasi acuh tak acuh, memperjelas sikap dingin pemiliknya. Tanpa sadar, Chana mendongak dan menemukan wajah tampan yang menatapnya lekat."Agraf," suara Chana lemah, penuh keterkejutan, dengan mata membulat tak percaya. Bukankah dia baru akan datang? Kenapa sekarang sudah ada di kota ini? Tidak, jika aku tak salah, dia tak seharusnya kembali di bulan ini. Harusnya ...."Chana,"Teguran dingin itu kembali terdengar, Chana seakan tersadar dengan langkah mundur sedikit ketakutan."Apa sekarang kau tuli- tunggu, ada apa dengan tubuhmu?"Sebuah tangan hangat terulur menyentuh ujung kulit leher Chana sebelum Chana berjengkit menjauh. Membiarkan tangan Agraf di udara dengan canggung. Tatapan mereka bertemu, namun kedinginan di hati Chana menyebar dengan sa