Share

6

Author: Kuldesak
last update Last Updated: 2025-04-30 19:02:58

"Ya Dewa! Kakak ipar muntah darah?" seru Mathilda, menutup mulutnya dengan tangan.

Leonhard mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh, rahang itu mengeras. 'Muntah darah?' Pikiran Leonhard penuh curiga.

Baru sehari wanita itu tiba di sini, haruskah ada drama semacam ini? Akal-akalan apa lagi ini?

Leonard teringat saat meninggalkan kamar itu dini hari tadi; wanita itu tampak lemah karena kejadian semalam, tapi tidak terlihat sakit parah.

Bagaimana bisa tiba-tiba?

Leonhard menatap tajam ke arah pelayan. "Apa kau yakin?!" tanya Leonhard dingin, menuntut kepastian.

Pelayan itu mengangguk. "Ya, Yang Mulia Grand Duke. Saya melihat sendiri... Grand Duchess tampak sangat kesakitan sambil memegangi perutnya. Saya mencoba menenangkan beliau ... tapi ... tapi beliau tiba-tiba muntah darah ... dan langsung pingsan," jawab pelayan itu terbata-bata.

Mathilda dengan lembut merangkul lengan Leonhard, wajahnya yang cantik tampak pucat nun gelisah.

"Kak Leon..." panggil Mathilda lirih, "Dia istrimu. Ayo, kita lihat keadaan Kakak Ipar. Jika dibiarkan, kondisinya bisa gawat. Tadi waktu aku menemuinya untuk mengantar sarapan, wajah Lady Lavinia memang terlihat sangat pucat."

Leonard mematung. Jika laporan ini benar, situasinya lebih serius. Semisal ini sandiwara, Leonhard tidak akan berbelas kasihan pada istrinya.

Tanpa berkata-kata lagi, Leonhard mengambil langkah panjang menuju ke kamar Grand Duchess, langkahnya cepat. Mathilda bergegas menyamai langkah Leonhard, satu tangannya masih memegang lengan kakaknya itu.

Brak!

Leonhard mendorong pintu kamar tidur mewah itu hingga terbuka lebar tanpa peringatan.

Pemandangan di dalam seketika menghentikan langkah mereka berdua di ambang pintu.

Di sana, di atas ranjang besar berkanopi, Lyra tergeletak tak sadarkan diri. Gaun tidur putih gading yang Lyra kenakan kini ternoda bercak merah gelap di bagian depan.

"Ya Tuhan! Kakak Ipar!" Mathilda menjerit pelan, segera berlari menghampiri Lyra.

"Lady Lavinia! Bangun! Apa yang terjadi?" Mathilda menepuk pipi Lyra pelan, tangannya gemetar. "Kak Leon, dia dingin sekali!" serunya pada Leonhard, matanya membelalak panik.

Leonhard melangkah masuk, tatapan birunya sedingin es menyapu ruangan, berhenti pada noda darah di gaun Lyra dan sedikit di seprai.

'Sudah dibersihkan?' pikir Leonhard marah.

Leonard melihat beberapa pelayan berdiri gemetar di sudut ruangan sambil menunduk.

"Apakah kalian sudah membersihkan muntahan Grand Duchess?"

Seorang pelayan wanita yang lebih tua melangkah maju dengan gemetar.

"Ma-maafkan saya, Yang Mulia Grand Duke. Sa-saya yang membersihkannya..."

Leonhard menoleh cepat, tatapannya membunuh. "Kenapa?"

"Saya ... saya panik melihat Yang Mulia Grand Duchess tergeletak ... dan ada darah ... Saya hanya berpikir untuk ... untuk membuat kamar terlihat rapi sebelum..."

Sebelum pelayan itu selesai bicara, Leonhard sudah mencabut pedang dari pinggangnya.

SRAASSH!

Dalam satu tebasan brutal tanpa ampun, kepala pelayan tua itu terpisah dari tubuhnya, jatuh ke atas karpet mewah. Darah segar menyembur, menambah warna merah di ruangan itu.

Para pelayan lain memekik tertahan, beberapa menutup mulut ngeri, tak ada yang berani menjerit keras. Mereka telah melakukan kesalahan fatal.

Leonhard menyarungkan kembali pedangnya yang berlumuran darah dengan santai, ia seperti baru saja menepis lalat.

Pandangan Leonhard menatap tajam para pelayan yang tersisa. "Jangan pernah sekali-kali menghilangkan barang bukti apapun sebelum aku tiba dan memeriksanya sendiri. Mengerti?!" ucap Leonhard tegas.

"Me-mengerti, Yang Mulia!" jawab para pelayan serempak, suara mereka bergetar hebat.

Mathilda memberanikan diri menoleh pada Leonhard. "Kak Leon, jangan menyalahkan mereka sepenuhnya. Mereka mungkin hanya takut. Lebih baik kita panggil Royal Physician sekarang. Keadaan Kakak Ipar bisa semakin buruk." Mathilda menunjuk pada Lyra yang masih tak sadarkan diri.

Leonhard melirik adiknya, lalu pada Lyra. Ada benarnya. Kemarahannya pada pelayan bodoh itu tidak akan membantu wanita ini sekarang.

Leonhard membuang pandangannya pada penjaga yang muncul di pintu karena keributan. "Panggil Royal Physician Valerius! Suruh dia segera ke sini!"

Lalu, Leonhard kembali menatap para pelayan yang tersisa, "Bersihkan darah dan mayat ini. Segera!"

___

Di sudut kastil yang lain, Darren Vordane tersenyum puas sambil menjatuhkan beberapa koin perak ke telapak tangan seorang pelayan yang tampak gugup.

"Kerjamu bagus semalam. Anggur itu sampai ke gelasnya tanpa masalah?"

Pelayan wanita itu menunduk, menyembunyikan koin. "Y-ya, Yang Mulia. Saya mencampurkan... bubuk itu... tepat sebelum menyajikannya pada Yang Mulia Grand Duke saat makan malam."

"Bagus." Senyum Darren melebar.

Bubuk 'Akar Gairah' itu—afrodisiak kuat yang ia dapatkan dari pedagang pasar gelap—seharusnya cukup untuk membuat Leonhard kehilangan kontrol dan 'menyelesaikan' pernikahannya malam itu juga.

"Ingat, jangan katakan pada siapapun tentang ini. Jika sampai bocor..." Mata Darren menyipit mengancam. "... lidahmu akan menjadi santapan gagak di menara benteng."

Pelayan itu gemetar. "Sa-saya mengerti, Yang Mulia. Saya bersumpah." Pelayan itu membungkuk dalam-dalam lalu cepat-cepat pergi.

Daren terkekeh saat sendirian. Ia menyesap anggurnya sendiri. 'Selesaikan pernikahanmu, Leonhard.' batinnya licik, senyum licik terpampang di wajah tampan Darre.

____

Royal Physician Valerius—pria paruh baya dengan jenggot tipis terawat rapi, tatapan mata yang tenang telah selesai memeriksa Lyra.

Leonhard dan Mathilda menunggu hasilnya dengan ekspresi berbeda. Leonhard tampak dingin dan tidak sabar, sementara Mathilda terlihat sangat cemas.

Physician Valerius berdiri tegak, menghadap Leonhard. "Yang Mulia Grand Duke, kondisi Grand Duchess memang serius, tapi sepertinya bukan karena racun."

Leonhard mengangkat alis. "Lalu apa?"

"Pemeriksaan saya menunjukkan tanda-tanda iritasi parah pada lapisan lambung... pendarahan kecil terjadi. Beliau juga sangat lemah karena kekurangan nutrisi akut." Physician Valerius menghela napas.

"... Lambung yang kosong dalam waktu lama, jika kemudian terisi oleh sesuatu yang sangat asam—bahkan mungkin hanya asam lambung dari muntah itu sendiri—dapat memicu reaksi sehebat ini pada orang yang sudah sangat lemah."

"Jadi ... ini bukan racun?" tanya Mathilda.

Physician Valerius mengalihkan pandangannya ke arah Mathilda. "Saya tidak menemukan tanda racun umum, Lady Mathilda. Namun, penyebab utama pendarahan ini tampaknya adalah kondisi lambung yang kosong."

Sang ahli medis pada zamannya itu menatap Leonhard dengan serius. "Yang Mulia, pelayan mengatakan beliau tidak makan sama sekali sejak tiba. Menolak sarapan. Kondisi seperti ini ... seringkali terjadi pada kasus ... seseorang yang dengan sengaja menahan lapar dalam waktu lama."

"Maksudmu dia mencoba bunuh diri?"

Physician Valerius menunduk sedikit. "Saya tidak bisa memastikannya, Yang Mulia. Tapi menahan lapar hingga kondisi separah ini ... adalah salah satu cara yang terkadang dipilih orang untuk ... mengakhiri penderitaan mereka."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Palsu Grand Duke    84

    "Statusmu tak lebih tinggi dari debu di bawah sepatuku."Jedar.Kalimat itu menghunus Leonhard seperti ujung pedang. Ia membeku di belakang tubuh Lyra, pelukannya mengendur. Napasnya tercekat. Saat mendengar cerita Ibu Mertuanya. 'Oh ... Dewa, kesalahan apa yang aku lakukan? Debu?! Bahkan aku tidak ada apa-apanya dengan status Istriku. Tolong ... Aku ingin tenggelam saja di dasar laut. Betapa congkaknya aku saat itu,' batin Leonhard terkejut dan malu.Rasa-rasanya ia ingin bersembunyi di bawah inti bumi, mengingat apa yang telah ia perbuat pada keturunan sah dari Kekaisaran Solenzia.'Aku tidak pantas hidup,' Leonhard tersenyum getir di balik tubuh Lyra.Bukan hanya keterkejutannya tentang gelar istrinya. Tetapi ia juga terkejut atas pengkhianatan ayahnya. Selama ini, sejarah menghapus semuanya pada arsip kerjaan Vordane.Di dalam arsip itu, hanya dituliskan jika ada kaum berambut hitam yang melakukan pemberontakan terhadap Kekaisaran dan banyak sejarah yang sudah diubah. 'Apa setel

  • Istri Palsu Grand Duke    83

    Tiga puluh tahun yang lalu. Hari itu, langit Solenzia dipenuhi cahaya keemasan. Seharusnya, ini menjadi hari paling istimewa bertepatan dengan penobatan Seraphina sebagai Kaisar wanita pertama yang Agung yang akan segera digelar. "Yang Mulia Putri, pelan-pelan!" seru seorang pelayan pribadi—Elleya."Aku tidak sabar, Ellya. Aku ingin menemui Ayahanda dan Ibunda! Mereka sudah menunggu!" sahut Seraphina remaja, suaranya riang. Seraphina baru saja didandani, ia mengenakan gaun putih bersulam benang perak, mahkota emas kecil menghiasi rambut hitamnya. Senyum tipis terbit di bibir saat ia melangkah di lorong menuju aula penobatan.Di tengah-tengah ayunan kaki Seraphina yang penuh semangat, suara terompet memecah ketenangan. Bukan terompet kemenangan, maupun teropet penobatan—melainkan tanda bahaya."Benteng timur berhasil di tembus!""Pasukan pemberontak menyerang!"Teriakan panik menggema. Para pelayan berlarian, prajurit bergegas menghunus pedang. Aroma darah dan mesiu mulai menusuk h

  • Istri Palsu Grand Duke    82

    "Te ... Terima kasih, Leon," ucap Lyra. Lyra pun segera melepaskan pelukannya dari Leonhard, matanya yang sembap dipenuhi air mata menatap sang ibu yang berdiri tak jauh di depannya.Lady Seraphina merentangkan kedua tangan, dan tanpa ragu, Lyra turun dari kereta. "Ibu, benarkah ini Ibuku?!" jerit Lyra sambil berlari. Leonhard tersenyum, ia merasa bahagia melihat Lyra yang begitu tidak sabar ingin memeluk ibunya. "Hei My Queen, perhatian langkamu. Ingat kandunganmu. Jangan lari-lari!" seru Leonhard, memperingati. Tak menghiraukan, Lyra terus berlari hingga menubruk tubuh wanita yang melahirkannya itu."Ibu... Aku mengkhawatirkanmu. Siang malam aku terus memikirkan di mana Ibu berada."Tangis Lyra pecah di dada sang ibu. Aroma Lady Sharaphina, perpaduan bunga mawar dan rempah hangat yang selalu Lyra kenali, memenuhi indra penciumannya. Lyra memeluk ibunya dengan erat, seolah takut jika ini hanyalah mimpi. "Ibu ... Aku merindukanmu... sungguh aku sangat merindukanmu."Lady Seraphina

  • Istri Palsu Grand Duke    81

    "Darren! Ada kabar buruk!" ucap Count Albrecht, napasnya tersengal-sengal.Darren dan Mathilda terkejut, segera berdiri dari sofa beludru mereka. Cahaya lilin di ruangan itu berkedip-kedip, seolah ikut merasakan ketidakstabilan yang akan datang."Ayahanda, ada apa?" tanya Darren, nadanya tegang. Ia menatap Count Albrecht yang wajahnya pucat pasi. "Apakah ada masalah dengan perbatasan?""Bukan hanya itu, Darren," jawab Count Albrecht dengan suara parau. "Ada laporan... Ibukota diserang! Sayap utara istana... dilahap si jago merah! Seluruhnya!"Brak!Darren mengepalkan tangannya ke meja porselen di depannya. Wajah Darren yang tampan kini memerah menahan amarah. Rencana pernikahannya, perayaan yang seharusnya menjadi momen kejayaan mereka, kini terancam. Darren merasa seperti dikutuk. Setiap kali ia mendekati puncak kekuasaan, selalu ada saja rintangan yang muncul. Ia mengepalkan giginya, merasa seakan keberuntungan selalu berpihak pada Leonhard, bahkan saat Leonhard sudah dianggap mati

  • Istri Palsu Grand Duke    80

    "Jangan panik!" ucap Leonhard..Leonhard, yang tadinya menikmati ketenangan bersama istrinya, kini kembali siaga. Tangannya meraih pinggang Lyra, menariknya mendekat seolah ingin melindunginya dari ancaman yang belum terlihat. Leonhard mengamati kegelapan hutan dengan mata setajam elang, siap menghadapi apapun yang muncul. Jantungnya berdebar keras, bukan karena takut, melainkan karena kedamaian yang baru saja ia rengkuh kini terancam.Srek, srek!Semak-semak di tepi danau bergerak-gerak, dan sesaat kemudian, dua sosok penunggang kuda muncul di bawah rembulan. Di depan, Theo dengan wajah tegang memegang kendali, dan di belakangnya, Geon yang tampak santai dengan cengiran khasnya. Mereka menarik sebuah kereta tertutup yang tampak sederhana namun kokoh."Astaga! Hampir saja jantungku copot!" seru Lyra lega saat mengenali Theo dan Geon.Geon melompat turun dari kudanya dengan riang, menghampiri Leonhard dan Lyra dengan langkah lebar. "Yang Mulia Raja dan Ratu! Sungguh pemandangan yang r

  • Istri Palsu Grand Duke    79

    "Jangan lama-lama. Aku akan menunggumu di sini," ucap Lyra."Tentu, Ratu!" Jawab Leonhard, dia berbalik.Leonhard berjalan kembali menuju kudanya, yang tengah berdiri tenang di bawah bayang pohon pinus. Dengan gerakan cekatan, Leonhard membuka pelana samping dan mengeluarkan sebuah keranjang kecil berlapis kain wol hangat.Di dalamnya ada roti gandum tipis yang baru dipanggang pagi tadi, potongan keju asin dari pedalaman barat, dan sebuah kantong kecil berisi kacang manis serta potongan buah kering. Tak lupa, sebotol kecil air pegunungan yang masih dingin disimpan dalam botol perak tua peninggalan pasukan barat.Semua perbekalan ini disiapkan dengan teliti, menunjukkan betapa Leonhard telah merencanakan semua ini hanya untuk menjemput istrinya. Selesai menata semuanya di atas kain, ia berjalan kembali ke arah Lyra, yang duduk bersandar di atas akar besar pohon, tepat di tepian danau dengan kabut tipis yang menyelimuti permukaan danau. "Bukan jamuan istana," gumam Leonhard, berlutut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status