Share

5

Penulis: Kuldesak
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-18 14:32:49

"Bolehkah aku masuk?"

Suara lembut itu membuat Lyra, yang sedang meringis menahan nyeri saat mencoba duduk di ranjang, menoleh kaget.

Sosok wanita cantik berdiri di ambang pintu yang sedikit terbuka, cahaya pagi membingkai rambut pirang sutranya.

Lyra merapatkan selimut di tubuhnya secara refleks. "La-Lady...?" tanya Lyra gugup.

Wanita itu tersenyum hangat, menampakkan lesung pipit samar. "Mathilda Vordane," wanita anggun itu memperkenalkan diri, melangkah masuk diikuti beberapa pelayan yang mendorong troli makanan.

"Adik dari Leonhard."

Lyra tertegun sesaat oleh kecantikan dan keanggunan wanita di hadapannya. Kulitnya seputih kelopak bunga lily, matanya biru teduh.

"Ah... ya, tentu saja. Masuklah, Lady Mathilda." Lyra mencoba tersenyum. "Anda... Anda sangat cantik."

Pipi Mathilda bersemu merah jambu samar mendengar pujian tulus itu. Ia mendekat ke arah ranjang dengan langkah ringan.

"Terima kasih, Kakak Ipar," balas Mathilda lembut. "Panggil saja aku Mathilda. Maaf datang sepagi ini. Aku tidak melihatmu di ruang makan semalam, jadi kupikir mungkin kau belum makan sejak tiba di sini."

'Rumor itu salah,' batin Mathilda lega, mengamati wanita di hadapannya. 'Mereka bilang Putri Lavinia angkuh dan sulit didekati. Tapi wanita ini, meski tampak pucat dan sedikit ketakutan, sorot matanya lembut dan sopan. Aku senang aku memutuskan datang sendiri untuk melihat istri dari kakakku.'

Hati Lyra sedikit menghangat oleh perhatian tak terduga ini. Sebuah kebaikan kecil di tengah dinginnya kastil Vordane.

Kehangatan itu cepat terusik saat ingatan Lyra mengingat kejadian semalam—Leonhard yang menyebut nama 'Mathilda' dalam kabut gairah kasar yang Leonhard lakukan.

'Apakah Grand Duke Leonhard mempunyai hubungan terlarang...? Tidak, tidak mungkin.' Pikiran mengerikan itu membuat Lyra kembali gelisah.

Menyadari perubahan raut wajah Lyra, Mathilda cepat mengalihkan perhatian. "Oh... iya, Maafkan juga perlakuan Kak Leon semalam, atau mungkin sikapnya pagi ini jika kalian sudah bertemu. Dia... dia bisa terlihat sangat dingin dan kejam, tapi percayalah, itu bukan dirinya yang sebenarnya. Ada banyak beban yang ia pikul."

Lyra menggigit bibir, menatap Mathilda. "Beban?" tanya Lyra lirih, rasa penasaran mengalahkan kegelisahannya sesaat.

Mathilda tersenyum tipis, sedikit sedih. "Cerita panjang untuk lain waktu." Ia memberi isyarat pada pelayan. "Sekarang, sarapan dulu. Aku menemanimu, ya? Kakak pasti sangat lapar."

Pelayan mulai menata hidangan hangat di meja kecil dekat ranjang.

Aroma roti panggang dan daging asap memang menggoda perut Lyra yang kosong.

"Terima kasih, Mathilda," ucap Lyra, mencoba membalas dengan senyum tulus.

Lyra beringsut perlahan ke tepi ranjang, menahan ringisan saat nyeri di tubuhnya kembali terasa.

"Mari kubantu." Mathilda dengan sigap membantu Lyra duduk.

Baru saja Lyra hendak mengambil sepotong roti, ketukan keras terdengar di pintu.

Tok, tok, tok!

Seorang pelayan masuk tergopoh-gopoh, membungkuk dalam. "Maaf mengganggu, Yang Mulia Grand Duchess, Lady Mathilda. Kami diperintahkan untuk segera mengantar pakaian ganti dan mempersiapkan rendaman mandi untuk Grand Duchess."

Mathilda menghela napas pendek. "Sepertinya waktuku habis." Ia berdiri. "Kakak Ipar, maaf aku harus pergi. Mungkin, Kakak perlu waktu sendiri untuk bersiap." Ia tersenyum sekali lagi pada Lyra. "Nikmati sarapannya. Jika butuh sesuatu, jangan ragu panggil pelayan atau... panggil aku."

"Terima kasih banyak, Mathilda. Atas... semuanya."

Mathilda mengangguk anggun, lalu keluar bersama para pelayan pembawa sarapan, meninggalkan Lyra bersama pelayan lain yang kini berdiri kaku menunggu perintah.

___

Grand Duke Leonhard Vordane berjalan cepat menyusuri koridor kastil, buku-buku jarinya memutih karena terkepal erat.

Hentakan sepatu Grand Duke di lantai terdengar keras, seirama dengan detak jantungnya yang masih berpacu karena rasa amarah dan rasa jijik—terutama pada dirinya sendiri.

"Bodoh! Apa yang kulakukan semalam?!" rutuknya dalam hati, bayangan kejadian di kamar pengantin kembali menghantamnya.

Rasa pening sisa anggur atau apapun itu masih sedikit terasa, tapi tidak bisa menutupi rasa muak pada kehilangannya kontrol.

Melampiaskan semuanya pada wanita itu... wanita yang seharusnya hanya formalitas!

Leonhard mendengus kasar. "Dia memang pantas mendapatkannya. Wanita licik seperti 'Lavinia' itu... dikirim Kaisar untuk menjebakku. Aku yakin dia punya agenda tersembunyi."

Tapi sejujurnya, ada bagian dari dalam diri Leonhard yang terusik. Bukan hanya karena tindakannya semalam, tapi juga oleh wanita itu sendiri.

Tatapan mata wanita itu saat veil terbuka—ada ketakutan di sana, ya, tapi juga... ketenangan aneh yang tidak sesuai dengan rumor liar tentang Putri Lavinia. Dan kecantikannya yang tak terduga itu... mengganggu.

"Tidak! Aku tidak boleh berpikir seperti itu!" Leonhard menggeleng keras, mencoba mengenyahkan pikiran tersebut. "Dia sama saja seperti yang lain. Menjijikkan. Mungkin dia menikmati apa yang terjadi semalam? Wanita seperti itu ... membuatku semakin muak."

Saat itulah Leonhard melihat sosok anggun bergaun biru langit berjalan dari arah berlawanan—dari arah kamar pengantin terkutuk itu. Mathilda.

Alis Leonhard langsung bertaut. Ia mempercepat langkahnya, menghampiri adiknya.

Ekspresi Leonhard mengeras seketika. "Mathilda. Dari mana saja kau?" tanya Leonhard, datar.

Leonhard tidak suka jika Mathilda berada dekat-dekat dengan area wanita itu. Dan dia sangat yakin jika adiknya itu menemui Silvania.

Mathilda sedikit terkejut melihat Leonhard, lalu tersenyum manis seperti biasa, senyum yang selalu berhasil meluluhkan sedikit lapisan es di hati Leonhard.

"Ah, Kak Leon! Aku baru saja dari kamar Kakak Ipar. Mengantarkan sarapan untuknya. Kasihan, Grand Duchess tampak sangat pucat dan lelah."

Rahang Leonhard mengeras mendengar panggilan 'Kakak Ipar' yang terdengar begitu tulus dari bibir Mathilda.

"Sudah kubilang, jangan terlalu dekat dengannya." Teguran itu keluar lebih dingin dari yang Leonhard kira. "Wanita sepertinya—dari kalangan rendah yang tiba-tiba mendapat gelar—biasanya punya banyak tujuan tersembunyi. Jangan mudah tertipu oleh sikap manisnya."

Mathilda mengerutkan kening, tidak setuju. "Tapi, Kak Leon, rumor itu sepertinya tidak benar. Lady Lavinia..." Mathilda menggunakan nama itu dengan hati-hati, "... dia sangat sopan tadi. Dan dia juga cantik sekali. Lady Lavinia bahkan memujiku," ucap Mathilda dengan pipi sedikit merona.

"Lady Lavinia tidak tampak seperti wanita sombong sama sekali. Lagi pula, dia bukan lagi 'wanita terpinggirkan'. Dia sekarang Grand Duchess Vordane. Istrimu, Kak." Pembelaan Mathilda tulus.

Leonhard mendengus skeptis, menepis pikiran polos adiknya. "Itu hanya taktik, Mathilda. Akal-akalan murahan untuk mengambil simpati. Dia tahu siapa dirimu, tentu saja dia akan bersikap manis padamu. Jangan naif."

Leonhard menatap Mathilda lekat. "Jaga jarak darinya. Aku tidak ingin kau terlibat dalam permainan licik wanita itu."

Mathilda ingin membantah lagi, bibirnya terbuka, tapi sebelum Mathilda sempat bicara, suara teriakan panik terdengar dari ujung koridor, semakin mendekat.

"Tolong...!"

Seorang pelayan wanita berlari tergopoh-gopoh ke arah mereka, wajahnya pucat pasi penuh ketakutan, napasnya tersengal-sengal.

"Yang Mulia Grand Duke! Lady Mathilda! Tolong! Gawat!"

Leonhard dan Mathilda sama-sama menoleh tajam ke arah pelayan yang tampak histeris itu.

"Ada apa?! Bicara yang jelas!" bentak Leonhard, insting militernya langsung mengambil alih.

Pelayan itu berhenti di depan mereka, membungkuk dalam sambil terisak.

"Grand Duchess... Yang Mulia Grand Duchess Lavinia... Beliau... beliau tiba-tiba muntah darah di kamarnya dan tidak sadarkan diri!"

Deg!

Mata Leonhard melebar karena kaget dan tak percaya. Di sebelahnya, Mathilda menutup mulutnya dengan kedua tangan, matanya membelalak ngeri.

"Apa?! Muntah darah?" kaget Leonhard.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Palsu Grand Duke    84

    "Statusmu tak lebih tinggi dari debu di bawah sepatuku."Jedar.Kalimat itu menghunus Leonhard seperti ujung pedang. Ia membeku di belakang tubuh Lyra, pelukannya mengendur. Napasnya tercekat. Saat mendengar cerita Ibu Mertuanya. 'Oh ... Dewa, kesalahan apa yang aku lakukan? Debu?! Bahkan aku tidak ada apa-apanya dengan status Istriku. Tolong ... Aku ingin tenggelam saja di dasar laut. Betapa congkaknya aku saat itu,' batin Leonhard terkejut dan malu.Rasa-rasanya ia ingin bersembunyi di bawah inti bumi, mengingat apa yang telah ia perbuat pada keturunan sah dari Kekaisaran Solenzia.'Aku tidak pantas hidup,' Leonhard tersenyum getir di balik tubuh Lyra.Bukan hanya keterkejutannya tentang gelar istrinya. Tetapi ia juga terkejut atas pengkhianatan ayahnya. Selama ini, sejarah menghapus semuanya pada arsip kerjaan Vordane.Di dalam arsip itu, hanya dituliskan jika ada kaum berambut hitam yang melakukan pemberontakan terhadap Kekaisaran dan banyak sejarah yang sudah diubah. 'Apa setel

  • Istri Palsu Grand Duke    83

    Tiga puluh tahun yang lalu. Hari itu, langit Solenzia dipenuhi cahaya keemasan. Seharusnya, ini menjadi hari paling istimewa bertepatan dengan penobatan Seraphina sebagai Kaisar wanita pertama yang Agung yang akan segera digelar. "Yang Mulia Putri, pelan-pelan!" seru seorang pelayan pribadi—Elleya."Aku tidak sabar, Ellya. Aku ingin menemui Ayahanda dan Ibunda! Mereka sudah menunggu!" sahut Seraphina remaja, suaranya riang. Seraphina baru saja didandani, ia mengenakan gaun putih bersulam benang perak, mahkota emas kecil menghiasi rambut hitamnya. Senyum tipis terbit di bibir saat ia melangkah di lorong menuju aula penobatan.Di tengah-tengah ayunan kaki Seraphina yang penuh semangat, suara terompet memecah ketenangan. Bukan terompet kemenangan, maupun teropet penobatan—melainkan tanda bahaya."Benteng timur berhasil di tembus!""Pasukan pemberontak menyerang!"Teriakan panik menggema. Para pelayan berlarian, prajurit bergegas menghunus pedang. Aroma darah dan mesiu mulai menusuk h

  • Istri Palsu Grand Duke    82

    "Te ... Terima kasih, Leon," ucap Lyra. Lyra pun segera melepaskan pelukannya dari Leonhard, matanya yang sembap dipenuhi air mata menatap sang ibu yang berdiri tak jauh di depannya.Lady Seraphina merentangkan kedua tangan, dan tanpa ragu, Lyra turun dari kereta. "Ibu, benarkah ini Ibuku?!" jerit Lyra sambil berlari. Leonhard tersenyum, ia merasa bahagia melihat Lyra yang begitu tidak sabar ingin memeluk ibunya. "Hei My Queen, perhatian langkamu. Ingat kandunganmu. Jangan lari-lari!" seru Leonhard, memperingati. Tak menghiraukan, Lyra terus berlari hingga menubruk tubuh wanita yang melahirkannya itu."Ibu... Aku mengkhawatirkanmu. Siang malam aku terus memikirkan di mana Ibu berada."Tangis Lyra pecah di dada sang ibu. Aroma Lady Sharaphina, perpaduan bunga mawar dan rempah hangat yang selalu Lyra kenali, memenuhi indra penciumannya. Lyra memeluk ibunya dengan erat, seolah takut jika ini hanyalah mimpi. "Ibu ... Aku merindukanmu... sungguh aku sangat merindukanmu."Lady Seraphina

  • Istri Palsu Grand Duke    81

    "Darren! Ada kabar buruk!" ucap Count Albrecht, napasnya tersengal-sengal.Darren dan Mathilda terkejut, segera berdiri dari sofa beludru mereka. Cahaya lilin di ruangan itu berkedip-kedip, seolah ikut merasakan ketidakstabilan yang akan datang."Ayahanda, ada apa?" tanya Darren, nadanya tegang. Ia menatap Count Albrecht yang wajahnya pucat pasi. "Apakah ada masalah dengan perbatasan?""Bukan hanya itu, Darren," jawab Count Albrecht dengan suara parau. "Ada laporan... Ibukota diserang! Sayap utara istana... dilahap si jago merah! Seluruhnya!"Brak!Darren mengepalkan tangannya ke meja porselen di depannya. Wajah Darren yang tampan kini memerah menahan amarah. Rencana pernikahannya, perayaan yang seharusnya menjadi momen kejayaan mereka, kini terancam. Darren merasa seperti dikutuk. Setiap kali ia mendekati puncak kekuasaan, selalu ada saja rintangan yang muncul. Ia mengepalkan giginya, merasa seakan keberuntungan selalu berpihak pada Leonhard, bahkan saat Leonhard sudah dianggap mati

  • Istri Palsu Grand Duke    80

    "Jangan panik!" ucap Leonhard..Leonhard, yang tadinya menikmati ketenangan bersama istrinya, kini kembali siaga. Tangannya meraih pinggang Lyra, menariknya mendekat seolah ingin melindunginya dari ancaman yang belum terlihat. Leonhard mengamati kegelapan hutan dengan mata setajam elang, siap menghadapi apapun yang muncul. Jantungnya berdebar keras, bukan karena takut, melainkan karena kedamaian yang baru saja ia rengkuh kini terancam.Srek, srek!Semak-semak di tepi danau bergerak-gerak, dan sesaat kemudian, dua sosok penunggang kuda muncul di bawah rembulan. Di depan, Theo dengan wajah tegang memegang kendali, dan di belakangnya, Geon yang tampak santai dengan cengiran khasnya. Mereka menarik sebuah kereta tertutup yang tampak sederhana namun kokoh."Astaga! Hampir saja jantungku copot!" seru Lyra lega saat mengenali Theo dan Geon.Geon melompat turun dari kudanya dengan riang, menghampiri Leonhard dan Lyra dengan langkah lebar. "Yang Mulia Raja dan Ratu! Sungguh pemandangan yang r

  • Istri Palsu Grand Duke    79

    "Jangan lama-lama. Aku akan menunggumu di sini," ucap Lyra."Tentu, Ratu!" Jawab Leonhard, dia berbalik.Leonhard berjalan kembali menuju kudanya, yang tengah berdiri tenang di bawah bayang pohon pinus. Dengan gerakan cekatan, Leonhard membuka pelana samping dan mengeluarkan sebuah keranjang kecil berlapis kain wol hangat.Di dalamnya ada roti gandum tipis yang baru dipanggang pagi tadi, potongan keju asin dari pedalaman barat, dan sebuah kantong kecil berisi kacang manis serta potongan buah kering. Tak lupa, sebotol kecil air pegunungan yang masih dingin disimpan dalam botol perak tua peninggalan pasukan barat.Semua perbekalan ini disiapkan dengan teliti, menunjukkan betapa Leonhard telah merencanakan semua ini hanya untuk menjemput istrinya. Selesai menata semuanya di atas kain, ia berjalan kembali ke arah Lyra, yang duduk bersandar di atas akar besar pohon, tepat di tepian danau dengan kabut tipis yang menyelimuti permukaan danau. "Bukan jamuan istana," gumam Leonhard, berlutut

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status