Share

Bagaimana kau akan bertanggung jawab?

Mata Chana berkabut saat dia mengerutkan keningnya. Pemandangan di hadapan matanya sungguh indah. Seluruh tubuhnya yang panas sangat menggangu dan membuat kulitnya menjadi sangat sensitif, menghadirkan rona merah muda di pipi putihnya. Dan tanpa sengaja, pria di bawahnya bergerak pelan membuat tubuhnya mendesah pelan. 

Pria itu menyadari ada yang salah, sejak dia mendengar desahan tertahan wanita di atasnya, dia menjadi diam dan tak berani bergerak. Instingnya jelas memberi peringatan bahwa ada yang salah dengan tatapan wanita di atas tubuhnya. Rona merah yang hadir, sedikit malu dengan tatapan sayu, itu tampak sedikit menyedihkan. Tapi dia melihat kelaparan panjang di dalam mata wanita tersebut. Jelas wanita ini tidak normal.

"Nona, perlahan, menyingkir dari atas tubuhku." Perintahnya dingin. 

Chana tak bergerak dan terhipnotis dengan suara berat nan serak. Matanya meneliti pria di bawah tubuhnya dengan hati-hati. Rahang tegas dengan bibir tipis yang melengkung sempurna. Hidung menjulang dengan sorot mata tajam dibingkai dua alis lebat yang kuat. Dari itu semua, pria di bawahnya ini seperti keindahan langka yang tak bisa dibandingkan bahkan dengan semua pria yang dia kenal. Benar-benar tampan bagai lukisan dari sebuah karya yang sangat memuaskan. Kecuali perintah dingin itu, dia sama sekali tak menyukainya. 

"Nona, aku memperingatkanmu. Menyingkir dari atas tubuhku!" 

Perintah itu kian dingin, pria itu menatap tak suka saat merasa dirinya diperhatikan sedemikian rupa. Dia sudah menyelamatkan wanita ini, berpikir wanita ini akan bunuh diri tapi siapa yang menyangka bahwa wanita yang dia selamatkan justru terlihat seperti penggoda yang akan melahap dirinya. Benar-benar tak beruntung. 

"Nona, aku akan menghitung tiga kali, jika kau tak juga enyah, jangan salahkan aku jika sedikit kejam." 

Dalam hidup ini, dia terkenal sangat dingin dan menjaga diri dari semua wanita yang mendekati. Tak peduli apa pun, dia tak akan jatuh dalam trik kotor setiap wanita yang melemparkan tubuh padanya. Dia sangat baik dalam pertahanan diri, juga sama sekali tak tertarik dengan wanita cantik mana pun yang pernah dia kenali. Tapi entah kenapa, dia merasakan bahaya dari tatapan wanita di atas tubuhnya. Membuatnya tak nyaman juga sedikit ketakutan. 

"Oho, bibir indah ini kenapa mengeluarkan perintah tidak sopan!" 

"Apa?" Pria itu terkejut, tapi kian waspada saat melihat senyum di bibir Chana. "Menyingkirlah sekarang!"

Chana sama sekali tak mendengarkan peringatan yang dia dengar. Dia hanya melihat bagaimana keindahan di bawah tubuhnya tampak sangat mempesona. Membuat seluruh tubuhnya bergetar dengan telunjuk tangan yang perlahan bergerak menyentuh kulit halus di bawahnya. Mulai dari pipi, bibir, leher lalu turun ke dada dan pada otot-otot perut yang terbuka. 

"Kurasa kau harus diberi pelajaran! Kedepannya bibir indah ini, harus mengeluarkan suara yang lembut dan patuh. Mengerti?" tanya Chana dengan suara seakan memimpin. 

Pria itu menegang, matanya menatap waspada saat kulitnya terasa tersentuh oleh ujung jari yang lembut. Membuat jiwanya memberontak pelan dengan mata berkabut perlahan. Terlebih sanggahan juga peringatan tentang pelajaran untuk tubuhnya. Semua ini benar-benar tidak masuk akal. 

"Nona, menyingkir dari- mmpph ...," 

Chana sama sekali tak dapat menguasai tubuhnya. Saat ini dia sangat lepas kendali hingga tak bisa menahan diri untuk tidak menikmati bibir indah yang terus saja mengeluarkan larangan. Dia tak suka juga merasa sangat tidak nyaman pada seluruh tubuhnya. Hanya instingnya, dia hanya menyerahkan semua pada insting wanitanya. 

"Oh, sial!" Umpat pria tergoda. Dia bisa merasakan bagaimana ciuman wanita di atasnya sangat berantakan dan sama sekali tak berpengalaman. Dia bahkan harus membimbing dan mengetahui bahwa wanita di atasnya jelas telah diberikan obat. Hanya saja, hanya dengan ciuman seluruh tubuhnya bergetar dan jiwanya memberontak kuat. Membangkitkan jiwa binatangnya yang tak seharusnya bangun. 

Saling menggoda dan akhirnya semua berakhir dalam malam yang panjang. Desahan tertahan dan geraman pelan dengan seluruh ruangan kamar yang berantakan menunjukan betapa panas malam yang mereka lewati. Hanya saat menjelang pagi, keduanya kelelahan dan akhirnya terlelap dalam satu selimut di ruangan yang gelap. 

Keesokan harinya saat matahari mulai tinggi, Chana mulai tersadar dengan sakit kepala hebat. Dia menggerakkan tubuhnya dan mengernyit saat merasakan seluruh tubuhnya remuk terasa tak bertulang. Juga sakit di bagian bawah sana. Mencoba mengingat sesuatu dengan setengah sadar dia di sadarkan dengan sebuah suara berat di ujung telinganya. 

"Kau bangun?" 

Sontak Chana terbelalak dan langsung menghindar sejauh mungkin. Matanya menatap nyalang pria malas di sampingnya dengan postur menyandarkan kepalanya di ujung kepala ranjang. 

"Si-siapa anda? Dan ini ... ahkk!" 

Chana berteriak saat dia menyadari sejak dia menjauh, dia tak mengenakkan pakaian apa pun. 

Pria itu menutup telinganya. "Terlalu berisik!" 

Chana langsung diam dengan tangan meraih selimut di ujung kakinya. "An-an-da, saya bisa menuntut anda atas perbuatan tidak-"

"Yah, kau bisa membuat laporan. Bahwa kau menodai kepolosanku," potong pria itu datar. 

"Y-ya? Apa maksud-" Chana tak melanjutkan kata-katanya, dia tersenyum sumbang saat ingatan demi ingatan menyadarkannya dari ujung ketidaksadaran. Sontak hal itu membuat seluruh wajahnya merah padam. 

"Telepon ada di sini. Kau bisa mulai menelepon polisi. Mungkin, aku akan memudahkan laporanmu dengan menjadi saksi yang baik." Pria itu tersenyum malas, melonggarkan jubah mandinya sedikit, memperlihatkan tulang selangka yang kokoh dengan jejak merah yang terlihat mencolok. Juga sedikit dada bidang yang juga penuh dengan jejak tak senonoh. 

Melihat hal itu Chana membelalakkan matanya. Matanya terpaku pada jejak-jejak merah yang tertinggal. Tanpa sadar, dia menelan air ludahnya dan mengutuk dalam hati. "Oh sial, apa itu semua perbuatan dari bibirku yang beretika? Bagaimana bisa? Bagaimana bisa aku melakukan itu semua. Huaaaaa," 

Pria itu melihat raut wajah Chana dan kian tertawa. Dengan sengaja dia menaikkan satu kakinya, membuat belahan jubah mandinya tersingkap. "Juga mungkin kau mau melihat, ada jejak yang sama di bagian-"

"Tua-tuan, hentikan." Larang Chana cepat. Dia tak akan membiarkan pria di depannya menampilkan hal yang tak seharusnya dia lihat. Itu benar-benar memalukan! "Ahahahaha, tuan, itu, laporan itu, ahahahaha, aku tak akan melakukannya." Terangnya dengan tawa tak biasa. 

Mata pria itu berbinar, tanpa sadar dia beringsut mendekat hingga wajahnya begitu dekat dengan wajah Chana. "Benarkah? Lalu, bagaimana kau akan bertanggung jawab atas hilangnya kepolosanku?" 

"Apa?" Chana tertegun saat aroma shampo tercium dari ujung rambut yang setengah basah di depannya. Matanya bertemu dengan mata tajam yang menatapnya jenaka. Pria ini pasti ingin mempermainkannya. 

"Kataku, bagaimana kau akan bertanggung jawab atas hilangnya satu-satunya hal yang penting bagiku, hmn? Juga aku yang tak lagi polos karena merasakan sesuatu yang-" 

Huh, sungguh lucu! batin Chana memberontak. Namun jari telunjuk tangannya bergerak tanpa sadar menutup bibir pria di depannya. "Ahahahaha, apa yang kau bicarakan tuan? Hal itu, bukankah aku yang harus mengatakannya?" 

Kedua alis pria itu tertaut membentuk satu garis yang hampir lurus. "Oh, apa kau lupa? Kau melompat dan menggodaku. Kau menunggangik- hmmpp,"

"Ahahahaha, tuan cukup. Aku ingat, aku ingat semuanya." Potong Chana frustasi menahan malu. 

Pria itu menyingkirkan tangan Chana dari bibirnya. Menarik senyum licik nan menggoda. "Jadi, bagaimana kau akan bertanggung jawab?" 

"Y-ya?" 

"Kau tak berniat melarikan diri setelah menikmatiku kan?" 

Menikmati? Chana ingin membanting kepalanya setiap pria ini mengucapkan kata-kata yang tak pantas. Oh sungguh, dia sangat malu. Ini adalah hari yang paling memalukan seumur hidupnya.

"Oh itu, tidak, tidak, tidak. Jadi tuan, bisakah kita melupakan semuanya? Maksudku, ini juga pertama kalinya bagiku. Tak bisakah kita menganggap semua ini menjadi one night stand saja?" 

"Apa?" 

Chana menggigit bibirnya saat melihat raut ramah di wajah pria itu menghilang dan tergantikan dengan ekspresi dingin menusuk tulang. Membuatnya salah tingkah hingga tak berdaya. 

"Beraninya kau meminta sesuatu yang penting bagiku menjadi one night stand saja. Setelah menikmati tubuhku dengan puas kau berniat lari? Aku akan memastikan kau bertanggung jawab atas hilangnya kepolosanku," geram pria itu pelan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status