Share

2

Author: Kuldesak
last update Last Updated: 2025-04-18 14:19:06

"Apa yang harus aku lakukan? Aku belum pernah bertemu dengan Grand Duke Leonhard... hanya mendengar desas-desus mengerikan di kalangan pelayan... Iblis Perang... dari Utara... Bagaimana jika dia tahu? Bagaimana jika dia menolakku di altar nanti?"

Lyra Valeska d’Argelline meremas kedua tangannya yang dingin di pangkuan. Gaun pengantin mewah bertabur berlian—kiriman Kaisar Edmure, ironisnya—terasa seperti rantai yang mencekik seluruh tubuhnya.

"Bukan hanya kau yang akan digantung... aku pribadi akan memastikan ibumu... merasakan neraka di bumi..." Ancaman Lavinia menusuk seperti duri es.

"Dan jangan lupa, kau harus menemukan bukti sesuai perintah Kaisar Edmure."

Kalimat-kalimat Lavinia dan Lady Ilmae terus menghantui pikiran Lyra.

'Bukti dari kerajaan Vordane?' Lyra bergumam.

Bagaimana dia seorang pengganti yang diawasi setiap geraknya, bisa melakukan tugas mata-mata untuk Kaisar Edmure—pria yang licik yang jelas-jelas bersaing sengit dengan Leonhard dalam hal kekuasaan?

'Sial, aku benar-benar terjebak!' runtuk Lyra dalam hati.

Titah Kaisar adalah mutlak, dan lady Ilmae telah menjadikan Lyra sebagai persembahan dalam permainan ganda yang mematikan ini.

Kini Lyra sendirian menuju ke Katedral. Tidak ada ayah, ibu tiri, atau bahkan Lavinia yang berpura-pura mengantarnya.

Hanya kereta Vordane yang dingin dan sunyi, membawa Lyra menuju takdir yang tidak ia inginkan. Lyra merasa seperti domba yang diantar ke tempat penjagalan.

Lyra memejamkan mata, ia menghembuskan napas berat. 'Bertahanlah, Lyra. Demi Ibu. Kau harus bertahan.'

____

Putri Lavinia Estel d’Avarel tersenyum puas menatap pantulan dirinya di cermin perak besar. Lavinia mengenakan gaun sutra berwarna zamrud, rambut pirangnya ditata indah, jemarinya dihiasi cincin permata.

Di belakangnya, Lady Ilmae d’Argelline mondar-mandir dengan gelisah, wajahnya tegang.

"Lavinia, Ibu khawatir. Bagaimana jika ada yang menyadari jika yang menikah dengan Grand Duke bukan dirimu? Terutama Kaisar... Jika beliau tahu kita mengirim pengganti... ini pengkhianatan!" ujar Lady Ilmae, panik.

Lavinia memutar bola matanya, masih mengagumi dirinya sendiri di depan cermin. "Tenanglah, Ibu. Kepanikan tidak cocok dengan kerutan di wajahmu." Lavinia berbalik, senyum wanita itu sinis. "Siapa yang akan tahu? Apakah Kaisar Edmure pernah benar-benar melihatku dari dekat? Atau Grand Duke Vordane itu? Mereka terlalu sibuk dengan peta dan intrik mereka."

"Tapi ini pernikahan tingkat tinggi! Pasti ada utusan Kaisar di sana! Dan keluarga Vordane... mereka itu kalangan arisotrak. Bukan sekumpulan manusia bodoh!"

Lavinia Mengibaskan tangannya acuh. "Orang-orang dari kerajaan Vordane tidak pernah berkunjung ke wilayah kita sebelumnya. Mereka baru tertarik sekarang karena Kaisar membuat perjanjian yang melibatkan tanah perbatasan ini."

Lavinia mendekati Lady Ilmae, wajahnya jelas penuh keculasan. "Mereka buta akan hal lain selain keuntungan politik dan wilayah. Leonhard Vordane tidak melihatku sejak aku masih anak-anak. Baginya, pernikahan ini hanya formalitas untuk mengamankan perjanjian. Dia tidak akan peduli siapa wanita yang dia nikahi, selama wanita itu membawa nama 'Lavinia'."

Lady Ilmae masih tampak ragu. "Tapi Lyra... anak itu..."

"Anak itu hanyalah batu loncatan. Jika dia berhasil menipu semua orang dan mendapatkan apa yang diinginkan oleh Kaisar dari Vordane, itu hal yang bagus. Jika wanita dari anak hina itu gagal dan ketahuan..."

Senyum kejam terbit di bibir Lavinia.

"... maka anak haram itu yang akan menanggung akibatnya. Kita akan cuci tangan. Salahkan saja si wanita pebawa sial itu sepenuhnya karena telah menipu kita semua. Sederhana, bukan?" imbuh Lavinia.

Lady Ilmae menghela napas, tampak sedikit lebih tenang oleh logika kejam Lavinia.

"Kau benar. Yang penting tujuan kita tercapai."

"Tentu saja aku benar." Lavinia kembali ke cermin. "Sekarang, biarkan aku menikmati hari tenangku selagi si anak haram itu menjalani mimpi buruknya."

___

"Kita sudah sampai di Katedral Agung, Yang Mulia." Suara kusir kerajaan terdengar.

Lyra tersentak dari lamunan, ia menegakkan punggung. "Baik, terima kasih."

Krek!

Pintu kereta terbuka. Seorang Usher berseragam kerajaan membungkuk hormat, wajahnya datar tanpa ekspresi.

Udara dingin pagi menerpa wajah Lyra, membawa aroma dupa dan bunga lili dari dalam gereja.

'Semua akan baik-baik saja... harus baik-baik saja.' Lyra menguatkan hati, menegakkan punggungnya di balik lapisan kain mahal.

Lyra tidak boleh terlihat lemah. Tidak sekarang.

Lyra melangkah turun, Veil tebal yang menutupi wajah Lyra langsung menarik perhatian dan bisikan sinis para aristokrat yang hadir saat langkah Lyra menuju ke kartedal agung.

"Penutup wajahnya tebal sekali! Pasti buruk rupa."

"Pengantin wanitanya dari wilayah perbatasan miskin, kudengar. Pantas saja wajahnya disembunyikan."

"Memalukan bagi Vordane..."

"Kaisar Edmure benar-benar sengaja menjatuhkan Vordane. Bisa-bisanya Grand Duke menikahi wanita dari wilayah terpinggirkan."

Lyra menelan ludah, memaksakan diri tetap berjalan, ia merasa jika tapak kakinya tak pernah sampai ke altar. Kakinya seperti dikekang oleh rantai beban, sangat berat saat melewati kerumunan para bangsawan yang menghinanya.

Musik organ yang agung terdengar sumbang di telinga Lyra. 'Aku seperti dikuliti. Pandangan mereka seakan menelanjangiku,' batin Lyra, cemas.

Lyra mencoba mengangkat dagunya. 'Aku tidak boleh menunjukan kecurigaan!' Lyra terus melangkah, mengabaikan semua cemoohan yang datang.

Di depan sana, di altar, sudah berdiri Grand Duke Leonhard Vordane. Tubuh pria dengan pakaian Velvet Cloak hitam pekat menjulang.

Di dekat Grand Duke, tatapan beku keluarga Vordane menusuk.

"Kak, apa mempelai wanita itu datang sendirian?" tanya Mathilda, wanita cantik adik dari Leonhard.

Di samping Mathilda, duduk pria berwajah dingin disertai paras penuh jumawa, Darren Vordane, Kakak dari Leonhard yang akan menjadi raja Vordane.

"Dengan gelar Baron, keluarga mempelai wanita itu tidak pantas menduduki posisi sah sebagai pendamping Grand Duke,” desis Darren tanpa menurunkan volume suaranya, memastikan semua yang duduk di barisan depan bisa mendengar dengan jelas. “Tapi ya, beginilah jadinya jika politik lebih berkuasa daripada darah.”

Mathilda hanya menghela napas pelan, matanya terpaku pada langkah Lyra yang kini berdiri di sisi altar. “Setidaknya… dia punya keberanian,” ucap Mathilda.

Di posisi Lyra , wanita itu tampak resah, pernikahan ini tidak terlalu mewah untuk sekelas kerajaan yang berpengaruh.

Pendeta tua melangkah maju perlahan, suara lantangnya memenuhi langit-langit Katedral Agung.

“Sebelum kita melanjutkan pada ikatan suci di hadapan Tuhan, sesuai tradisi lama, mempelai pria diminta untuk membuka veil mempelai wanita.”

Bisik-bisik langsung terdengar.

Leonhard menoleh pelan. Tatapannya menelusuri wajah Lyra yang masih tersembunyi di balik kerudung putih berenda halus. Ia tidak berbicara, tidak menolak, hanya maju satu langkah.

Tangan Grand Duke Leonhard terangkat. Jemarinya menyentuh veil itu. Di balik veill, degup jantung Lyra berdegup kencang begitu keras hingga ia merasa dunia bisa mendengarnya.

‘Tolong… jangan gemetaran… jangan tunjukkan rasa takutmu, Lyra…’

Lyra memejamkan matanya, tak sanggup membayangkan apa yang selanjutnya akan terjadi jika veilnya tersibak.

‘Jika dia tahu… jika dia melihat sekilas saja kegugupan ini… semuanya akan berakhir. Ibu… maafkan aku jika aku gagal…’

Jari-jari sang Grand Duke menyentuh dagunya. Lembut namun tegas. Lalu, dalam satu gerakan hening—veil itu tersingkap.

Cahaya matahari yang tembus dari kaca patri jatuh tepat ke wajah Lyra.

Deg!

Dan dunia mendadak diam.

"Oh... Ya ampun!" seru beberapa orang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Palsu Grand Duke    84

    "Statusmu tak lebih tinggi dari debu di bawah sepatuku."Jedar.Kalimat itu menghunus Leonhard seperti ujung pedang. Ia membeku di belakang tubuh Lyra, pelukannya mengendur. Napasnya tercekat. Saat mendengar cerita Ibu Mertuanya. 'Oh ... Dewa, kesalahan apa yang aku lakukan? Debu?! Bahkan aku tidak ada apa-apanya dengan status Istriku. Tolong ... Aku ingin tenggelam saja di dasar laut. Betapa congkaknya aku saat itu,' batin Leonhard terkejut dan malu.Rasa-rasanya ia ingin bersembunyi di bawah inti bumi, mengingat apa yang telah ia perbuat pada keturunan sah dari Kekaisaran Solenzia.'Aku tidak pantas hidup,' Leonhard tersenyum getir di balik tubuh Lyra.Bukan hanya keterkejutannya tentang gelar istrinya. Tetapi ia juga terkejut atas pengkhianatan ayahnya. Selama ini, sejarah menghapus semuanya pada arsip kerjaan Vordane.Di dalam arsip itu, hanya dituliskan jika ada kaum berambut hitam yang melakukan pemberontakan terhadap Kekaisaran dan banyak sejarah yang sudah diubah. 'Apa setel

  • Istri Palsu Grand Duke    83

    Tiga puluh tahun yang lalu. Hari itu, langit Solenzia dipenuhi cahaya keemasan. Seharusnya, ini menjadi hari paling istimewa bertepatan dengan penobatan Seraphina sebagai Kaisar wanita pertama yang Agung yang akan segera digelar. "Yang Mulia Putri, pelan-pelan!" seru seorang pelayan pribadi—Elleya."Aku tidak sabar, Ellya. Aku ingin menemui Ayahanda dan Ibunda! Mereka sudah menunggu!" sahut Seraphina remaja, suaranya riang. Seraphina baru saja didandani, ia mengenakan gaun putih bersulam benang perak, mahkota emas kecil menghiasi rambut hitamnya. Senyum tipis terbit di bibir saat ia melangkah di lorong menuju aula penobatan.Di tengah-tengah ayunan kaki Seraphina yang penuh semangat, suara terompet memecah ketenangan. Bukan terompet kemenangan, maupun teropet penobatan—melainkan tanda bahaya."Benteng timur berhasil di tembus!""Pasukan pemberontak menyerang!"Teriakan panik menggema. Para pelayan berlarian, prajurit bergegas menghunus pedang. Aroma darah dan mesiu mulai menusuk h

  • Istri Palsu Grand Duke    82

    "Te ... Terima kasih, Leon," ucap Lyra. Lyra pun segera melepaskan pelukannya dari Leonhard, matanya yang sembap dipenuhi air mata menatap sang ibu yang berdiri tak jauh di depannya.Lady Seraphina merentangkan kedua tangan, dan tanpa ragu, Lyra turun dari kereta. "Ibu, benarkah ini Ibuku?!" jerit Lyra sambil berlari. Leonhard tersenyum, ia merasa bahagia melihat Lyra yang begitu tidak sabar ingin memeluk ibunya. "Hei My Queen, perhatian langkamu. Ingat kandunganmu. Jangan lari-lari!" seru Leonhard, memperingati. Tak menghiraukan, Lyra terus berlari hingga menubruk tubuh wanita yang melahirkannya itu."Ibu... Aku mengkhawatirkanmu. Siang malam aku terus memikirkan di mana Ibu berada."Tangis Lyra pecah di dada sang ibu. Aroma Lady Sharaphina, perpaduan bunga mawar dan rempah hangat yang selalu Lyra kenali, memenuhi indra penciumannya. Lyra memeluk ibunya dengan erat, seolah takut jika ini hanyalah mimpi. "Ibu ... Aku merindukanmu... sungguh aku sangat merindukanmu."Lady Seraphina

  • Istri Palsu Grand Duke    81

    "Darren! Ada kabar buruk!" ucap Count Albrecht, napasnya tersengal-sengal.Darren dan Mathilda terkejut, segera berdiri dari sofa beludru mereka. Cahaya lilin di ruangan itu berkedip-kedip, seolah ikut merasakan ketidakstabilan yang akan datang."Ayahanda, ada apa?" tanya Darren, nadanya tegang. Ia menatap Count Albrecht yang wajahnya pucat pasi. "Apakah ada masalah dengan perbatasan?""Bukan hanya itu, Darren," jawab Count Albrecht dengan suara parau. "Ada laporan... Ibukota diserang! Sayap utara istana... dilahap si jago merah! Seluruhnya!"Brak!Darren mengepalkan tangannya ke meja porselen di depannya. Wajah Darren yang tampan kini memerah menahan amarah. Rencana pernikahannya, perayaan yang seharusnya menjadi momen kejayaan mereka, kini terancam. Darren merasa seperti dikutuk. Setiap kali ia mendekati puncak kekuasaan, selalu ada saja rintangan yang muncul. Ia mengepalkan giginya, merasa seakan keberuntungan selalu berpihak pada Leonhard, bahkan saat Leonhard sudah dianggap mati

  • Istri Palsu Grand Duke    80

    "Jangan panik!" ucap Leonhard..Leonhard, yang tadinya menikmati ketenangan bersama istrinya, kini kembali siaga. Tangannya meraih pinggang Lyra, menariknya mendekat seolah ingin melindunginya dari ancaman yang belum terlihat. Leonhard mengamati kegelapan hutan dengan mata setajam elang, siap menghadapi apapun yang muncul. Jantungnya berdebar keras, bukan karena takut, melainkan karena kedamaian yang baru saja ia rengkuh kini terancam.Srek, srek!Semak-semak di tepi danau bergerak-gerak, dan sesaat kemudian, dua sosok penunggang kuda muncul di bawah rembulan. Di depan, Theo dengan wajah tegang memegang kendali, dan di belakangnya, Geon yang tampak santai dengan cengiran khasnya. Mereka menarik sebuah kereta tertutup yang tampak sederhana namun kokoh."Astaga! Hampir saja jantungku copot!" seru Lyra lega saat mengenali Theo dan Geon.Geon melompat turun dari kudanya dengan riang, menghampiri Leonhard dan Lyra dengan langkah lebar. "Yang Mulia Raja dan Ratu! Sungguh pemandangan yang r

  • Istri Palsu Grand Duke    79

    "Jangan lama-lama. Aku akan menunggumu di sini," ucap Lyra."Tentu, Ratu!" Jawab Leonhard, dia berbalik.Leonhard berjalan kembali menuju kudanya, yang tengah berdiri tenang di bawah bayang pohon pinus. Dengan gerakan cekatan, Leonhard membuka pelana samping dan mengeluarkan sebuah keranjang kecil berlapis kain wol hangat.Di dalamnya ada roti gandum tipis yang baru dipanggang pagi tadi, potongan keju asin dari pedalaman barat, dan sebuah kantong kecil berisi kacang manis serta potongan buah kering. Tak lupa, sebotol kecil air pegunungan yang masih dingin disimpan dalam botol perak tua peninggalan pasukan barat.Semua perbekalan ini disiapkan dengan teliti, menunjukkan betapa Leonhard telah merencanakan semua ini hanya untuk menjemput istrinya. Selesai menata semuanya di atas kain, ia berjalan kembali ke arah Lyra, yang duduk bersandar di atas akar besar pohon, tepat di tepian danau dengan kabut tipis yang menyelimuti permukaan danau. "Bukan jamuan istana," gumam Leonhard, berlutut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status