Share

Bab 2. Sebuah Foto Berfigura

Keesokan harinya. 

"Ain, aku berangkat dulu sayang. Jangan lupa hari ini kamu ke salon untuk rilek dan mempercantik diri." Zano berteriak di ruang tamu ketika Aina tengah membawa piring bekas sarapan mereka tadi ke wastafel. 

"Bentar sayaaang.. Aku cuci tangan dulu..! " teriak Aina dari ruang makan lalu bergegas menghampiri suaminya yang tengah membetulkan posisi dasi yang manggantung di depan dada bidangnya. 

"Aku tidak perlu ke salon sayang. Buat apa buang-buang uang? Kita harus berhemat Zan." sahut Aina lalu menyambar sebuah tas kulit yang tergeletak di atas sofa mewah di ruang itu. Ia menjinjingnya sebentar lalu memberikan tas tersebut kepada Zano. 

Zano menatap Aina mesra lalu mencubit dagu wanita cantik itu. 

"Apa pun yang aku dapatkan semua untuk membahagiakanmu, Aina. Kamu harus pergi ke salon, ke butik untuk mempercantik diri dan memborong pakaian mahal. Aku ingin istri tercintaku berpenampilan mewah seperti artis." ucap Zano kembali menatap mesra Aina. Aina tersenyum bahagia mendengar penuturan Zano. 

"Taa.. tapi sayaang.... 

" Tapi apa Ain..?" potong Zano memutus kalimat istrinya. Lelaki itu resah melihat kegelisahan di mata Aina. 

"Aku masih risih menjadi orang kaya Zan. Rasanya cukup aneh hidup kita berubah mendadak begini. Seperti sim salabin gitu." jawab Aina sambil mempermainkan kedua telapak tangannya. 

"Oh ho... Permaisuri Pangeran Zano yang cantik rupawan. Permaisuri Aina tidak boleh mengatakan hal seperti itu. Kita berdua harus menikmati hidup ini dan melupakan kemiskinan kita dimasa yang lalu." rayu Zano lalu merangkul tubuh Aina ke dalam pelukannya. Tangan kirinya tetap memegang tas dan tangan kanannya mengunci pinggang Aina yang ramping. 

"Janji ya, nanti kamu pergi ke salon dan ke butik. Pokoknya disaat aku pulang nanti, aku ingin kamu menyambutku dengan dandanan yang sangat memukau. Woow... aku pasti akan terpana Aina-ku sayaang...!" seru Zano  gembira lalu menjentikkan tangannya ke udara. 

Tidak mau mengecewakan suaminya, Aina kemudian mengangguk dan tersenyum. 

"Baiklah sayang, aku akan pergi ke butik lalu ke salon. Aku akan berdandan secantik mungkin untukmu." ucap Aina patuh. 

"Terima kasih sayang! Aku mau berangkat dulu nih.. takut telat." Zano mengulurkan tangan kanannya dan Aina mencium punggung tangan suaminya itu. Zano membalas dengan mencium mesra kening Aina lalu ia melambaikan tangan di saat dirinya mulai mengemudikan kendaraan mewah berwarna putih yang bertuliskan Pajero Sport. 

Setelah mobil Zano berlalu, Aina segera menutup pintu. Rasa asing masih ia rasakan di dalam rumah berlantai dua tersebut. Biasanya dirumah kontrakan dulu selalu riuh dan ramai oleh suara anak-anak dan celotehan para tetangga. Namun kini ia berada sendiri di rumah besar berpagar tinggi dan di samping rumah itu ada taman mungil yang dihiasi oleh sebuah kolam kecil. Bunga-bunga tertata rapi dan hamparan rumput bagaikan permadani yang menghijau menandakan tanaman tersebut dipelihara dengan baik.

"Pemilik rumah sebelumnya pasti orang kaya dan berselera tinggi." gumam Aina sembari berkeliling di taman yang tidak begitu lebar tersebut. Taman itu memanjang dari depan rumah sampai ke belakang dan sedikit berbelok ke arah bagian belakang bangunan. 

Tiba-tiba Aina melihat sebuah benda tergeletak begitu saja di sudut taman itu. Aina mempercepat langkah kakinya lalu ia menjamah sebuah benda pipih yang terbuat dari kayu yang berukir indah. Karena posisi benda itu tertelungkup, Aina segera membalikkan dan ternyata itu adalah sebuah figura lengkap dengan selembar foto di bagian depannya. Seorang wanita cantik seperti sebaya dengan dirinya, berfose bahagia digandeng oleh seorang pria tampan dan usia mereka tampaknya setara. Mereka berdua tersenyum bahagia menatap kamera. 

"Oh, mereka pasangan yang serasi dan terlihat bahagia." gumam Aina lirih dan tersenyum sambil mengelus foto berfigura tersebut. 

"Pasti mereka adalah pemilik rumah ini sebelum Zano membelinya. Ooh, mungkin saja foto ini tercecer disaat mereka pindah rumah." pikir Aina menerka-nerka. 

"Hm, sebaiknya foto ini aku simpan dan suatu saat akan aku kembalikan kepada mereka. Zano pasti mengenal mereka." gumam Aina kembali tersenyum lalu membawa foto berfigura tersebut ke dalam rumah dan menyimpannya. 

***

Sementara itu Zano telah sampai di halaman sebuah perkantoran elit yang berada di jantung kota Jakarta. Ia memarkir mobilnya dan terlihat menunggu. 

Tidak lama kemudian seorang wanita cantik keluar dari gedung itu dan langsung menuju mobil Zano. 

Tidak menunggu waktu lama mobil yang dikemudikan Zano terlihat keluar kembali dan terus melaju menuju kawasan puncak. Sepanjang perjalanan si wanita yang berpenampilan mewah selalu menyandarkan kepalanya di bahu kiri Zano. Bahkan sekali-kali ia terlihat mencium pipi suami Aina itu. Zano sedikit risih namun pura-pura menikmati kemesraan itu dan berusaha bersikap manis. 

"Kamu sudah membawa istrimu pindah ke rumahku, Zan?" tanya wanita itu sambil mengelus pipi Zano dengan telapak tangan kirinya yang halus. 

"Sudah sayang, aku telah melakukan seperti apa yang kamu mau." ucap Zano melempar senyuman manis ke arah wanita cantik yang terus saja menggayuti bahu kirinya. 

"Bagus Zan! Dengan mengurung dirinya di istana mewah maka kita akan bebas melakukan apa pun yang kita suka. Perempuan miskin itu tidak akan rewel karena ia tengah menikmati hidup menjadi seorang Nyonya di sebuah rumah megah yang tidak pernah ia huni selama ini." ucap perempuan itu lagi lalu mengangkat kepalanya dari bahu Zano. Zano sedikit mengendikkan bahunya yang terasa pegal karena dari tadi menahan beban disana. 

"Nisti, kita sudah sampai. Apakah kamu mau di dalam mobil saja, sayang?" tanya Zano melirik wanita yang lebih tua usianya sepuluh tahun dari dirinya tersebut. Wanita yang bernama Nisti itu tersenyum makin bergairah dan bergerak malas walau mobil yang mereka tunggangi sudah terparkir di depan sebuah villa yang mewah namun sunyi. Hanya ada seorang lelaki agak tua yang menjaga Villa itu dan laki-laki setengah baya tersebut bergegas setengah berlari mendekati villa dengan membawa sebuah payung yang telah mengembang. Gerimis kecil yang berjatuhan membuat halaman villa basah dan udara sangat dingin. 

"Mari Nyonya! Saya payungi!" ujar penjaga villa dari luar mobil. Penjaga villa yang akrab disapa Mang Asep tersebut perlahan mengetuk pintu mobil sebelah kiri. 

Namun tidak ada tanda-tanda pintu itu akan dibuka walau Mang Asep sudah menunggu sekitar lima menit lamanya. 

Lelaki itu mulai risau karena Nyonya Nisti yang ia tunggu belum juga keluar dan mesin kendaraan belum juga dimatikan. Kaca mobil yang berwarna hitam pekat menghalangi pandangan mata Mang Asep yang juga sudah mulai kabur. 

Namun untuk memastikan keadaan sang nyonya, Mang Asep memberanikan diri untuk melongokkan wajah dari kaca depan kendaraan milik majikannya tersebut. 

"Astagfirullaaaaah..." Mang Asep berseru panjang dan langsung mundur ke belakang. Payung yang ia pegang bahkan hampir jatuh dari pegangan tangannya. 

"Nyonya kumat lagi..!" ia membathin di dalam hati dan berangsur mundur menjauh. 

Ia tidak ingin dianggap lancang oleh sang majikannya itu karena tak sengaja telah melihat pertunjukan mesum di dalam mobil tersebut. 

Walau penglihatannya sudah sedikit terganggu beberapa gumpalan kecil katarak di matanya, tapi Mang Asep masih bisa melihat dengan jelas pergumulan panas antara Nyonya Nisti dengan seorang lelaki yang belum dikenalnya di dalam mobil itu. 

Mang Asep memutuskan untuk kembali berjaga di pintu gerbang dan segera menjauhi mobil milik majikannya itu.

Setelah menutup pintu pagar Mang Asep duduk di dalam sebuah pos kecil yang berada di samping pintu gerbang tersebut. 

Dari sana ia melempar pandangan ke arah mobil putih yang masih terparkir di bagian depan villa. Lambat laun kendaraan tersebut terlihat bergoyang beraturan. Sebagai orang yang sudah lama menghuni bumi ini, Mang Asep sudah maklum apa yang tengah dilakukan majikan perempuannya itu. 

"Nyonya sudah berulah kembali. Semoga Tuan Arnold tidak mengetahui." kesah Mang Asep membathin dalam hati dengan penuh harap dan bulu kuduk merinding membayangkan tampang Tuan Arnold yang galak dan pemarah. 

Majikan lelakinya itu adalah seorang mafia berwatak dingin. Ia tidak segan-segan menghabisi nyawa orang-orang yang ia benci. 

Bahkan di belakang villa itu ada sebuah kuburan tanpa nisan dan tanpa nama yang sudah berumur 3 tahun. Selain Arnold dan beberapa orang anak buahnya yang bertugas mengeksekusi orang yang dibenci Tuan Arnold tersebut, hanya  Mang Asep saja yang tahu kalau mayat yang dikubur disana adalah mayat seorang laki-laki muda selingkuhan Nyonya Nisti, majikan wanitanya  itu. 

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status