"Dia tidur pulas sekali, Tuan! Kami sudah membangunkannya berulang kali." Lapor pelayan hitam manis kepada Tuan Arnold. "Ini sudah pukul berapa hah.. ? Ayahku Tuan Fulton, sudah duduk di singgasananya. Bagaimana perempuan itu bisa tidur dengan tenangnya...? Huuuh... " Tuan Arnold menyeret langkah dengan kasar menuju kamar tempat Aina berada. Ia melewati para tamu yang duduk bersantai di sofa yang sudah disediakan di hall rumah besar yang menyerupai istana tersebut. Sepasang mata seorang lelaki mengawasi pergerakan Tuan Arnold. Lelaki itu berpakaian sedikit lusuh dan tampaknya bertugas sebagai tenaga kebersihan. Beberapa kali ia terlihat sudah mengemasi kotak-kotak kosong dan gelas bekas makan dan minum para tamu. "Hei bodoh! Cepat bawakan minuman dingin untukku...! Aku kehausan menunggu perempuan busuk yang bakal menjadi permaisuri baru disini...!" Bentak seorang perempuan yang langsung membuat si lelaki berpakaian lusuh sedikit terkejut. Namun itu tidak berlangsung lama. Ia segera
"Ibu..??! ""Lalu aku harus memanggil dia apa..?! " Aina bertanya-tanya di dalam hati."Tundukkan kepalamu di hadapan Ratu! " Perintah Tuan Arnold lirih di telinga Aina ketika wanita itu terlihat kebingungan karena belum menemukan jawaban atas panggilan apa yang pantas ia berikan kepada wanita cantik bermahkota yang berdiri tepat di hadapannya."Ooh.. Se.. Selamat malam Ratu! " Tergagap suara Aina menyapa Ratu Rasta yang tersenyum bagaikan seringaian yang ia sembunyikan dalam keramahan palsu."Selamat malam! Malam ini kamu akan diresmikan menjadi menantu terbaru di istana megah ini. Jadi jaga sikapmu agar tidak memalukan keluarga besar Tuan Fulton yang sangat terhormat..! " Ulas Ratu Rasta terdengar sinis disela alunan musik yang mengalun lembut. Beberapa pasang manusia berusia tak lagi muda terlihat berdansa di lantai hall yang cukup luas itu.Namun bukan itu yang menjadi perhatian Aina. Aina cukup terkejut dengan pernyataan Ratu Rasta yang sangat janggal di telinganya."Menantu terb
Aina berlari sekencang mungkin. Ia tidak memperdulikan suara lengking Tuan Fulton, Tuan Arnold dan Ratu Rasta yang memanggilnya dengan serempak dan setengah berteriak.Suasana pesta mendadak kacau balau. Para tamu kebingungan dan ada juga yang ikut berteriak bahkan beberapa orang diantaranya mengejar Aina yang sudah menggapai pintu.Dengan sigap Aina membuka pintu yang terbuat dari besi dengan gagang stainless.Dan ia berhasil keluar.Namun alangkah terkejutnya Aina begitu menyadari bahwa bangunan megah yang disebut istana itu ternyata bukanlah bangunan tembok atau rumah. Istana Tuan Fulton adalah sebuah kapal yang sangat besar dan bertingkat.Mulut Aina makin ternganga lebar begitu melihat ke bawah. Hamparan lautan luas yang terlihat kelam karena saat itu hari sudah malam. Ternyata kapal tersebut terapung di tengah lautan luas dan tenang.“Oh, betapa bodohnya aku hingga aku tidak menyadari kalau aku tengah berada di atas kapal. Mengapa aku tidak merasakan getaran mesin kapal ini? “B
Sepeninggal kedua lelaki itu, Aina kembali dihadapkan oleh pemikiran tadi. Ia berusaha mengingat suara salah seorang laki-laki yang baru saja mengantarkan makanan kepadanya.“Siapa dia? “Beberapa kali Aina mencoba memeras ingatannya namun ia belum juga berhasil mengetahui pemilik suara yang ia yakin pernah ia dengar sebelumnya.“Ia memanggilku ‘Ain'. Panggilan itu hanya diketahui oleh orang-orang dikampungku saja. Bukankah sejak pindah ke Jakarta aku tidak pernah memperkenalkan namaku ‘Ain' kepada siapa pun. Hm, jangan-jangan dia adalah teman sekampungku. Ooh.. Atau salah satu teman sekolahku. Tapi.. Siapa? Ooh, aku tidak bisa mengingat sama sekali.”Lelah memaksa ingatannya untuk mengenali suara lelaki tadi, Aina akhirnya tertidur pulas. Ia terbangun beberapa jam kemudian begitu mendengar ada orang bercakap-cakap diluar terali yang kini mengurung dirinya.Perlahan Aina membuka mata dan melihat dua lelaki kekar yang semalam menyeretnya masuk ke dalam kurungan itu.“Kau sudah bangun?
"Oh, rumah ini bagus sekali, Zan! Aku tidak menyangka kita bakal punya rumah sebesar ini." Mata Aina berbinar seakan ia tidak percaya karena tiba-tiba saja Virzano suaminya mengajak dirinya pindah ke rumah baru. Zano mengaku telah membeli sebuah rumah dan mengajak Aina istrinya itu pindah kesana dan meninggalkan kontrakan lusuh yang sudah lima tahun mereka tempati berdua. Hal itu tentu sulit dipercaya Aina. Selama lima tahun berumah tangga, hidup mereka sangatlah susah. Jangankan untuk membeli sebuah rumah mewah, untuk makan sehari-hari dan bayar kontrakan saja mereka kesulitan. Hampir setiap bulan Aina diomelin oleh pemilik kontrakan karena selalu telat membayar sewa rumah petak yang mereka tempati. Bahkan karena kesulitan ekonomi itu juga mereka harus merelakan Zehra anak semata wayang buah cinta mereka di adopsi salah seorang keluarga Aina yang tidak memiliki anak. Yah, mau gimana lagi, untuk hidup sehari-hari saja mereka kekurangan bahkan tak jarang harus puasa. Merelakan Zehr
Keesokan harinya. "Ain, aku berangkat dulu sayang. Jangan lupa hari ini kamu ke salon untuk rilek dan mempercantik diri." Zano berteriak di ruang tamu ketika Aina tengah membawa piring bekas sarapan mereka tadi ke wastafel. "Bentar sayaaang.. Aku cuci tangan dulu..! " teriak Aina dari ruang makan lalu bergegas menghampiri suaminya yang tengah membetulkan posisi dasi yang manggantung di depan dada bidangnya. "Aku tidak perlu ke salon sayang. Buat apa buang-buang uang? Kita harus berhemat Zan." sahut Aina lalu menyambar sebuah tas kulit yang tergeletak di atas sofa mewah di ruang itu. Ia menjinjingnya sebentar lalu memberikan tas tersebut kepada Zano. Zano menatap Aina mesra lalu mencubit dagu wanita cantik itu. "Apa pun yang aku dapatkan semua untuk membahagiakanmu, Aina. Kamu harus pergi ke salon, ke butik untuk mempercantik diri dan memborong pakaian mahal. Aku ingin istri tercintaku berpenampilan mewah seperti artis." ucap Zano kembali menatap mesra Aina. Aina tersenyum bahagia
Senja sudah berganti malam. Dan bahkan kini malam telah semakin larut. Namun tiada tanda-tanda Zano akan pulang ke rumah. Dandanan cantik hasil buah karya salon ternama di wajah Aina kini semakin pudar dan mulai acak-acak-an. "Oh, kamu dimana Zan? Hari ini adalah hari pertama kamu masuk kerja. Apakah kamu langsung lembur? Tapi... kalau lembur masa sih kamu tidak memberi tahu aku terlebih dahulu?" hati Aina bertanya dalam gelisah. Di ruang tamu yang dipenuhi perabotan mewah, wanita muda itu mondar-mandir tak tentu arah. Sekali-kali ia mengecek ponselnya berharap Zano suaminya akan berkabar. Dan ternyata nihil. Bahkan keterangan online di whatsaap milik Zano tidak berubah dari yang sudah ia lihat puluhan kali sebelumnya, bahwa Zano terakhir mengaktifkan aplikasi populer tersebut pada jam 08.15 pagi. Itu artinya setelah sampai dikantornya Zano me-non aktifkan data ponsel miliknya atau bahkan mematikan alat komunikasinya itu. "Oh, sebenarnya Zano kerja apa sih? Kok segitu sibuknya?"
Mentari perlahan mulai naik. Cahayanya mulai bingar menyentuh permukaan bumi. Sesosok tubuh yang tadi nyenyak tak sadarkan diri kini mulai menggeliat perlahanAina baru saja siuman. "Ohh"Wanita itu kembali menggeliatkan tubuhnya yang separuh telanjang. Gaun berwarna silver yang sedari kemarin sore ia kenakan masih saja melekat di badannya. Namun kondisinya sudah centang perenang tiada beraturan. Bahkan bagian bawah gaun tersebut sudah tersibak ke atas dan membiarkan organ intim Aina terbuka tanpa sehelai benang pun yang menutupinya selain bulu-bulu halus yang legam. "Oh, apa yang telah terjadi..?" Aina kembali mendesah dan meraba liang peranakannya lebih dalam lagi. Cairan berlendir serta merta membasahi jemari Aina dan terasa sedikit lengket. Mata Aina membesar dan ia berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Sisa-sisa kenikmatan masih menjalari sebagian besar sarafnya. Aina akhirnya tersenyum bahagia. Wanita itu telah dipengaruhi bayangan ilusi alam bawah sadarnya tadi. "Zano